80
E. LIKUIDITAS DAN SUMBER-SUMBER PERMODALAN
Secara historis, kebutuhan likuiditas Perseroan timbul dari kebutuhan untuk membiayai investasi dan pengeluaran barang modal sehubungan dengan perluasan bisnis telekomunikasi Perseroan. Bisnis
telekomunikasi Perseroan membutuhkan modal yang besar untuk membangun dan memperluas infrastruktur jaringan bergerak dan data dan untuk membiayai kegiatan usaha Perseroan, terutama
selama tahap pengembangan jaringan. Meskipun Perseroan memiliki banyak infrastruktur jaringan yang telah ada, Perseroan memperkirakan akan kembali melakukan pengeluaran barang modal khususnya
untuk pengembangan jaringan selular di daerah-daerah yang diperkirakan sebagai daerah yang tinggi pertumbuhannya, dan juga untuk meningkatkan kualitas dan cakupan jaringan yang telah ada.
Perseroan berkeyakinan kas dan setara kasnya Perseroan, arus kas dari kegiatan usaha Perseroan dan sumber-sumber pembiayaan yang tersedia saat ini, akan cukup untuk memenuhi kebutuhan dana yang
telah diantisipasi, termasuk kebutuhan dana untuk modal kerja dan pengeluaran barang modal yang telah direncanakan, di masa mendatang. Akan tetapi, apabila keadaan ekonomi dunia atau Indonesia
memburuk, persaingan yang atau produk pengganti timbul lebih cepat di luar perkiraan saat ini atau nilai mata uang Rupiah melemah secara tajam terhadap Dolar AS, maka arus kas bersih Perseroan yang
berasal dari kegiatan usaha dapat menurun dan jumlah pengeluaran barang modal yang dibutuhkan dalam mata uang Rupiah dapat meningkat, dimana salah satu di antaranya dapat memberikan dampak
negatif bagi likuiditas Perseroan.
Sampai dengan saat ini tidak ada kecenderungan yang dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan atau penurunan yang material terhadap likuiditas Perseroan.
Pada tanggal 31 Desember 2016, tidak terdapat fasilitas pinjaman yang belum digunakan.
1. Arus Kas Konsolidasian
Tabel di bawah ini menampilkan data historis arus kas Perseroan:
dalam jutaan Rupiah
Keterangan Tahun Yang Berakhir Pada Tanggal 31 Desember
2016 2015
2014
Diperoleh dari kegiatan usaha 9.751.515
8.706.671 7.348.789
Digunakan untuk kegiatan investasi 7.291.386
7.145.364 5.003.627
Digunakan untuk kegiatan pendanaan 4.251.347
1.527.076 1.057.422
Pengaruh perubahan kurs bersih dari kas dan setara kas 18.297
109.104 41.261
Kas Bersih yang Diperoleh dari Kegiatan Usaha
Kas bersih yang diperoleh dari kegiatan usaha adalah masing-masing sebesar Rp7.348,8 miliar, Rp8.706,7 miliar dan Rp9.751,5 miliar untuk tahun 2014, 2015 dan 2016. Pada tahun 2016, kas
bersih yang diperoleh dari kegiatan usaha meningkat terutama dikarenakan peningkatan penerimaan kas dari pelanggan dan penurunan pembayaran biaya keuangan dan karyawan. Walaupun terdapat
juga kenaikan pembayaran kepada regulator, operator lain, pemasok dan lain-lain, pembayaran untuk penyelesaian kontrak forward serta penurunan penerimaan penghasilan bunga Bank.
Kas Bersih yang Digunakan untuk Kegiatan Investasi
Kas bersih yang digunakan untuk kegiatan investasi adalah masing-masing sebesar Rp5.003,6 miliar, Rp7.145,4 miliar dan Rp7.291,4 miliar untuk tahun 2014, 2015, dan 2016. Kas bersih yang digunakan
untuk kegiatan investasi untuk tahun 2014, 2015 dan 2016 terutama untuk perolehan aset tetap, mencapai total masing-masing sebesar Rp6.432,1 miliar, Rp7.344,8 miliar, dan Rp7.207,5 miliar,
seiring dengan dilakukannya perluasan cakupan dan kapasitas jaringan Perseroan serta modernisasi perangkat jaringan Perseroan selama tahun-tahun tersebut. Aset tetap yang dibeli terutama meliputi
peralatan teknis seluler, peralatan transmisi dan cross-connection, peralatan teknologi informasi, sarana penunjang bangunan dan partisi dan lain-lain.
81
Kas Bersih yang Digunakan untuk Kegiatan Pendanaan
Kas bersih yang digunakan untuk kegiatan pendanaan adalah masing-masing sebesar Rp1.057,4 miliar, Rp1.527,1 miliar, dan Rp4.251,4 miliar pada tahun 2014, 2015 dan 2016. Kas bersih yang digunakan
untuk kegiatan pendanaan pada tahun 2015 terutama berkaitan dengan pembayaran kembali surat utang, diimbangi dengan tambahan pinjaman dari surat utang.
