129
1.3 Penegakan Hukum
Pada bagian akhir The Dark Knight, Batman memata-matai seluruh Gotham dengan sinyal telepon genggam mereka untuk mencari Joker. Ini juga merupakan batas
yang harus diterobos Batman, yaitu menjadi penguasa yang memiliki akses pada hak privasi setiap orang. Batman menukar hasil tertangkapnya seorang penjahat dengan
kebebasan. Bagian ini mengingatkan pada Patriot Act yang dicanangkan setelah terjadinya
peristiwa 11 September di AS yang memperbolehkan negara untuk memata-matai rakyatnya untuk mencegah terjadinya teror
23
. Tindakan tersebut ditentang oleh Lucius Fox yang mengancam akan mengundurkan diri jika Batman ingin menggunakan
teknologi itu selanjutnya, namun Batman menjawab dia hanya akan menggunakannya sekali itu. Hal ini memberi ambiguitas terhadap masalah ini. Di satu sisi tidak ada cara
lain untuk menemukan Joker, dan di sisi lain tindakan itu menyebabkan kebebasan masyarakat menjadi korban. Apabila Batman meneruskannya, barangkali ia benar-benar
akan menjadi seorang diktator.
23
Bahaya Patriot Act terhadap kebebasan warga negara itu ditulis oleh Christopher M. Finan dalam buku From the Palmer Riot to Patriot Act: A History of Fight for Free Speech in
America: The Supreme Court had declared that Americans could not be punished for belonging to a political party that advocates violence. The Patriot Act did not withdraw this
right from citizens, but it stripped it from noncitizens, making them subject to deportation for belonging to or providing material support to a “terrorist organization... The Patriot Act also
increased the power of the government to engage in secret searches... One of the most chilling provisions of the Patriot Act made it possible for the FBI to seize vast amounts of personal data
about American citizens in the dragnet that it was deploying for terrorists Finan, 2007: 275- 276.
130 Gambar 27. Batman tidak menjadi diktator karena menyuruh Lucius Fox untuk
menghancurkan alatnya untuk memata-matai The Dark Knight
Bahaya dari heroisme yang menampakkan dirinya dengan jelas adalah kemungkinan untuk menjadi fasis dan diktatorial. Pada akhir The Dark Knight, Batman
mengorbankan dirinya agar tidak jatuh pada jebakan ini. Superhero yang berjalan di luar hukum harus membunuh dirinya sendiri agar hukum tetap berjalan dan tidak menjadi
penguasa yang diktator. Dia harus selalu berada di luar sistem dan bekerja tanpa menampakkan diri.
Kejahatan bukan lagi hanya sesuatu yang berasal dari sumber eksternal us vs them, kita vs liyanother, namun juga merupakan perpaduan dengan sumber intrinsik,
sehingga pembedaan good vs evil pun menjadi ambigu. Kadang pembedaan biner masih dapat terlihat, seperti dalam Batman Begins, namun tampaknya batas antara keduanya
semakin dikaburkan. Dalam narasi jelas bahwa Batman adalah subjek dan Ras al Ghul dan Joker
adalah musuh, namun siapakah sebenarnya pahlawan dan musuh secara ideologis dalam dua film Batman? Batman tidak pernah berhasil menghapus kejahatan dan kemiskinan
yang ada di Gotham. Subjek tidak pernah berhasil mendapatkan objek yang menjadi
131
pemacu desire-nya. Batman hanya berhasil mengalahkan lawan-lawannya, tetapi itu tidak pernah membawa perubahan yang berarti pada kotanya.
Batman adalah seorang konservatif yang ingin meneruskan kejayaan yang telah dibangun keluarganya. Akar permasalahan Gotham sebenarnya sudah jelas disebut
dalam Batman Begins, yaitu kemiskinan. Para mafia dan koruptor hanya memanfaatkan keadaan yang sudah ada tersebut. Memang film tidak menyebut mengapa ada banyak
kemiskinan di Gotham, tetapi imaji itu beberapa kali dikontraskan dengan kemegahan kota. Dua sisi wajah Gotham tersebut ada secara berdampingan. Bruce berusaha
menjadi seorang “kapitalis budiman” dengan memecat orang-orang di perusahaannya yang selama ini dianggap merugikan dan menambah keburukan Gotham. Itu masih
tidak cukup menghasilkan keamanan Gotham. Dalam The Dark Knight, Batman tidak berhasil mengalahkan musuh, tetapi
berhasil mendapatkan objek, yaitu keamanan Gotham. Objek tersebut didapatkan setelah Batman merelakan dirinya menjadi buronan. Dia meminta Gordon untuk
menimpakan kejahatan yang dilakukan Harvey Dent kepadanya, sehingga publik tetap percaya bahwa orang seperti Dent yang bersih masih mempertahankan prinsipnya
sampai akhir. Keamanan itu dicapai dengan kebohongan kepada publik. Apakah kepahlawanan yang sesungguhnya adalah yang seperti ini, menampilkan diri sebagai
sesuatu yang “jahat” agar tujuan utama bisa tercapai? Seperti yang dikatakan Harvey Dent dalam The Dark Knight: You either die a hero or you see yourself long enough to
become the villain,” Batman pada akhir The Dark Knight benar-benar menjadi musuh bagi Gotham. Hal tersebut disimbolkan di film dengan memperlihatkan polisi yang
mengejar Batman dan Gordon yang menghancurkan lambang Batman, sehingga polisi tidak lagi memerlukan dirinya.
132
Perannya sebagai musuh Gotham justru menjadikannya pahlawan yang sebenarnya. Batman berhasil mendapatkan objek keamanan Gotham di akhir film
dengan berpura-pura melakukan pembunuhan yang dilakukan Harvey Dent. Dengan demikian masyarakat tetap percaya kepada orang yang bisa menjadi pahlawan tanpa
memakai topeng dan bekerja dengan bersih seperti Dent. Pada bagian ini juga Batman menjadi the Dark Knight, pelindung yang berada di batas antara hukum dan
kriminalitas, dan pahlawan yang berada di belakang layar. Ini ditegaskan dengan dialog Gordon yang mengiringi kepergian Batman saat dikejar para polisi di akhir film: ..... dan
dialog Alfred saat Bruce ragu-ragu apakah dia masih ingin menjadi Batman: “They’ll hate you for it, but that’s the point of batman. He can be the outcast. He can make the
choice that no one else can make. The right choice.”
1.4 Kelompok Dominan vs Inferior