Superhero dan Musuh dalam Ruang Liminal

124 pertanyaan. Akibat dari penggunaan ketakutan dan cara-cara yang melanggar hukum itu adalah kaburnya batas antara pahlawan dan penjahat. Superhero berada pada batas liminal yang menghasilkan kategori baru di luar pahlawan dan penjahat, dan di luar hukum dan kriminalitas.

1.2 Superhero dan Musuh dalam Ruang Liminal

Superhero yang menempati ruang liminal menjadi pembeda dengan film action yang menggambarkan tokoh dari penegak hukum polisi, tentara, agen rahasia. Superhero sebenarnya hanya orang sipil yang memiliki kekuatan khusus dan menggunakan kekuatan tersebut untuk mendukung hukum dengan melanggarnya. Hal di luar kewajaran ini mungkin yang disebut “super” dalam kata superhero, karena kalau tidak demikian mereka hanya sekedar hero. Tentunya itu juga masih problematis karena superhero menjadi sulit dibedakan dengan penjahat atau sekedar vigilante. Narasi superhero dengan demikian bisa dikatakan mirip dengan film-film western atau martial art yang menggambarkan hero yang memiliki status khusus, berasal dari luar masyarakat tetapi diakui bisa menyelesaikan masalah mereka 21 . Walaupun mirip, dua superhero yang dibahas di sini masih tetap berbeda karena Batman dan Madame X adalah bagian dari masyarakat yang ingin mereka selamatkan. Todd McGowan mengatakan dalam The Fictional Christopher Nolan bahwa genre film superhero menjadi populer karena kondisi kekecualian thestate of exception mulai mengemuka: “The superhero film has emerged as a popular genre when the problem of the state of exception has moved to the foreground historically” McGowan, 21 Will Wright dalam bukunya Sixguns and Society seperti dikutip oleh John Storey dalam buku Cultural Theory and Popular Culture menyebutkan 16 fungsi narasi film western. Di antaranya adalah: The hero is unknown to the society, The hero is revealed to have an exceptional ability, The society recognizes a difference between themselves and the hero; the hero is given a special status, The society does not completely accept the hero Storey, 2009: 116. 125 2012: 131. Konsep state of exceptionyang diambil dari teori Giorgio Agamben tersebut menjadi konteks kembalinya popularitas cerita superhero. Setelah dulu cerita superhero lahir dalam konteks era Depresi Besar di Amerika, permasalahan kontemporer yang ada setelah dekade 2000-an adalah pertanyaan tentang sejauh mana peran negara dan warganya ketika hukum konvensional tidak dirasa cukup untuk mengatasi masalah. Hukum yang tidak berjalan itu masih ditambah dengan sistem penegakan hukum yang sudah korup, termasuk orang-orang yang menjalankannya. Masalah yang problematis tersebut juga difiksionalisasikan dalam narasi film superhero. Superhero menjadi personifikasi seorang figur yang menjadi state of exception. Ketidakmampuan hukum mengatasi masalah mengakibatkan seseorang yang rela melampaui hukum demi menjaga hukum itu sendiri tetap berjalan baik. Dalam Batman Begins, The Dark Knight, dan Madame X, bila subjek tidak pernah terpanggil menjadi superhero, negara hanya akan gagal melindungi warganya, karena hukum juga menjadi pembatas tindakan mereka. Superhero menjadi jawaban atas kebuntuan masalah itu. Pembacaan superhero yang seperti itu menjadi pedang bermata dua. Narasi superhero dapat menjadi afirmasi pemerintah untuk merepresi warganya sebagai tindakanpre-emptive walaupun itu melanggar konstitusi, sebab hal itu masuk dalam kategori state of exception. Kekuasaan negara bisa menjadi tidak terbatas karena adanya state of exception. Di sisi lain, narasi superhero juga menawarkan alternatif bagi warga negara agar bisa mandiri dalam mengatasi masalah, tanpa harus menunggu campur tangan pemerintah. Contoh yang positif tentang masalah ini adalah tindakan warga Australia untuk melindungi warga Islam yang rentan diganggu isu Islamofobia di 126 negara itu 22 . Ketidakhadiran hukum ketika masalah itu muncul dapat diatasi dengan tindakan mandiri masyarakat. Akan tetapi, state of exception juga bisa menjadi negatif saat masyarakat menjadi vigilante yang kebablasan seperti diungkapkan di The Dark Knight. Batas superhero sebagai pahlawan atau penjahat menjadi kabur dan bisa diperdebatkan lebih jauh. Dinamika state of exception yang berasal dari pihak penguasa atau musuh dapat diamati dalam Batman Begins dan Madame X, khususnya dalam tindakan Ras alGhul dan Kanjeng Badai. Serangan Ras al Ghul adalah sesuatu yang menarik, karena seakan mengalihkan persoalan utama yang dialami Gotham. Bruce Wayne ingin menjadi Batman karena kotanya rusak atas kejahatan dan dia bermaksud membasmi kejahatan tersebut. Akan tetapi, di tengah jalan dia menemukan bahwa Gotham yang membusuk itu juga akibat perbuatan orang luar yang sengaja melakukannya agar Gotham yang sudah rusak itu hancur seluruhnya. Ini menjadi semacam eksternalisasi masalah yang sering dilakukan