PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
BAB II |GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH
98
Untuk mengukur dimensi kesehatan, digunakan angka harapan hidup
waktu lahir.
Selanjutnya untuk
mengukur dimensi
pengetahuan digunakan gabungan indikator angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah.
Tabel 2.41. Komoditi Kebutuhan Pokok sebagai Dasar Penghitungan Daya Beli PPP
Komoditi Unit
Komoditi Unit
1. Beras Lokal Kg
15. Pepaya Kg
2. Tepung terigu Kg
16. Kelapa Butir
3. Singkong Kg
17. Gula Ons
4. TunaCakalang Kg
18. Kopi Ons
5. Teri Ons
19. Garam Ons
6. Daging sapi Kg
20. Merica Ons
7. Ayam Kg
21. Mie instan 80 Gram
8. Telur Butir
22. Rokok Kretek 10 batang
9. Susu kental manis 397 Gram 23. Listrik
Kwh 10. Bayam
Kg 24. Air minum
M3 11. Kacang panjang
Kg 25. Bensin
Liter 12. Kacang tanah
Kg 26. Minyak tanah
Liter 13. Tempe
Kg 27. Sewa rumah
Unit 14. Jeruk
Kg
Adapun untuk mengukur dimensi hidup layak digunakan indikator kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan
pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran per kapita sebagai pendekatan pendapatan yang mewakili capaian pembangunan
untuk hidup layak. Komponen Indeks Pembangunan Manusia
a. Angka Harapan Hidup. Angka Harapan Hidup AHH pada
waktu lahir merupakan rata-rata perkiraan banyak tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang selama hidup.
b. Angka Melek Huruf. Angka melek huruf adalah persentase
penduduk usia 15 tahun keatas yang dapat membaca dan menulis huruf latin dan atau huruf lainnya.
c. Rata-Rata Lama
Sekolah. Rata-rata
lama sekolah
menggambarkan jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk usia 15 tahun keatas dalam menjalani pendidikan formal.
d. Pengeluaran Riil per Kapita yang disesuaikan. UNDP mengukur
standar hidup layak menggunakan Produk Domestik Bruto PDB riil yang disesuaikan, sedangkan BPS dalam menghitung
standar hidup layak menggunakan rata-rata pengeluaran per kapita riil yang disesuaikan dengan formula Atkinson.
Keterangan: Ci = PPP dari nilai riil pengeluaran per kapita.
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
BAB II |GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH
99
Z = Batas tingkat pengeluaran yang ditetapkan secara arbiter sebesar Rp549.500 per kapita per tahun atau Rp 1.500 per
kapita per hari
2.2.3. Fokus Seni Budaya dan Olahraga 2.2.3.1. Seni Budaya
Budaya masyarakat Sulawesi Utara sangat dipengaruhi oleh karakter masyarakat yang terdiri dari: Suku Minahasa, Suku Sangihe, Suku
Talaud, Suku Bolaang, dan Suku Mongondow.
Masing-masing kelompok etnis tersebut masih terbagi pula dalam sub etnis yang
memiliki bahasa daerah, tradisi, dan norma-norma kemasyarakatan yang khas serta diperkuat semangat Mapalus, Mapaluse, dan
Moposad.
Dilihat dari unsur budaya bahasa, maka Sulawesi Utara memiliki tiga jenis bahasa daerah yaitu:
a. Bahasa Minahasa Toulour, Tombulu, Tonsea, Tontemboan,
Tonsawang, Pasan, Ponosakan, dan Bantik. b. Bahasa Sangihe dan Talaud Sangir Besar, Siau, dan Talaud.
c. Bahasa Bolaang dan Mongondow Boroko, Bolangitang, Bolaang, Mongondow,
Bintauna, Kaidipang,
Bolango, dan
Bantik Mongondow.
Namun demikian Bahasa Indonesia adalah Bahasa Nasional yang digunakan dan dimengerti dengan baik oleh sebagian besar penduduk
Sulawesi Utara. Agama yang dianut oleh penduduk di Provinsi Sulawesi Utara adalah Protestan, Katolik, Islam, Hindu, Budha, dan
Konghucu. Seni Budaya di Sulawesi Utara cukup berkembang yang tersebar di masyarakat luas. Hal ini dikembangkan melalui program
menggali, menginventarisasi keunggulan, dan keragaman seni budaya yang dikemas dalam pelaksanaan festival seni budaya berskala
nasional dan internasional. Dikembangkan dengan kerjasama sektor terkait dan organisasi masyarakat. Indikator dari perkembangan seni
budaya diperlihatkan pada Tabel 2.16.
