Ketimpangan Regional Tingkat Kemiskinan

PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021 BAB II |GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH 88 2.2.1.5. Ketimpangan Kemakmuran dan Pemerataan Pendapatan Proses distribusi perlu dicermati mengingat kegagalan proses ini akan berdampak pada gejolak sosial karena ketimpangan tersebut akan direspon sebagai ketidakadilan pada masyarakat golongan bawah. Untuk melihat ketimpanganpemerataan pendapatan penduduk, salah satu indikator yang sering dipakai adalah koefisien gini. Nilai koefisien ini berkisar antara 0nol hingga 1satu. Semakin mendekati angka nol maka dikatakan tingkat ketimpangan pendapatan penduduk makin merata atau sebaliknya. Koefisien gini penduduk Sulawesi Utara Tahun 2005-2010 terlihat pada Tabel 2.25. Tabel 2.33. Koefisien Gini Provinsi Sulawesi Utara, 2011-2015 Koefisien Gini 2011 2012 2013 2014 2015 Perkotaan 0,320 0, 470 0,475 0,452 0,295 Perdesaan 0,285 0,375 0,385 0,366 0,281 Perkotaan + Perdesaan 0,39 0,43 0,446 0,436 0,296 Sumber: Badan Pusat Statistik Sulawesi Utara, 2015. Berdasarkan Tabel 2.25 koefisien gini Sulawesi Utara dari Tahun 2011-2015 berada pada kisaran angka 0,39 0,43. Hal ini memperlihatkan bahwa tingkat ketimpangan pendapatan penduduk berfluktuatif di rentang angka indeks yang tidak jauh. Tahun 2013 sedikit mengalami peningkatan ketimpangan pendapatan yang berada pada angka 0,446. Selanjutnya Tahun 2014 angka indeks ini mengalami sedikit perbaikan kembali pada angka 0,436 dan selanjutnya menurun menjadi 0,296 pada tahun 2015..

2.2.1.6. Ketimpangan Regional Tingkat

pemerataanketimpangan antara kabupatenkota menggunakan nilai Indeks Wiliamson IW. Nilai Indeks Wiliamson berkisar antara 0 nol hingga 1 satu. Semakin mendekati angka satu artinya distribusi antar kabupatenkota semakin tidak meratasemakin timpang atau sebaliknya. Tabel 2.34. Indeks Williamson Provinsi Sulawesi Utara, 2011-2015 Tahun 2011 2012 2013 2014 2015 Indeks Williamson 0.52 0.53 0.55 0.57 0.59 Sumber: Bappeda Sulawesi Utara, 2015. Berdasarkan Tabel 2.13 tampak bahwa nilai indeks Williamson berkisar pada angka indeks sebesar 0,59. Hal ini memperlihatkan bahwa ketimpangan antar daerah di Sulawesi Utara cukup tinggi. Tahun 2011 angka indeks menunjukkan 0,52 dan Tahun 2012 naik menjadi 0,53, di Tahun 2013 meningkat menjadi 0,55. Selanjutnya pada Tahun 2014 juga meningkat menjadi 0,57 dan Tahun 2015 terus mengalami peningkatan menjadi 0,59. Secara keseluruhan PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021 BAB II |GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH 89 selama periode Tahun 2011-2015 terlihat indeks Williamson meningkat secara perlahan sehingga dapat dikatakan bahwa ketimpangan antar daerah juga cenderung semakin membesar tiap tahunnya. Hal ini perlu diperhatikan agar pembangunan antar daerah perlu disinergikan, sehingga dapat menekan dan mengurangi ketimpangan antar daerah di masa yang akan datang.