2. Utang Pokok
Tabel di bawah ini menunjukkan jumlah pokok utang jangka panjang setelah dikurang biaya transaksi yang belum diamortisasi yang belum dibayar pada tanggal 31 Desember 2014, 2015 dan 2016:
dalam jutaan Rupiah
Keterangan Tanggal 31 Desember
2016 2015
2014
Utang jangka pendek 399.390
1.449.022 849.448
Utang jangka panjang 2.273.616
6.369.885 3.727.118
Utang Obligasi 9.060.534
9.282.161 6.962.080
Sukuk 1.014.985
954.586 660.405
Bagian jangka pendek dari utang jangka panjang 3.795.600
4.240.746 2.613.500
Bagian jangka pendek dari utang obligasi 3.391.286
1.152.791 8.333.611
Bagian jangka pendek dari utang sukuk 225.804
226.810 -
Penurunan pada utang jangka pendek biaya transaksi hutang yang belum diamortisasi– bersih menjadi Rp399,4 miliar per 31 Desember 2016 dari Rp1.499,0 miliar per 31 Desember 2015 terutama
disebabkan oleh pelunasan fasilitas kredit dari Bank BNI. Peningkatan jatuh tempo hutang obligasi setelah dikurangi biaya transaksi yang belum diamortisasi menjadi Rp3.391,3 miliar per 31 Desember
2016 dari Rp1.152,8 miliar adalah disebabkan karena peningkatan pembayaran pokok utang obligasi. Penurunan atas pinjaman utang setelah dikurangi biaya transaksi yang belum diamortisasi menjadi
Rp2.273,6 miliar per 31 Desember 2015 dari Rp6.369,9 miliar adalah disebabkan oleh pembayaran untuk tahun yang berakhir pada 31 Desember 2016, sebesar USD202.051 terkait fasilitas kredit dari
HSBC France, Commercial, SEK Sweden, BTMU, Mizuho dan DBS dan Rp4.350 miliar terkait fasilitas kredit dari BCA, BSMI, IIF-SMI, Citibank dan BTMU.
Karena sebagian kewajiban Perseroan dalam mata uang Dolar AS, Perseroan terkena imbas luktuasi nilai tukar rupiah terhadap Dolar AS Depresiasi rupiah dan peningkatan ketidakstabilan nilai tukar
mata uang asing menghadapkan Perseroan terhadap penyesuaian akuntansi jangka pendek yang mempengaruhi rasio keuangan Perseroan. Untuk membantu menangani efek luktuasi mata uang
pada tahun 2009, Perseroan mengubah kesepakatan rasio utang terhadap ekuitas dalam semua instrumen dan perjanjian utang Perseroan yang berlaku untuk meningkatkan rasio dari 1,75 menjadi
2,50, untuk memberikan Perseroan “ruang” tambahan dalam hal terjadinya pergerakan nilai tukar mata uang asing yang merugikan. Perseroan juga mengubah ketentuan rasio hutang terhadap ekuitas untuk
mencerminkan secara lebih baik efek kebijakan lindung nilai pada rasio ini dan mengubah deinisi “Utang” dan “Ekuitas” dalam instrumen dan perjanjian utang tersebut untuk memberikan ruang tambahan dalam
butir-butir tersebut.
Sebagai bagian dari perubahan yang disetujui pada tahun 2009, Perseroan mendapatkan persetujuan untuk mengubah deinisi dalam beberapa instrumen dan perjanjian hutang Perseroan yaitu: i
mengecualikan hal-hal non-kas, termasuk laba atau rugi kurs valuta asing, dari deinisi “EBITDA”; ii mengecualikan utang pengadaan yang dikenakan bunga dari deinisi “Utang” kecuali apabila jatuh
temponya lebih dari enam bulan dari tanggal tagihan invoice; dan iii memasukkan dalam deinisi “Ekuitas” a hak minoritas, untuk entitas yang utangnya 100 terkonsolidasi oleh Perseroan, dan b
pinjaman subordinasi pemegang saham.
Walaupun Perseroan yakin bahwa perubahan-perubahan tersebut akan memberikan Perseroan ruangan yang cukup dalam hal terjadi ketidakstabilan antara nilai tukar Dolar AS terhadap rupiah,
Perseroan tidak dapat memastikan bahwa ketidakstabilan yang lebih besardan lebih lanjut daripada yang terjadi pada 12 bulan terakhir tidak akan terjadi, yang dapat mengakibatkan Perseroan melanggar
ketentuan keuangan Perseroan.