Tabel 2.42. Indikator Perkembangan Seni dan Budaya Provinsi Sulawesi Utara, 2011-2014
Indikator 2011
2012 2013
2014
Benda Cagar Budaya
52 52
52 52
Juru Pelihara 57
57 56
52 Museum
1 1
1 1
Organisasi Kesenian
105 120
120 120
Seniman 232
310 310
310 Jenis Kesenian
14 16
20 20
Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sulawesi Utara, 2014.
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
BAB II |GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH
100
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI telah menetapkan Sulawesi Utara sebagai salah satu dari lima destinasi wisata unggulan
di Indonesia. Salah satu yang menjadi unggulan Sulawesi Utara adalah keunikan seni dan budaya daerah yang dimiliki, seperti Musik
Kolintang, Musik Bambu, Tari Maengket, Tari Kabasaran, Tari Tuitan, Tari Wella, Tulude, Masamper, dsb. Dalam rangka melestarikan seni
budaya daerah dan mengembangkannya sebagai daya tarik wisata, maka pemerintah membuat paket-paket wisata ataupun pergelaran-
pergelaran seni budaya, seperti Festival Bunaken, pemilihan Nyong- Noni
Sulawesi Utara,
dll. Pelestarian
seni budaya
dan pengembangannya dilakukan
bekerjasama dengan pihak-pihak swasta atau organisasi masyarakat yang bergerak di bidang
kepariwisataan. Selain itu, dilakukan perencanaan dan pembangunan museum atau pusat seni budaya daerah. Demikian pula peran
tenaga-tenaga ahli dan kaum profesional di bidang kebudayaan dan pariwisata sangat diperlukan
dimana mereka membutuhkan peningkatan kemampuan SDM dan penguasaan IPTEK. Hal ini akan
menjadi sangat penting untuk pelestarian, pengembangan, dan promosi seni budaya daerah.
Adapun beberapa upaya pemerintah dalam mempromosikan pariwisata daerah Sulawesi Utara meliputi pembentukan Badan
Promosi Pariwisata Daerah pada 2009, berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, kerjasama berupa
Memorandum of Understanding dengan Provinsi Bali paket wisata, promosi pariwisata, pembuatan paket-paket wisata lokal, promosi
seni budaya ke mancanegara berupa pergelaran-pergelaran lokal daerah yang dibawa ke pentas internasional, dan pembuatan Branding
Sulawesi Utara yang representatif untuk diusung ke dunia Internasional.
2.2.3.2. Olah Raga Salah satu bagian dari Pembinaan Pemuda yaitu melalui olahraga.
Prestasi olahraga dalam berbagai even sudah cukup baik, namun masih
perlu peningkatan
kesadaran berolahraga
dikalangan masyarakat luas, pembibitan olahraga, dan peningkatan jumlah ruang
publik untuk olahraga yang bisa dimanfaatkan oleh lembaga pendidikan dan masyarakat luas. Diharapkan dengan peningkatan
ruang publik untuk olahraga, pembibitan, dan penemuan bibit unggul daerah di bidang olahraga bisa membudayakan olah raga di
masyarakat. Adapun permasalahan yang masih dihadapi di bidang olahraga adalah masih rendahnya budaya berolahraga di kalangan
masyarakat, serta kurangnya pembibitan olahraga dan penyediaan ruang publik untuk berolahraga.