2.2.1.7. Kemiskinan

Kemiskinan merupakan masalah yang terjadi pada seluruh negara yang tidak pernah dapat diselesaikan secara tuntas, khususnya pada negara-negara berkembang. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang senantiasa dihadapkan dengan peliknya masalah kemiskinan. Permasalahan kemiskinan menjadi prioritas utama pemerintah dalam menjalankan program-programnya. Meskipun pemerintah telah banyak menggulirkan berbagai program yang menitik-beratkan pada pengentasan kemiskinan, masih ada program- program pemerintah yang dianggap masih belum tepat sasaran dan bahkan belum berhasil dalam menuntaskan kemiskinan. Hal ini disebabkan program tersebut belum menyentuh masalah mendasar yang terjadi pada masyarakat sehingga hasilnya belum efektif, berjangka pendek dan parsial. Tingkat Kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara pada September 2014 ini secara year to year September 2013 ke September 2014 mengalami penurunan, demikian juga jika dibandingkan dengan Maret 2014 tingkat Kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara juga mengalami penurunan. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional Susenas September 2014 diketahui bahwa tingkat kemiskinan Sulawesi Utara pada September 2014 sebesar 8,26 persen atau sebanyak 197,56 ribu jiwa. Sementara data September 2013 menunjukan tingkat kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara sebesar 8,50 persen atau 201,09 ribu jiwa, sedangkan data Maret 2014 menunjukan tingkat Kemiskinan Sulawesi Utara sebesar 8,75 persen atau 208,23 ribu jiwa. Dengan kata lain jika dibandingkan dengan September 2013 persentase penduduk miskin berkurang 0,24 persen atau secara absolut telah terjadi penurunan jumlah penduduk miskin sekitar 3,53 ribu jiwa dan jika dibandingkan dengan Maret 2014 presentase penduduk miskin berkurang 0,49 persen atau secara absolut telah terjadi penurunan jumlah penduduk miskin sekitar 10,7 ribu jiwa. PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021 BAB II |GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH 90 Sumber : Sulut Dalam Angka 2014 Pada Periode September 2011 September 2014 tingkat kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara selalu di bawah angka nasional. Secara tren pada periode September 2012 Maret 2014 menunjukkan kenaikan angka kemiskinan di Provinsi Sulawesi Utara tetapi dengan angka kenaikan yang relatif kecil. Data September 2014 menunjukkan tingkat kemiskinan secara nasional sebesar 10,96 persen atau setara dengan 27.727,78 ribu jiwa. Tingkat kemiskinan dihitung berdasarkan proporsi jumlah penduduk yang pengeluaran perkapitanya dibawah garis kemiskinan terhadap total populasi di suatu wilayah. Secara umum dari tahun ke tahun tingkat kemiskinan Sulawesi Utara selalu berada dibawah angka nasional. Namun demikian angka tersebut menunjukan kecenderungan untuk meningkat terutama pada periode 2012-2013 yang meningkat dari 7,64 persen menjadi 8,50 persen. Jumlah penduduk miskin Sulawesi Utara pada tahun 2011 berkisar 194,9 ribu jiwa, sempat menurun pada tahun 2012 namun kemudian meningkat pada tahun 2013 menjadi 200,16 ribu jiwa. Grafi 2.3. Presentase Penduduk Miskin Sulawesi Utara dan Indonesia Tahun 2011-2014 8.46 8.18 7.63 7.88 8.5 8.75 8.26 12.36 11.96 11.66 11.36 11.46 11.25 10.95 2 4 6 8 10 12 14 Sept11 Maret12 Sept12 Maret13 Sept13 Maret14 Sept14 Sulut I ndonesia PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021 BAB II |GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH 91 Daerah Tahun Jumlah Penduduk Miskin 000 Persentase Perkotaan September 2013 65,36 6,12 Maret 2014 59,18 5,51 September 2014 60,08 5,57 Perdesaan September 2013 135,73 10,45 Maret 2014 149,05 11,41 September 2014 137,48 10,47 Sulawesi Utara September 2013 201,09 8,5 Maret 2014 208,23 8,75 September 2014 197,56 8,26 Sumber : Berita Resmi Statitik 2014 Penduduk miskin di Sulawesi Utara masih didominasi penduduk di daerah pedesaan. Dari 