INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI: PENUTUP
Kusno terpaksa menurunkan harga dagangannya, dari juru tulis menjadi portir dan dari portir menjadi opas. Dan setelah sepuluh kantor dinaikinya, akhirnya ia
berhasil juga mendapatkan sebuah pekerjaan ... sebagai opas. Dengan gaji sepuluh rupiah sebulan.
Pak kusno bersusah hati. Ia sendiri seorang opas. Mestikah anaknya menjadi opas lagi? Dan anak kusno kelak opas pula? Turun temurun menjadi opas? Tidak
pernah tercita-cita olehnya, keluarganya akan menjadi opas. Tapi, seperti juga orang- orang kampung lain dalam kesusahan, pak kusno ingat kepada tuhan, manusia
berusaha, tuhan menentukan. Kusno bekerja dengan rajin, tapi celana kepar 1001-nya bertambah lama
bertambah pudar, karena sering kena cuci. Setiap bulan ia berharap akan dapat membeli sebuah celana baru, tapi uang yang sepuluh rupiah itu untuk makan saja pun
tak mencukupi. Dengan sendirinya kepar 1001 bertambang sering harus di cuci, dan setiap di cuci, rupanya bertambah mengkhawatirkan.
Seluruh pikiran kusno tertuju pada celana itu. apakah yang terjadi dengan dirinya, jika celana itu sudah tidak bisa di pakai lahi ? setiap hari ia mendoa, agar
tuhan jangan menurunkan hujan. Dan jika hujan turun juga, kusno dengan hati kembang kempis melihat kepada celananya, seperti seorang ibu melihat kepada
anaknya yang hendak di lepas ke medan peperangan. Kepar 1001. 1 x 1 = 1. Dan berapakah 1
– 1? Kalau pikiran kusni mengenangkan celana 1001 ini. Apalagi kalau tidak ada
uang pembeli sabun, sedang celana lagi kotor ? Tidak, rakyat sederhana tidak mau perang, ia hanya mau hidup sederhana dan
hidup bebas dari ketakutan esok hari tidak mempunyai celana. Tapi orang-orang tinggi dan besar-besar mau perang, yang satu untuk
demokrasi dan yang lain untuk kemakmuran di Asia Timur Raya. Kusno tidak tahu arti demokrasi dan perkataan kemakmuran sangat menarik
hatinya. Ia sebenarnya ingat kepada celananya kemakmuran berarti bagi celananya. Dan sebab itu di sambutnya tentara jepang dengan peluk cium dan salaman tangan.