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
BAB II |GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH
101
Penyelenggaraan keolahragaan
di Indonesia
diatur dalam
UndangUndang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional SKN. Setiap warga negara diberi hak yang sama untuk
melakukan kegiatan olahraga, memperoleh pelayanan dalam kegiatan olahraga, memilih dan mengikuti jenis atau cabang olahraga yang
sesuai dengan bakat dan minatnya. Selanjutnya, semua unsur yaitu orang tua, masyarakat, dan pemerintah berkewajiban untuk berperan
serta dalam perencanaan, pengembangan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan keolahragaan. Berdasarkan data dari BPS
sampai dengan saat ini, apresiasi masyarakat dalam berolahraga masih rendah. Berdasarkan hasil Susenas MSBP Tahun 2014,
penduduk berumur 10 tahun ke atas yangmelakukan olahraga hanya sekitar 25 persen saja. Hal ini berarti dari 100penduduk Indonesia
berumur 10 tahun ke atas, ada 25 orang yang aktifberpartisipasi dalam kegiatan olahraga, sedangkan 75 orang lainnyatidak
melakukan
olahraga. Dibedakan
menurut tempat
tinggal, tingkatpartisipasi
olahraga penduduk
perkotaan lebih
tinggi dibandingkandengan penduduk perdesaan. Sementara itu, partisipasi
penduduk lakilaki lebih tinggi 9,29 persen dari partisipasi perempuan dalam melakukan olah raga.
Ditinjau dari motivasi penduduk melakukan olah raga, mayoritas penduduk 66,63 persen melakukan olahraga dengan tujuan menjaga
kesehatan. Sementara itu, hanya sebagian kecil saja dari mereka yang melakukannya dengan tujuan prestasi dan rekreasi yaitu masing-
masing sebesar 8,06 persen dan 3,27 persen. Selanjutnya dari sisi frekuensi berolah raga, sebesar 66,68 persen penduduk berumur 10
Tahun ke atas berolah raga setidaknya satu hari dalam seminggu. Sementara itu, penduduk 10 Tahun ke atas yang berolahraga selama
2-4 hari dalam seminggu sebesar 24,92 persen. Hanya sekitar 5 persen penduduk 10 Tahun ke atas yang berolahraga hampir setiap
hari. Adapun intensitas berolahraga yaitu berapa menit dalam sehari seseorang melakukan olahraga. Hasil
Susenas MSBP 2012 menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk melakukan olahraga
dengan intensitas tidak lebih dari satu jam dalam sehari. Persentase penduduk yang melakukan olahraga rata-rata 31-60 menit dalam
sehari sebesar 50,14 persen dan 10-30 menit sebesar 34,02 persen. Jalur sekolah merupakan wadah olah raga yang paling banyak
diakses penduduk untuk berolah raga, persentase penduduk 10 tahun ke atas yang melakukan olah raga melalui jalur sekolah adalah
sebesar 56,06 persen. Selain sekolah, cukup banyak penduduk berolah raga dengan jalur sendiri, yaitu sebesar 26,75 persen.
Sementara yang melakukan olah raga dengan memanfaatkan jalur perkumpulan olahraga sebesar 12,92 persen dan yang tempat bekerja
sebesar 7,14 persen. Sisanya adalah dengan memanfaatkan jalur lainnya 7,57 persen.
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
BAB II |GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH
102
Berdasarkan data dari BPS, senam, jogging, dan sepak bola adalah tiga jenis olah raga yang paling banyak diminati penduduk. Dibedakan
dari tempat tinggal, penduduk perkotaan lebih menyukai jenis olah raga yang dapat dilakukan sendiri seperti jogging yang mana
persentase penduduk perkotaan yang melakukan jogginggerak jalan adalah sebesar 24,05 persen. Sebaliknya, penduduk di daerah
perdesaan, umumnya lebih menyukai jenis olahraga berbentuk permainan dan dilakukan bersama-sama atau berkelompok, seperti
senam, sepak bola, dan bola voli. Misal untuk permainan bola voli, persentase penduduk perdesaan yang melakukan bola voli adalah
sebesar 12,93 persen atau hampir tiga kali dari persentase penduduk perkotaan yang melakukan bola voli.
Ketersediaan fasilitas olahraga baik fisik dan non fisik dapat mendukung peningkatan partisipasi penduduk dalam berolah raga.
Berdasarkan data Podes 2014, persentase desakelurahan yang memiliki fasilitas olah raga fisik berupa lapangan bola voli adalah
sebesar 66,89 persen. Selanjutnya persentase desa yang memiliki lapangan sepak bola sebesar 54,38 persen, dan lapangan bulu tangkis
sebesar 42,34 persen. Untuk fasilitas olah raga non fisik seperti perkumpulan olah raga, tiga kelompok kegiatan olahraga yang paling
banyak tersedia di desakelurahan adalah kelompok olah raga sepak bola, bola voli, dan bulu tangkis.
