Kesimpulan Analisis Naratif ANALISIS NARATOLOGI ATAS BATMAN BEGINS, THE DARK KNIGHT,

116

4. Kesimpulan Analisis Naratif

Dari ketiga film superhero, dapat ditarik beberapa kesimpulan. Yang pertama, subjek gagal mendapatkan salah satu objek. Yang kedua, superhero adalah sosok yang memiliki kekuatan dan keahlian yang hebat, namun masih membutuhkan penolong untuk mencari objek.Yang ketiga, subjek superhero dan musuhnya mengalami keterpisahan dan ambivalensi.Hal ini dilihat dari indeks dan pergeseran posisi aktansial yang dialami tokoh musuh yang sebelumnya adalah pengirim, menjadi penolong, dan akhirnya menjadi musuh Batman Begins dan The Dark Knight. Berikutnya, sosok musuh dikaburkan latar belakang dan masa lalunya. Ada perkecualian di Madame X, masa lalu musuh menjadi jelas di akhir namun sebelum itu tidak diketahui. Kelima, sosok superhero dan musuhnya sama-sama muncul menggarisbawahi ketidakpuasan terhadap keadaan. Dalam Batman Begins dan The Dark Knight superhero dan musuh sama-sama diasosiasikan dengan ketakutan. Ketakutan ini digunakan sebagai kekuatan. Bila musuh menggunakannya untuk meneror, maka superhero menggunakannya untuk melawan musuh. Pembedaan baik dan buruk lebih sulit untuk dilihat karena hal itu. Ketakutan tidak hanya dimaksudkan harus dikalahkan oleh superhero, tetapi juga dikuasai untuk mengalahkan ketakutan yang digunakan musuh. Yang ketujuh, musuh adalah personifikasi teror yang tidak dapat diatasi dengan cara biasa dan mengancam keberlangsungan tatanan sosial dalam masyarakat. Musuh juga menekankan ketidakpastian dan ketakutan yang dialami masyarakat. Musuh memperlihatkan kelemahan dan keterbatasan hukum, dan mengkritik moralitas masyarakat.Ini terutama lebih dapat diamati pada tokoh Joker yang membongkar bahwa masyarakat yang memiliki tujuan kedamaian tertentu justru lebih mudah untuk digoyahkan. 117 Kemudian, superhero berasal dari trauma yang dapat diatasi. Tanpa trauma, seorang pahlawan akan gagal. Misalnya Harvey Dent di The Dark Knight.Yang terakhir, walau musuh berhasil dikalahkan dalam Batman Begins dan Madame X, namun tetap ada hal yang menyebabkan resolusi film berakhir dengan tidak sempurna dan masih menyisakan pertanyaan terhadap tindakan superhero.Bila dihat secara keseluruhan, narasi superhero berusaha membangun sifat antagonistik dalam diri musuh dalam bentuk ketakutan dan subjek berusaha untuk mengalahkan musuh yang menjadi penyebab terjadinya ketidakstabilan sosial. 118

BAB 4 PENGGAMBARAN IDEOLOGI MUSUH DALAM FILM SUPERHERO

Bab ini berusaha menguraikan ideologi yang terdapat dalam tiga film superhero berdasarkan narasinya yang telah dibahas pada bab sebelumnya. Setiap film memiliki ideologinya sendiri, entah itu definisi tentang baik dan buruk, siapa yang disebut teman dan lawan, tatanan yang sedang dibangun, dan lain-lain. Pembahasan dilakukan dengan mengaitkan narasi film yang dibahas pada bab tiga dengan konteks lahirnya film dan relevansinya pada masa maupun lokasi produksi film tersebut.

1. Film Supehero sebagai Medan Ideologis

Membaca ideologi dalam teks budaya media tidak cukup hanya melihat konteks sosial dan politisnya, tetapi juga harus memperhatikan relasi kekuasaan dalam bangunan internal teks itu sendiri. Struktur internal tersebut digunakan untuk melihat apakah bentuk budaya media itu mempromosikan kekuasaan kelompok yang dominan atau perlawanan terhadapnya. Langkah tersebut disebutkan oleh Douglas Kellner dalam buku Media Culture: Cultural Studies, Identity and Politics between the Modern and Postmodern: The forms of media culture are intensely political and ideological, and thus those who wish to discern how it embodies political positions and has political effects should learn to read media culture politically. This means not only reading media culture in a socio-political and economic context, but seeing how the internal constituents of its texts either encode relations of power and domination, serving to advance the interest of dominant groups at the expense of others, or oppose hegemonic ideologies, institutions, and practices or contain a contradictory mixture of forms that promote domination and resistance Kellner, 2003: 56.