c. Sisa Bangunan dan Konstruksi Gedung
Sampah yang berasal dari kegiatan pembangunan dan pemugaran gedung, ini bisa berupa bahan organik maupun anorganik. Sampah organik, misalnya:
kayu, bambu, triplek. Sampah anorganik, misalnya: semen, pasir, batu bata, ubin, besi dan baja, kaca, dan kaleng.
d. Perdagangan dan Perkantoran
Sampah yang berasal dari daerah perdagangan seperti: toko, pasar tradisional, warung, pasar swalayan ini terdiri dari kardus, pembungkus, kertas, dan bahan
organik, termasuk didalamnya sampah makanan dan restoran. Sampah yang berasal dari lembaga pendidikan, kantor pemerintah dan swasta biasanya terdiri
dari kertas, alat tulis-menulis seperti: bolpoint, pensil, spidol, toner foto copy, pita printer, kotak tinta printer, baterai, bahan kimia dari laboratorium, pita
mesin ketik, klise film, komputer rusak, dan lain-lain. Baterai bekas dan limbah bahan kimia harus dikumpulkan secara terpisah serta harus memperoleh
perlakuan khusus karena berbahaya dan beracun B-3.
e. Industri
Sampah ini berasal dari seluruh rangkaian proses produksi bahan-bahan kimia serpihanpotongan bahan, perlakuan dan pengemasan produk kertas, kayu,
plastik, kainlap yang jenuh dengan pelarut untuk pembersihan. Sampah industri berupa bahan kimia yang seringkali beracun memerlukan perlakuan
khusus sebelum dibuang. Jenis, sumber dan komposisi sampah merupakan komponen penting dalam
merancang dan melaksanakan pengelolaan sampah. Pengelolaan sampah bertujuan mengubah sampah menjadi bentuk yang tidak mengganggu dan
memperkecil volume sehingga mudah dikelola. Sampah yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak negatif, seperti 1 dampak negatif bagi
kesehatan, 2 dapat menimbulkan peledakan dan kebakaran, 3 kerusakan pada tumbuh-tumbuhan, 4 menimbulkan bau busuk, dan 5 menimbulkan
pencemaran air, tanah, udara, dan turut meningkatkan pemanasan global. Secara umum pengelolaan sampah di perkotaan melalui tahapan 1 pengumpulan, 2
pengangkutan, dan 3 pembuangan akhirpengolahan.
Berdasarkan data yang diperoleh BPPT 2002, Tabel 1 berikut dapat memberikan gambaran permasalahan sampah dilihat dari jenis, sifat dan
sumbernya. Tabel 1 Sampah menurut jenis, sifat dan sumbernya
No Jenis Sifat
Sumber
1 Sampah basah
• Sampah dari hasil penyiapan dan pemasakan makanan
• Sampah pasar • Sampah hasil penanganan,
penyimpanan, dan penjualan produk Rumah tangga, rumah
makan, institusi dan toko dan pasar
2 Sampah kering
• Mudah terbakar combustible, seperti kertas dan karton
• Tidak mudah terbakar non combustible seperti logam, kaleng,
kawat, gelas dsb Rumah tangga, rumah
makan, institusi dan toko dan pasar
3 Abu Debu
Residu hasil pembakaran, baik pada proses pemasakan dan pemanasan dari proses
insenarasi Rumah tangga, rumah
makan, institusi dan toko dan pasar
4 Buangan dari
jalan raya Debu daun daunan
Jalan raya dan trotoar 5 Bangkai
binatang Kucing, anjing, kerbau dll
Jalan raya, pemukiman, RPH
6 Sampah industri
Buangan dari pengolahan makanan, scrab, metal scrab, dan lain lain
Pabrik dan pembangkit listrik
7 Buangan sisa
konstruksi Sisa sisa pipa dan material konstruksi
bangunan Pembangunan dan
perbaikan gedung 8 Buangan
khusus Buangan B3 padat, cair, debu dan gas
yang bersifat mudah meledak, patogin, radioaktif dan lain-lain
Rumah tangga, toko, hotel, rumah sakit dan
industri 9 Residu
hasil pengelolaan
limbah Padatan residu dari screening dan grid
camber penangkap pasir, lumpur dan septic tank
Instalasi pengolahan air limbah dan septic tank
Sumber: Model Pengelolaan Persampahan Perkotaan BPPT 2002.
Komposisi dan jenis sampah memegang peranan penting dalam sistem pengelolaan sampah, sehingga diharapkan produsen sampah mampu membedakan
sampah yang diproduksinya sesuai dengan jenis sampahnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi sampah baik secara kuantitas maupun kualitasnya disebabkan oleh
berbagai hal Slamet 2000, antara lain :
1 Jumlah penduduk: Peningkatan jumlah penduduk akan berpengaruh terhadap
jumlah sampah yang dihasilkan, akibatnya pengelolaan sampah akan berpacu dengan laju pertambahan penduduk.
2 Keadaan sosial penduduk: Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi masyarakat,
maka akan semakin banyak pula jumlah sampahnya.