2.3. Aspek Pelayanan Umum 2.3.1. Fokus Layanan Urusan Wajib Pelayanan Dasar
2.3.1.1. Pendidikan Pendidikan merupakan tanggung jawab semua pihak meski secara
khusus pemerintah mendapatkan mandat untuk menyelenggarakan pendidikan. Oleh karena itu, peran institusi swasta baik BUMN, pihak
swasta, maupun organisasi
sosial sangat dibutuhkan untuk memajukan pendidikan di Sulawesi Utara. Dengan peran serta
lembaga-lembaga terkait, diharapkan dapat membantu meringankan beban pemerintah guna memajukan pendidikan di wilayah ini. Saat
ini, tidak sedikit institusi yang berperan aktif memajukan pendidikan melalui kegiatan corporate social resposibilitiy CSR. Sebagai contoh:
pihak Pertamina telah membangun satu unit gedung di Universitas Sam Ratulangi untuk kegiatan penelitian dan pengembangan, pihak
pengembangan properti PT.Citraland yang membangun Sekolah Citra Kasih Citraland, dan Pengusaha Sulawesi Utara yang mendirikan
Sekolah Internasional Lokon di Tomohon dan Manado Internasional School.
Kemampuan berbahasa inggris di tingkat pendidikan dasar, menengah, dan tinggi di hampir semua sekolah pada dasarnya masih
perlu dikembangkan. Hal ini diakibatkan oleh beberapa hal
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
BAB II |GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH
103
diantaranya kemampuan guru yang seringkali kurang memadai untuk memenuhi tuntutan siswa terutama siswa-siswa yang punya
kemampuan tinggi dalam berbahasa dan punya sarana belajar yang lebih canggih dari pada gurunya sendiri. Sistim belajar mengajar
sering bersifat monoton, kurang variasi, dan kurang menarik sehingga siswa menjadi bosan, tidak tertarik untuk belajar. Di kelas, siswa
seringkali hanya diberi teori-teori, kaidah-kaidah dan hukum-hukum bahasa, bukannya aplikasi kaidah-kaidah dan hukum-hukum itu
dalam penggunaan praktisnya sehingga siswa tidak merasakan manfaatnya belajar bahasa Inggris. Beberapa sekolah bertaraf
internasional seperti Sekolah Citra Kasih Citraland-Manado, SMA Lokon Tomohon dan Manado International School sudah menunjukkan
standar internasional dalam hal kemampuan berbahasa Inggris. Sebagian guru pengajar di sekolah ini adalah native speaker yang
didatangkan dari Inggris, Amerika, dan Australia.
Selanjutnya, pola perilaku anak yang mencerminkan karakter
masyarakat yang berbudaya pada dasarnya dibangun dari dalam keluarga sebagai lingkungan pertama yang mendapat kesempatan
membentuk karakter anak. Dalam hal ini diantaranya melalui perhatian, kasih sayang serta penerapan budi pekerti yang baik dari
orang tua terhadap anaknya. Peran sekolah sebagai sarana pengajaran dan pendidikan turut mempengaruhi pula tingkat
perkembangan budi pekerti seorang anak. Namun pengajaran budi pekerti di hampir semua sekolah di Sulawesi Utara belum diberikan
secara mandiri, dalam arti masih terintegrasi dengan mata pelajaran lain. Mata pelajaran yang dimaksud adalah Pendidikan Agama
ataupun Pendidikan Pancasila, namun pada umumnya para pendidik jarang sekali menyentuh mengenai pendidikan budi pekertinya,
karena dalam mata pelajaran tersebut yang lebih sering diajarkan pada materi yang sifatnya kontekstual saja. Tahun 2011, kurikulum
di tingkat sekolah dasar seluruh kabupatenkota se-Sulawesi Utara mengadopsi program membangun tanpa korupsi sebagai bagian dari
upaya membangun budi pekerti yang jujur, disiplin dan transparan. Program ini sudah mulai dilaksanakan di beberapa sekolah dalam
bentuk kantin kejujuran.
Tenaga pendidik dan kependidikan seperti guru merupakan ujung tombak untuk hal tersebut, ironisnya nasib para guru kurang
mendapat perhatian dari penyelenggara negara secara signifikan khususnya tenaga guru yang ditempatkan di daerah terpencil, daerah
kepulauan, dan daerah perbatasan. Hal tersebut dapat diamati dari rendahnya kesejahteraan guru dan keluarganya. Di lain pihak, untuk
meningkatkan profesionalisme guru melalui pendidikan formal saat ini relatif sulit karena biaya pendidikan yang kian mahal.