AS. AS sendiri banyak mengalami masalah di dalam negaranya atau bahkan yang menyebabkan masalah di luar, namun melakukan antagonisme pihak luar yang mengancam keberlangsungan negara, seperti orang Vietnam dan Rusia dalam First Blood dan Top Gun yang disebutkan oleh Douglas Kelner. Walaupun musuh digambarkan datang dari luar, namun penggambarannya dibuat kabur. Pertama, film tidak menjelaskan dari mana asalnya dan apa motivasinya menjadi League of Shadows. Liam Neeson yang memerankannya adalah aktor kulit 22 Gerakan itu dimulai setelah adanya simpatisan ISIS di Sydney yang menyandera orang-orang di sebuah kafe. Ketakutan akan adanya tindakan Islamofobia yang akan mengikuti kejadian itu justru dijawab dengan gerakan illridewithyou yang bersedia menemani orang Islam agar tidak diganggu: There were fears that Australian Muslims could become the targets of racially motivated retaliatory attacks.Instead Australian Twitter users offered to accompany Muslims wearing religious clothes on public transport as a gesture of solidarity under the hashtag illridewithyou.http:www.cnn.com20141215worldasiaaustralia-hostage-illridewithyou diakses pada 22 Desember 2014. 127 putih asal Irlandia. Latar belakang ras ini berbeda dengan versi komik yang menggambarkannya berasal dari Timur Tengah. Setting markas League of Shadows juga tidak dijelaskan berada di mana. Hanya ada indikasi bahwa lokasinya adalah di Cina, yang mungkin merepresentasikan Cina sebagai musuh potensial AS. League of Shadows digambarkan sebagai kelompok ninja dengan Ra’s al Ghul palsunya yang diperankan oleh aktor Ken Watanabe dari Jepang. Barangkali ada sedikit oposisi representasi antara Barat dan Timur di sini. Pengaburan latar belakang itu tidak hanya dapat dilihat dari indeks, tetapi juga dari posisi aktansial Ra’s al Ghul yang bergeser dari pengirim menjadi penolong, dan akhirnya menjadi musuh. Joker berbeda dengan Ras alGhul karena dia tidak datang dari luar, tetapi asalnya dikaburkan. Bisa jadi sama seperti Batman, dia adalah ungkapan ketidakpuasan terhadap hukum dan tatanan masyarakat, tetapi pada pihak penjahat. Peran Joker di The Dark Knight adalah menggarisbawahi ambivalensi Batman yang berjalan di antara hukum dan tindakan kriminal. Joker menggunakan teror agar orang-orang dapat melihat bahwa sesungguhnya usaha mereka mencapai tujuan tertentu, seperti stabilitas sosial, adalah tindakan sia-sia. Masyarakat dan bahkan Batman yang sudah melampaui hukum sekalipun tidak berdaya ketika menghadapi sosok seperti dirinya. Ini sekaligus menegaskan tema narasi superhero yang memperlihatkan kelemahan hukum dan keteraturan. Joker menyebut orang yang berusaha mencapai tujuan tertentu dengan istilah “schemer”, pengatur siasat. Joker menjelaskan ini pada Harvey Dent: “I don’t have a plan. The mob has plans, the cops have plans. You know what I am, Harvey? I’m a dog chasing cars. I wouldn’t know what to do if I caught one. I just do things. I’m a wrench in the gears. I hate plans. Yours, theirs, everyone’s. Maroni has plans. Gordon has plans. Schemers trying to control their worlds. I am not a schemer. I show schemers how pathetic their attempts to control things really are. So when I say that what 128 happened to you and your girlfriend wasn’t personal, you know I’m telling the truth” The Dark Knight. Dengan demikian ada paralelitas antara Joker dan Batman karena bekerja berdasarkan prinsip yang membebaskan mereka dari tuntutan tujuan. Prinsip Batman adalah melawan ketidakadilan dan prinsip Joker adalah membuat kekacauan chaos. Prinsip tersebut dipegang terus walaupun itu menyakiti mereka. Beberapa kali Joker digambarkan sebagai seseorang yang tidak takut mati: memanas-manasi Batman untuk menabraknya, tertawa-tawa ketika disiksa Batman dan ketika terjatuh dari ketinggian. Demikian pula dengan Batman yang tidak dapat menjalin hubungan dengan Rachel karena identitas gandanya, tidak mendapat pengakuan apapun dari tindakannya, dan bahkan dikutuk dianggap penjahat pada akhir film. Bisa disimpulkan dari ketiga film tersebut bahwa kedua film Batman menyejajarkan posisi subjek dan musuh, dan pengaburan nilai yang dipromosikan dari penggunaan ketakutan, sedangkan Madame X memperlihatkan logika biner yang lebih jelas, yaitu kelompok dominan Kanjeng Badai, Bogem, Partai Bangsa Bermoral vs kelompok yang tertindas Adam, waria, wanita tenaga kerja. Ketiga film tersebut mengkritik ketiadaan negara dan hukum ketika menghadapi bahaya di luar kewajaran terorisme dalam Batman Begins dan The Dark Knight, dan ekstremismefundamentalisme dalam Madame X sehingga memerlukan reaksi yang tidak kalah luar biasa juga dalam menghadapinya. Akan tetapi, ketiga film superhero itu juga memperlihatkan persoalan yang tidak mampu dihadapi sendiri oleh orang sipil, sekalipun orang sipil tersebut sangat kuat seperti superhero. 129

1.3 Penegakan Hukum