197,56 ribu jiwa penduduk miskin pada September 2014, sebanyak 137,48 ribu jiwa tinggal di daerah perdesaan, dan di perkotaan hanya 60,08 ribu jiwa. Jumlah itu juga memberi arti bahwa di perkotaan tingkat kemiskinan sebesar 5,57 persen sedangkan di perdesaan 10,47 persen. Tingkat kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara pada Periode Maret September 2014, terjadi kenaikan di daerah urban perkotaan sebesar 0,06 persen atau absolut jumlah penduduk miskin naik sebanyak 0,9 ribu jiwa, sedangkan di daerah rural perdesaan mengalami penurunan sebesar 0,94 persen atau secara absolut jumlah penduduk miskin turun sebanyak 11,6 ribu jiwa. Di tahun 2014 daerah pedesaan masih menjadi kantong kemiskinan Sulawesi Utara. Dari 197,56 ribu penduduk miskin Sulawesi Utara, 137.48 ribu jiwa diantaranya berada di perdesaan. Tingkat perdesaan semakin menegaskan bahwa kemiskinan masih merupakan masalah yang serius di daerah perdesaan Sulawesi Utara. Tabel.2.35 Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin Provinsi Sulawesi Utara Tahun 000 PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021 BAB II |GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH 92 Grafik 2.4. Jumlah Penduduk Miskin menurut daerah 000 jiwa, 2011-2014 Sumber : Sulut Dalam Angka 2014 KabupatenKota 2012 2013 2014 Jlh Jlh Jlh Bolaang Mongondow 18,6 8,60 16,9 7,68 20,2 8,91 Minahasa 24,9 7,93 22,8 7,16 28,5 8,81 Kepulauan Sangihe 14,9 11,69 13,6 10,66 15,7 12,19 Kepulauan Talaud 8,9 10,05 7,7 9,06 9 10,27 Minahasa Selatan 18,8 9,48 17,1 8,61 20,4 10,08 Minahasa Utara 14,1 7,38 12,8 6,69 15,7 8,02 Bolaang Mongondow Utara 6,4 8,98 5,8 8,81 7,2 9,61 Kepulauan Sitaro 6,7 10,38 6,1 9,48 7,4 11,36 Minahasa Tenggara 15,8 15,35 14,6 14,24 16,6 16,1 Bolaang Mongondow Selatan 9,6 16,57 8,7 15,07 9,2 15,28 Bolaang Mongondow Timur 4,5 6,93 4,1 6,2 4,6 6,92 Manado 22,4 5,40 20,4 4,91 20,5 4,88 Bitung 16,1 8,46 14,7 7,45 12,9 6,45 Tomohon 6,1 6,56 5,6 5,82 6,4 6,57 Kotamobagu 7,2 6,64 6,6 5,85 6,9 5,98 Sumber : BPS Sulut, 2015. Terdapat 9 kabupatenkota di Sulawesi Utara yang mempunyai tingkat kemiskinan provinsi Sulawesi Utara 8,50 persen dengan angka tertinggi adalah Minahasa Tenggara sebesar 16,10 persen. Enam kabupatenkota lainnya tingkat kemiskinannya lebih rendah daripada tingkat kemiskinan provinsi dengan angka terendah Kota Manado sebesar 4,88 persen. Untuk tahun-tahun sebelumnya Tabel. 2.36. Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin menurut KabupatenKota di Sulawesi Utara 2011-2014 000 2011 2012 2013 2014 117.65 110.7 135.1 137.48 77.25 66.8 65.36 60.08 Perdesaan Perkotaan PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021 BAB II |GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH 93 Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan merupakan Daerah dengan penduduk miskin terbanyak di Sulawesi Utara. Sumber : Sulut Dalam Angka 2014 Tingkat Kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara pada September 2014 secara nasional berada di peringkat kedua puluh satu terendah, namun di wilayah Pulau Sulawesi, Provinsi Sulawesi Utara berada di urutan terendah. Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan. Sulawesi Utara, Garis Kemiskinan naik sebesar Rp.5.412 atau 2,07 persen yaitu dari Rp. 261.117 per kapita per bulan pada maret 2014 menjadi Rp. 266.538 per kapita per bulan September 2014. Sulawesi Utara Garis Kemiskinan RpKapitaBln Jumlah Penduduk Miskin 000 Persentase Penduduk Miskin Makanan Non Makanan Total September 2013 194.294 55.954 250.249 201,09 8,5 Maret 2014 202.569 58.547 261.117 208,23 8,75 September 2014 206.820 59.708 266.528 197,56 8,26 Sumber : Berita Resmi Statitik 2014 Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan GK, yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan GKM dan Garis Kemiskinan Non Makanan GKNM, terlihat bahwa peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Pada bulan Maret 2014, sumbangan GKM terhadap Grafik 2.5. . Perbandingan Persentase Penduduk Miskin di Wilayah Pulau Sulawesi, September 2014 Tabel.2. 