82 Per tanggal 31 Desember 2016, Perseroan memiliki fasilitas pinjaman yang bisa ditarik dari waktu ke
waktu sampai berakhirnya jangka waktu fasilitas adalah Rp1.880,0 miliar dan US150,0 juta, yang terdiri dari sebagai berikut:
a. Rp500,0 miliar berdasarkan fasilitas kredit revolving tanpa jaminan dari PT Bank Central Asia, Tbk
“BCA”; b. Rp350,0 miliar berdasarkan fasilitas kredit revolving tanpa jaminan dari PT Bank BNP Paribas
Indonesia “BNPP”; c. Rp100,0 miliar berdasarkan fasilitas kredit revolving tanpa jaminan dari PT Sarana Multi Infrastruktur
“SMI”; d. Rp330,0 miliar berdasarkan fasilitas kredit revolving tanpa jaminan dari Citibank, N.A., Indonesia
“Citibank”; e. Rp600,0 miliar berdasarkan fasilitas kredit revolving tanpa jaminan dari PT Bank CIMB Niaga, Tbk
“CIMB Niaga”; f.
US100,0 juta berdasarkan fasilitas kredit revolving tanpa jaminan dari Hongkong and Shanghai Banking Corporation Limited, Cabang Jakarta “HSBC Jakarta”;
g. US50,0 miliar berdasarkan fasilitas kredit revolving tanpa jaminan dari DBS Bank Ltd. “DBS”. Per tanggal 31 Desember 2016, kebutuhan pinjaman yang harus dibayar adalah Rp5.942.000 juta dan
US139,8 juta pada tahun 2017, Rp2.560.050 juta dan US20,1 juta pada tahun 2018, Rp3.624.000 dan US 20,1 juta pada tahun 2019, Rp952.000 juta pada tahun 2020, dan Rp4.714.000 juta sejak
tahun 2021 dan seterusnya.
Kecenderungan bisnis telekomunikasi membutuhkan modernisasi infrastruktur secara berkesinambungan yang menyebabkan Perseroan tidak memiliki kebutuhan pinjaman musiman.
Bahasan mengenai jumlah pinjaman yang masih terutang telah diungkapkan secara detil di Bab Pernyataan Utang.
3. Praktik Pembayaran Dividen
Pemegang saham Perseroan menentukan pembayaran dividen pada Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan berdasarkan rekomendasi Direksi. Perseroan tidak membagi dividen pada Rapat Umum
Pemegang Saham Tahunan 2014 dan 2015 karena Perseroan mengalami rugi bersih. Perseroan tidak dapat menjamin bahwa Perseroan akan membayar dividen untuk setiap tahun buku. Keputusan Direksi
untuk memberikan rekomendasi untuk membayar dividen bergantung pada sejumlah faktor termasuk, antara lain, laba bersih Perseroan, kinerja keuangan Perseroan dan peraturan dan perundang-undangan
yang berlaku.
4. Sumber-sumber Pendanaan
Perseroan percaya bahwa arus kas dari kegiatan operasional dan penarikan dari fasilitas kredit Perseroan, serta sebagian dari hasil pelepasan kepemilikan saham Perseroan dalam TBIG pada tahun
2014, akan menyediakan dana yang memadai untuk pembelanjaan barang modal, pembayaran utang dan kewajiban bunga di masa mendatang yang diantisipasi serta kebutuhan operasional lainnya yang
diperlukan untuk rencana bisnis Perseroan saat ini. Namun, Perseroan menghadapi risiko likuiditas apabila terjadi peristiwa-peristiwa tertentu, termasuk namun tidak terbatas pada, lambatnya pertumbuhan
perekonomian Indonesia dari tingkat pertumbuhan yang Perseroan harapkan, turunnya peringkat utang Perseroan atau melemahnya kinerja keuangan atau rasio keuangan Perseroan.
Apabila Perseroan tidak dapat membiayai pengeluaran modal kerja dan barang modal yang direncanakan dari arus kas internal Perseroan, Perseroan akan berupaya memperoleh sumber pembiayaan eksternal
lainnya. Kemampuan Perseroan untuk dapat memperoleh utang pembiayaan tambahan tergantung pada beberapa ketentuan yang diatur pada perjanjian utang Perseroan yang telah ada. Perseroan tidak
dapat memberikan kepastian kepada anda bahwa Perseroan akan dapat memperoleh pembiayaan dengan ketentuan yang sesuai termasuk pembiayaan dari pihak pemasok vendor atau pihak ketiga
lainnya untuk membiayai pengeluaran modal kerja dan barang modal yang telah direncanakan oleh Perseroan. Apabila Perseroan tidak dapat mencari sumber pembiayaan eksternal tambahan, maka
83 Perseroan dapat memutuskan untuk menurunkan jumlah pengeluaran barang modal yang telah
direncanakan dan melakukan penyesuaian modal kerja. Penurunan jumlah pengeluaran barang modal dan penyesuaian modal kerja yang direncanakan tersebut dapat memberikan dampak negatif bagi
kinerja operasional dan kondisi keuangan Perseroan.
F. PENGELUARAN BARANG MODAL