Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah Tarbiyatul Falah

yang telah ditetapkan. Hal ini dikarenakan pengurus MDTA menganggap bahwa visi dan misi masih sebatas dokumen semata. Padahal seharusnya Visi yang telah ditetapkan harus juga dilengkapi dengan Misi sebagai langkah demi langkah yang dilakukan agar visi yang telah ditetapkan dapat tercapai. Proses penetapan visi dan misi MDTA masih terpusat pada pimpinan yayasan dan kepala madrasah. Hal ini terjadi karena Manajemen MDTA belum bisa disamakan dengan Manajemen Sekolah Formal karena peran figur atau tokoh penyelenggara masih dominan dan sangat berpengaruh dalam perkembangan dan eksistensi MDTA di masyarakat pada saat ini. Visi dan misi belum dijadikan landasan bagi lembaga dalam melaksanakan berbagai kegiatan MDTA baik secara manajerial maupun operasional sehingga visi dan misi tersebut bisa tercapai. Hal ini cukup disayangkan karena visi dan misi seharusnya menjadi mesin penggerak madrasah diniyah takmiliyah awaliyah baik secara manajerial maupun operasional. Tenaga pendidik atau kependidikan yang lainnya tidak mengetahui persis bagaimana rumusan visi dan misi sampai akhirnya ditetapkan sebagai visi dan misi lembaga. Guru dan karyawan menerima hasil matang visi dan misi yang ditetapkan pada rapat kordinasi yang dilakukan oleh madrasah diniyah takmiliyah awaliyah

3. Penentuan kebijakan Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah

a. Komunikasi Yayasan dan Kepala Madrasah Kemandirian dalam pendanaan berdampak pada madrasah yang harus berupaya membidik costumer dengan mencitrakan penampilan MDTA yang khas dan dapat menjawab kebutuhan masyarakat. Hal ini perlu untuk membuat kepuasan orang tua yang menitipkan anaknya dan menimbulkan kepercayaan, sehingga pada akhirnya orang tua akan secara tidak langsung membantu dalam mempromosikan MDTA kepada orang tua lainnya. Kejelian inilah yang membuat pengelola harus beradaptasi dengan berbagai perubahan dan melakukan berbagai analisa sebelum kebijakan ditetapkan. Kemandirian madrasah tidak berarti lepas kendali dari kontrol yayasan. Yayasan memberi masukan dan arahan, sehingga perencanaan dianalisa secara menyeluruh. b. Pengangkatan Kepala Madrasah, Guru dan Karyawan Pengakatan Kepala Madrasah, Guru dan Karyawan dilakukan oleh yayasan tanpa syarat khusus, karena perekrutan tidak dilakukan secara khusus, hanya sebatas kepada orang-orang yang berada disekitar madrasah yang sudah saling mengenal dan tidak sedikit juga yang direkrut masih memiliki hubungan kekeluargaan. Hal ini terjadi karena pengelola menyadari bahwa Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah tidak bisa memberikan honor yang sepadan sebagaimana sekolah formal, sehingga guru dan karyawan yang dimiliki ”lillahi ta’ala” mengabdikan diri menjadi guru dan karyawan MDTA. c. Perencanaan Program dan Kurikulum Madrasah Sebagai pemegang amanah, kepala madrasah seharusnya tidak mengambil keputusan sendiri. Segala bentuk perencanaan dimatangkan terlebih dahulu di tingkat pimpinan, baru kemudian dibicarakan dengan melibatkan guru atau karyawan. Sehingga semua dilibatkan dalam proses perencanaan. Memang hal ini akan alot dan memakan waktu lama, namun semua dapat beradaptasi dalam berbagai keputusan madrasah. Dalam perencanaan program, harus juga disesuaikan dengan RAPBM yang mengacu pada evaluasi laporan akhir tahun lalu, dan prediksi pengeluaran tahun yang akan datang. Pimpinan madrasah menganalisa dana yang terserap dan berbagai pengeluaran sesuai bidangnya yang belum teranggarkan. Diharapkan perencanaan tahun yang akan datang dapat lebih matang berdasarkan pengalaman tahun sebelumnya. Perencanaan anggaran ini disesuaikan dengan kebutuhan madrasah demi kesempurnaan sebuah program. d. Pelaksanaan Program dan Kurikulum Madrasah Program yang ada pada Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah bisa dikatakan monoton, karena masih terbatas pada program inti seperti kegiatan pembelajaran rutin, dan kegiatan ceremonial tahunan seperti kenaikan kelas dan kelulusan. Sehingga tidak ada program-program khusus yang dilaksanakan oleh MDTA pada setiap tahunnya. Pelaksanaan program dan implementasi kurikulum selalu bersifat monoton karena minimnya kegiatan supervisi dan evaluasi, kegiatan supervisi seringkali dilakukan secara informal, karena memang kepala madrasah, guru dan karyawan selalu bersama-sama dalam hal apapun yang dilaksanakan di madrasah. Kegiatan supervisi dan evaluasi terasa lebih dominan dilakukan karena lebih bersifat kekeluargaan dan dapat dilakukan lebih aktual dengan memanfaatkan kesempatan dimana guru memang selalu ada di lingkungan sekolah. Guru atau karyawan lebih terbuka dan tanpa tekanan untuk mengungkapkan ide, gagasan, bahkan permohonan maaf bila ada kekeliruan dalam bekerja. Dan semuanya dapat dilakukan dengan kekeluargaan. Minimnya supervisi dan evaluasi Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah di Kabupaten Bogor juga dikarenakan di Kabupaten Bogor belum memiliki pengawas MDTA secara khusus.

4. Faktor pendukung implementasi kurikulum :

a. Dukungan Political will pemerintah Pemerintah dalam hal ini kementerian agama kabupaten bogor rutin mengadakan workshop setiap 1 tahun sekali ada awal tahun ajaran, akan tetapi diakui oleh peserta jika workshop tersebut belum berpengaruh besar pada perbaikan MDTA secara menyeluruh. Karena workshop yang dilaksanakan seringkali hanya sebagai kegiatan sesaat atau ceremonial semata, karena tidak adanya tindak lanjut yang dilakukan secara berkala. 38 b. Dukungan finansial dari pemerintah dan masyarakat 1 Bantuan Operasional Pendidikan BOP Rp.5.000.000,- MDTA Tahun 2 Bantuan Penyelenggaraaan Kegiatan Pembinaan Guru Rp.450.000,- Guru Tahun 3 Tunjangan Fungsional 38 Wawancara dengan kepala MDTA Riyadlul Jannah