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
BAB II |GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH
104
a. Angka Partisipasi Kasar dan Angka Partisipasi Murni Kualitas pendidikan suatu daerah dapat dilihat salah satunya dari
tingkat buta huruf atau melek huruf penduduk daerah tersebut. Data menunjukkan, di Sulawesi Utara terdapat beberapa kabupaten dan
kota yang memiliki tingkat buta huruf di atas angka provinsi diantaranya Kabupaten Bolaang Mongondow Utara dan Kabupaten
Kepulauan Sangihe.
Tahun 2015 Angka partisipasi kasar APK pada jenjang pendidikan SDMI mencapai 109,20, jenjang pendidikan SMPMTs mencapai
80,50, jenjang pendidikan MAMAsederajat mencapai 83,90. Sedangkan untuk Angka partisipasi Murni APM Tahun 2015 bagi
jenjang pendidikan SDMIsederajat mencapai 94,20, jenjang pendidikan SMPMTs
mencapai 73,45, jenjang pendidikan
SMAMAsederajat mencapai 62,30.
Tabel. 2.43. Angka Partisipasi Kasar Penduduk Sulawesi Utara 2003-2015 Gross Enrollment Ratio G E R in
Sulawesi Utara, 2003-2015
TahunYear
SDMI SMPMts
SMAMA
1 2
3 4
2003 105,8
93,75 59,96
2004 105,87
90,79 69,03
2005 106,93
86,16 69,74
2006 112,7
83,71 67,53
2007 114,53
87,89 71,58
2008 115,43
90,09 70,76
2009 116,83
82,21 71,67
2010 115,61
82,92 71,31
2011 102,31
92,46 75,71
2012 104,69
94,02 74,58
2013 107,39
84,68 80,88
2014 108,86
87,7 83,48
2015 109,20
80,50 83,90
Sumber: BPS-RI, Susenas 2003-2014,
Note: Mulai tahun 2007 dan tahun-tahun berikutnya APK mencakup pendidikan
non formal paket A setara SDMI, paket B setara SMPMTs dan paket C setara SMSMKMA
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
BAB II |GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH
105
Tabel 2.44. Indikator Pembangunan Pendidikan Provinsi Sulawesi Utara, 2003-2015 Angka Partisipasi Murni APM
Provinsi Sulawesi Utara 2003-2015 Net Enrollment Ratio N E R in Sulawesi Utara 2003 - 2015
TahunYear SDMI
SMPMts SMMA
2003 89,18
68,33 44,42
2004 88,26
67,87 50,71
2005 90,64
65,86 50,02
2006 90,4
66,03 48,78
2007 90,75
66,25 50,45
2008 91,17
66,58 50,45
2009 91,9
66,69 50,46
2010 92,25
67,07 50,7
2011 85,88
60,94 50,15
2012 87,78
62,39 51,15
2013 91,61
64,55 57,26
2014 93,42
72,32 61,69
2015 94,20
73,45 62,30
Sumber: BPS-RI, Susenas 2003-2014, Dinas Pendidikan NAsional Prov. Sulut
Mulai tahun 2007 dan tahun-tahun berikutnya APM mencakup pendidikan non formal paket A setara SDMI,
paket B setara SMPMTs dan paket C setara SMSMKMA
Meskipun demikian, pemerintah melakukan berbagai terobosan untuk meningkatkan akses masyarakat untuk mendapatkan pendidikan
berkualitas, antara lain adanya rintisan sekolah standar nasional SSN dengan jumlah 245 sekolah dan Sekolah Bertaraf Internasional
SBI dengan jumlah 22 sekolah. Saat ini Sulawesi Utara telah memiliki 4 Sekolah Menengah Kejuruan SMK bersertifikasi ISO
9001:2000 dan 1 SMK bersertifikasi ISO 9001:2008. Demikian juga dengan Politeknik Negeri Manado yang telah bersertifikasi ISO
9001:200I, Politeknik Kesehatan di Manado, dan Politeknik Nusa Utara yang bertempat di Kabupaten Sangihe.
PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
BAB II |GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH
106
b. Rasio Siswa, Guru, dan Sekolah