37. Garis Kemiskinan, Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin Menurut Daerah di Sulawesi Utara, Maret September 2014 2 4 6 8 10 12 14 16 18 Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat Sulawesi Selatan Sulawesi Utara 17.41 13.61 12.77 12.05 9.54 8.26 PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021 BAB II |GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH 94 GK sebesar 77,58 persen, sedangkan pada bulan September 2014, peranannya mengalami sedikit kenaikan 77,60 persen. Persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah Tingkat Kedalaman Kemiskinan Poverty Gap dan Keparahan Kemiskinan Poverty Severty. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan penanggulangan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman kemiskinan dan keparahan kemiskinan. Indeks Kedalaman Kemiskinan P Sulawesi Utara September 2013 1,155 Maret 2014 1,205 September 2014 1,279 Indeks Keparahan Kemiskinan P Sulawesi Utara September 2013 0,281 Maret 2014 0,257 September 2014 0,299 Sumber : Berita Resmi Statitik 2014 Pada Periode Maret September 2014, Indeks Kedalaman Kemiskinan P dan Indeks Keparahan Kemiskinan P mengalami sedikit kenaikan dengan angka yang tidak signifikan. Nilai Indeks P menunjukan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai Indeks, semakin besar rata-rata kesenjangan terhadap garis kemiskinan. Indeks ini digunakan sebagai dasar perhitungan beberapa subsidi yang diperlukan untuk mengentaskan penduduk miskin. Sementara itu nilai Indeks P menunjukkan ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin tinggi Nilai Indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin. Dengan naiknya indeks P yang tidak begitu signifikan selama periode Maret September 2014 mengindikasikan bahwa rata-rata jarak kedalaman kemampuan konsumsi penduduk miskin terhadap garis kemiskinan relatif tetap dibandingkan periode yang lalu. Sedangkan kenaikan P menunjukkan bahwa besarnya variasi pengeluaran konsumsi penduduk miskin semakin membesar. Perkembangan kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara dari Maret 2015 ke September 2015 mengalami kenaikan. Hal yang Tabel.2.38. Kondisi Indek Kedalaman Kemiskinan P dan kondisi Indeks Keparahan Kemiskinan P tahun 2013-2014 PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021 BAB II |GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH 95 sama juga terlihat ketika membandingkan secara year to year September 2014 ke September 2015 bahwa tingkat kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara juga mengalami kenaikan. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional Susenas September 2015 diketahui bahwa tingkat kemiskinan Sulawesi Utara pada September 2015 sebesar 8,98 persen atau sebanyak 217,15 ribu jiwa lihat Tabel 1. Sementara data Maret 2015 tingkat kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara tercatat sebesar 8,65 persen atau 208,54 ribu jiwa, sedangkan data September 2014 tingkat kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara tercatat sebesar 8,26 persen atau 197,56 ribu jiwa. Dengan kata lain tingkat kemiskinan September 2015 dibandingkan dengan Maret 2015 naik 0,33 persen dan secara absolut jumlah penduduk miskin naik sekitar 8,61 ribu jiwa dan jika dibandingkan dengan September 2014 persentase penduduk miskin naik 0,72 persen sedangkan secara absolut jumlah penduduk miskin naik sekitar 19,59 ribu jiwa. Tabel 2.39. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Perkotaan dan Perdesaan Provinsi Sulawesi Utara, September 2014 - September 2015 Daerah Tahun Jumlah Penduduk Miskin 000 Persentase Perkotaan September 2014 60,0 8 5,57 Maret 2015 60,7 1 5,52 September 2015 58,0 5,26 Perdesaan September 2014 137,4 8 10,47 Maret 2015 147,8 3 11,27 September 2015 159,1 4 12,10 Perkotaan + Perdesaan September 2014 197,5 6 8,26 Maret 2015 208,5 4 8,65 September 2015 217,1 5 8,98 Kenaikan tingkat kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara pada September 2015 diakibatkan oleh adanya musim kemarau yang berkepanjangan yang terjadi sejak triwulan II tahun 2015. Musim kemarau ini juga dirasakan tidak hanya di Sulawesi Utara tetapi juga dibanyak provinsi di Indonesia. Penyimpangan perubahan iklim yang dinamakan Elnino menyebabkan suhu di laut menjadi dingin sehingga sangat sulit untuk membentuk awan-awan hujan dan akhirnya banyak wilayah di Indonesia tidak mengalami turun hujan. Hal ini mengakibatkan banyak tanaman pangan dan perkebunan mengalami kekeringan, mati bahkan gagal panen. Di samping itu cuaca ekstrim juga terjadi di Sulawesi Utara pada periode PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021 BAB II |GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH 96 Juli-September 2015. Peringatan dilarang melaut kepada nelayan pernah dikeluarkan oleh BMKG yang juga berimbas kepada pelayaran yang menuju ke wilayah kepulauan. Terhambatnya pelayaran barang dan penumpang menuju kepulauan mengakibatkan terganggunya pergerakan ekonomi di wilayah kepulauan. Penduduk miskin di Sulawesi Utara masih didominasi penduduk di daerah perdesaan. Dari 217,15 ribu jiwa penduduk miskin pada September 2015, sebanyak 159,14 ribu jiwa tinggal di daerah perdesaan, sementara di perkotaan hanya 58,00 ribu jiwa. Jumlah itu juga memberi arti bahwa di perkotaan tingkat kemiskinan sebesar 5,26 persen sedangkan di perdesaan 12,10 persen. Terjadi penurunan tingkat kemiskinan pada periode Maret 2015 - September 2015 di daerah urban perkotaan yaitu sebesar 0,26 persen dan secara absolut jumlah penduduk miskin turun sebanyak 2,71 ribu jiwa. Sementara daerah rural perdesaan terjadi kenaikan tingkat kemiskinan sebesar 0,83 persen atau secara absolut jumlah penduduk miskin naik sebanyak 11,31 ribu jiwa. Kenaikan tingkat kemiskinan di daerah perdesaan dimungkinkan disebabkan oleh musim panas yang berkepanjangan yang menyebabkan banyak petani tanaman pangan dan perkebunan mengalami kerugian akibat ribuan tanaman muda baru ditanam mati padahal petani telah mengeluarkan banyak biaya untuk mengadakan bibit dan pemeliharaan tanaman tersebut. Bahkan juga ada tanaman yang gagal panen karena mati kekeringan dan kebakaran sehingga berimplikasi pada kerugian petani secara material Berita Kawanua, Okt 2015. Para pekerjaburuh tani juga mungkin dirugikan dengan kejadian ini karena banyak yang tidak bekerja selama periode panen. Ini terjadi di beberapa wilayah di Sulawesi Utara, beberapa daerah yang cukup parah yaitu wilayah Kabupaten Minahasa dan Minahasa Selatan. Sementara di perkotaan sebaliknya mengalami penurunan tingkat kemiskinan karena tidak terlalu merasakan pengaruh dari kekeringan tanaman. Walaupun terjadi inflasi atau kenaikan harga barang- barang akan tetapi penduduk perkotaan masih bisa mempertahankan daya belinya karena terjadi perbaikan atau peningkatan pendapatan. Begitu pula dengan ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskinnya. Hal ini menunjukkan program penanggulangan kemiskinan daerah yang ada belum mampu secara signifikan menurunkan angka indeks ini sehingga perlu adanya perbaikan kebijakan. Disadari bahwa kebijakan berkelanjutan sangat diperlukan untuk mengurangi angka kemiskinan, melalui pendekatan dari sisi keluarga miskin dengan pemetaan sosial social mapping. Pemetaan dilakukan di wilayah pemerintahan yang paling rendah minimal di tingkat kecamatan, sehingga akan mendapatkan data riil keadaan keluarga miskin. Informasi yang diperoleh menjadi dasar penentuan program-program penanggulangan kemiskinan. PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021 BAB II |GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH 97 2.2.2. Fokus Kesejahteraan Sosial 2.2.2.1. Indeks Pembangunan Manusia Indeks Pembangunan Manusia IPM mengukur capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. Sebagai