kenaikan kelas dan kelulusan. Sehingga tidak ada program-program khusus yang dilaksanakan oleh MDTA pada setiap tahunnya.
Pelaksanaan program dan implementasi kurikulum selalu bersifat monoton karena minimnya kegiatan supervisi dan evaluasi, kegiatan
supervisi seringkali dilakukan secara informal, karena memang kepala madrasah, guru dan karyawan selalu bersama-sama dalam hal apapun yang
dilaksanakan di madrasah. Kegiatan supervisi dan evaluasi terasa lebih dominan dilakukan karena lebih bersifat kekeluargaan dan dapat dilakukan
lebih aktual dengan memanfaatkan kesempatan dimana guru memang selalu ada di lingkungan sekolah. Guru atau karyawan lebih terbuka dan
tanpa tekanan untuk mengungkapkan ide, gagasan, bahkan permohonan maaf bila ada kekeliruan dalam bekerja. Dan semuanya dapat dilakukan
dengan kekeluargaan. Minimnya supervisi dan evaluasi Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah di Kabupaten Bogor juga dikarenakan di Kabupaten
Bogor belum memiliki pengawas MDTA secara khusus.
4. Faktor pendukung implementasi kurikulum :
a. Dukungan Political will pemerintah
Pemerintah dalam hal ini kementerian agama kabupaten bogor rutin mengadakan workshop setiap 1 tahun sekali ada awal tahun ajaran,
akan tetapi diakui oleh peserta jika workshop tersebut belum berpengaruh besar pada perbaikan MDTA secara menyeluruh. Karena
workshop yang dilaksanakan seringkali hanya sebagai kegiatan sesaat atau ceremonial semata, karena tidak adanya tindak lanjut yang
dilakukan secara berkala.
38
b. Dukungan finansial dari pemerintah dan masyarakat
1 Bantuan Operasional Pendidikan BOP
Rp.5.000.000,- MDTA Tahun 2
Bantuan Penyelenggaraaan Kegiatan Pembinaan Guru Rp.450.000,- Guru Tahun
3 Tunjangan Fungsional
38
Wawancara dengan kepala MDTA Riyadlul Jannah
Rp.1.200.000,- Guru Tahun 4
Bantuan Orang tua Siswa Rp.10.000,- sd Rp.20.000,- Siswa Bulan
Jika melihat dukungan finansial baik dari pemerintah maupun masyarakat masih terbilang minim, dengan dana tersebut diatas maka
wajar jika sampai saat ini MDTA masih jalan ditempat bahkan bisa dikatakan kritis. Dikatakan demikian karena dari segi pengelolaan MDTA
belum bisa memenuhi standarisasi pelayanan madrasah sebagaimana sekolah formal.
c. Ketersediaan SDM
Tidak ada syarat jenjang pendidikan minimal bagi pelamar untuk menjadi bagian dari MDTA. Padahal jika melihat pada jumlah yang ada di
kabupaten bogor secara khusus sebagai fokus penelitian, bahkan jika data MD di Indonesia dijadikan acuan dan harapan bagi eksistensi MD ,
seharusnya pemerintah khususnya kementerian agama bisa menyiapkan SDM yang secara khusus dipersiapkan untuk MD baik dari segi
operasional juga manajerial. Sehingga harapan agar MD menjadi lembaga yang memiliki kualitas bagus dapat direalisasikan.
5. Kendala dalam implementasi kurikulum MDTA
Dari aspek-aspek yang diteiliti terkait dengan pengembangan kurikulum MDTA masih belum optimal, karena masih banyak kendala dalam
implementasi kurikulum MDTA yang ada di Kabupaten Bogor, diantaranya yakni, MDTA belum memiliki kurikulum khusus yang dibuat oleh
Kementerian Agama Kabupaten Bogor yang dijadikan acuan bagi MDTA, hal ini berpengaruh terhadap proses pembelajaran yang tidak memiliki standar
atau fokus pencapaian. Hal ini diperparah dengan buku sumber yang menjadi acuan kurikulum tidak lengkap dan tidak terdistribusi secara menyeluruh,
buku sumber yang menjadi acuan kurikulum tidak diberikan secara gratis, akan tetapi harus dibeli dengan harga yang cukup mahal.