ukuran kualitas hidup, IPM dibangun melalui pendekatan tiga dimensi dasar. Dimensi tersebut mencakup umur panjang dan sehat; pengetahuan, dan kehidupan yang layak. Ketiga dimensi tersebut memiliki pengertian sangat luas karena terkait banyak faktor. Tabel 2.40. IPM Provinsi Sulawesi Utara dibandingkan dengan provinsi lainnya di Indonesia, 2015 Provinsi IPM 2010 2011 2012 2013 2014 ACEH 67,09 67,45 67,81 68,30 68,81 SUMATERA UTARA 67,09 67,34 67,74 68,36 68,87 SUMATERA BARAT 67,25 67,81 68,36 68,91 69,36 RIAU 68,65 68,90 69,15 69,91 70,33 JAMBI 65,39 66,14 66,94 67,76 68,24 SUMATERA SELATAN 64,44 65,12 65,79 66,16 66,75 BENGKULU 65,35 65,96 66,61 67,50 68,06 LAMPUNG 63,71 64,20 64,87 65,73 66,42 KEP. BANGKA BELITUNG 66,02 66,59 67,21 67,92 68,27 KEPULAUAN RIAU 71,13 71,61 72,36 73,02 73,40 DKI JAKARTA 76,31 76,98 77,53 78,08 78,39 JAWA BARAT 66,15 66,67 67,32 68,25 68,80 JAWA TENGAH 66,08 66,64 67,21 68,02 68,78 D I YOGYAKARTA 75,37 75,93 76,15 76,44 76,81 JAWA TIMUR 65,36 66,06 66,74 67,55 68,14 BANTEN 67,54 68,22 68,92 69,47 69,89 BALI 70,10 70,87 71,62 72,09 72,48 NTB 61,16 62,14 62,98 63,76 64,31 NTT 59,21 60,24 60,81 61,68 62,26 KALIMANTAN BARAT 61,97 62,35 63,41 64,30 64,89 KALIMANTAN TENGAH 65,96 66,38 66,66 67,41 67,77 KALIMANTAN SELATAN 65,20 65,89 66,68 67,17 67,63 KALIMANTAN TIMUR 71,31 72,02 72,62 73,21 73,82 KALIMANTAN UTARA 67,99 68,64 SULAWESI UTARA 67,83 68,31 69,04 69,49 69,96 SULAWESI TENGAH 63,29 64,27 65,00 65,79 66,43 SULAWESI SELATAN 66,00 66,65 67,26 67,92 68,49 SULAWESI TENGGARA 65,99 66,52 67,07 67,55 68,07 GORONTALO 62,65 63,48 64,16 64,70 65,17 SULAWESI BARAT 59,74 60,63 61,01 61,53 62,24 MALUKU 64,27 64,75 65,43 66,09 66,74 MALUKU UTARA 62,79 63,19 63,93 64,78 65,18 PAPUA BARAT 59,60 59,90 60,30 60,91 61,28 PAPUA 54,45 55,01 55,55 56,25 56,75 INDONESIA 66,53 67,09 67,70 68,31 68,90 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Utara, 2015. PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021 BAB II |GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH 98 Untuk mengukur dimensi kesehatan, digunakan angka harapan hidup waktu lahir. Selanjutnya untuk mengukur dimensi pengetahuan digunakan gabungan indikator angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Tabel 2.41. Komoditi Kebutuhan Pokok sebagai Dasar Penghitungan Daya Beli PPP Komoditi Unit Komoditi Unit 1. Beras Lokal Kg 15. Pepaya Kg 2. Tepung terigu Kg 16. Kelapa Butir 3. Singkong Kg 17. Gula Ons 4. TunaCakalang Kg 18. Kopi Ons 5. Teri Ons 19. Garam Ons 6. Daging sapi Kg 20. Merica Ons 7. Ayam Kg 21. Mie instan 80 Gram 8. Telur Butir 22. Rokok Kretek 10 batang 9. Susu kental manis 397 Gram 23. Listrik Kwh 10. Bayam Kg 24. Air minum M3 11. Kacang panjang Kg 25. Bensin Liter 12. Kacang tanah Kg 26. Minyak tanah Liter 13. Tempe Kg 27. Sewa rumah Unit 14. Jeruk Kg Adapun untuk mengukur dimensi hidup layak digunakan indikator kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran per kapita sebagai pendekatan pendapatan yang mewakili capaian pembangunan untuk hidup layak. Komponen Indeks Pembangunan Manusia

a. Angka Harapan Hidup. Angka Harapan Hidup AHH pada

waktu lahir merupakan rata-rata perkiraan banyak tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang selama hidup.

b. Angka Melek Huruf. Angka melek huruf adalah persentase

penduduk usia 15 tahun keatas yang dapat membaca dan menulis huruf latin dan atau huruf lainnya.

c. Rata-Rata Lama

Sekolah. Rata-rata lama sekolah menggambarkan jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk usia 15 tahun keatas dalam menjalani pendidikan formal.

d. Pengeluaran Riil per Kapita yang disesuaikan. UNDP mengukur

standar hidup layak menggunakan Produk Domestik Bruto PDB riil yang disesuaikan, sedangkan BPS dalam menghitung standar hidup layak menggunakan rata-rata pengeluaran per kapita riil yang disesuaikan dengan formula Atkinson. Keterangan: Ci = PPP dari nilai riil pengeluaran per kapita.