3 Kemajuan teknologi: Kemajuan teknologi akan menambah kuantitas maupun
kualitas sampah karena pemakaian bahan baku yang semakin beragam serta cara pengepakan dan produk manufaktur yang semakin beragam pula.
2.4.1. Sistem pengelolaan sampah
Menurut Daniel et al 1985 menyatakan pengelolaan sampah semakin berkembang sejalan dengan perkembangan jenis sampah yang akan dikelola.
Beberapa cara pengelolaan akhir sampah yang dilakukan masyarakat adalah sebagai berikut.
1 Penimbunan. Sampah yang telah dikumpulkan pada penampungan sementara
diangkut kesuatu area tempat pembuangan akhir TPA, kemudian sampah tersebut ditimbun dan diratakan. Penimbunan sampah seperti ini
menimbulkan bau busuk, tempat berkembangnya bibit penyakit, serta dapat mengakibatkan terganggunya kualitas air tanah.
2 Pengomposan. Sampah-sampah organik diolah dengan cara pengomposan.
Ada beberapa keuntungan dari sistem pengomposan antara lain, pupuk yang dihasilkan bersifat ekologistidak merusak lingkungan, masyarakat dapat
membuat sendiri, serta tidak memerlukan peralatan dan instalasi yang mahal PPS IPB 2003.
3 Pembakaran sampah. Pembakaran dapat dilakukan pada tempat pembuangan
sampah sementara, atau pembakaran dilakukan dengan insenerator. Proses insenerator ini mampu mereduksi limbah hingga 90 persen, meskipun panas
yang ditimbulkannya dapat digunakan sebagai sumber energi, namun penggunaannya dapat menimbulkan pencemaran udara tersendiri.
4 Penghancuran. Sampah yang telah dikumpulkan dipotong-potong menjadi
ukuran kecil-kecil sehingga volumenya bertambah kecil, penghancuran yang demikian akan membantu proses pembusukan.
5 Pemanfaatan ulang. Sampah-sampah yang telah dikumpulkan dipilih sesuai
dengan bahan pembuatnya seperti kertas, kaca, plastik, besi, karton, aluminium, dan dijual untuk dimanfaatkan kembali
6 Dumping. Pengelolaan sampah secara dumping dengan menumpuk sampah
pada suatu area, pengelolaan yang demikian akan menimbulkan penurunan
estetika lingkungan. Jenis dumping yang lain dan sering dilakukan masyarakat dalam mengelola sampah adalah dumping in water dimana
sampah dibuang ke dalam badan air misalnya, sungai, laut, dan saluran air lainnya Naria 1996
Menurut Daniel et al 1985 menyatakan masalah yang sering muncul dalam penanganan sampah kota adalah masalah biaya operasional yang tinggi dan
semakin sulitnya ruang yang pantas untuk pembuangan. Sebagai akibat biaya operasional yang tinggi, sebagian besar kota-kota di Indonesia hanya mampu
mengumpulkan dan membuang 60 persen dari seluruh produksi sampahnya. Dari sebesar 60 persen ini, sebagian besar ditangani dan dibuang dengan cara yang
tidak saniter, boros, dan mencemari. Pada umumnya, sebagian besar sampah yang dihasilkan di Indonesia
merupakan sampah basah, yaitu mencakup 60-70 persen dari total volume sampah. Oleh karena itu pengelolaan sampah yang terdesentralisisasi sangat tidak
membantu dalam meminimasi sampah yang harus dibuang ke tempat pembuangan akhir. Pada prinsipnya pengelolaan sampah haruslah dilakukan sedekat mungkin
dengan sumbernya. Selama ini pengelolaan persampahan, terutama di perkotaan, tidak berjalan
dengan efisien dan efektif karena pengelolaan sampah bersifat terpusat. Sebagai contoh, seluruh sampah dari kota Jakarta harus dibuang di Tempat Pembuangan
Akhir di daerah Bantar Gebang Bekasi. Jika dihitung berapa ongkos yang harus dikeluarkan untuk ini. Belum lagi, sampah yang dibuang masih tercampur antara
sampah basah dan sampah kering. Padahal, dengan mengelola dan mengolah sampah di tingkat lingkungan terkecil, seperti Lingkungan atau Rukun Tetangga
RT, dengan membuatnya menjadi kompos maka paling tidak volume sampah dapat diturunkandikurangi.
Pengelolaan dan pengolahan sampah yang tidak terpusat, yang menyebar di setiap kelurahan atau satuan lingkungan dapat memberikan nilai tambah, antara
lain: 1 mengurangi biaya transportasi angkutan sampah, 2 pencemaran akibat air sampah dan bau tidak sedap dapat ditekan serendah mungkin, 3 meratanya
kegiatan ekonomi yang dihasilkan dari pemanfaatan sampah, dan 4 bentuk daur ulang dapat disesuaikan dengan potensi lingkungan sekitar. Berikut ini, estimasi
total timbulan sampah berdasarkan sebagian kota besar dan jenis sampah yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Estimasi total timbulan sampah berdasarkan jenisnya kota metropolitan besar 26 kota dengan total penduduk 40,1 Juta
No Jenis sampah Jumlah
juta tontahun Persentase
1 Sampah dapur
22,4 58
2 Sampah plastik
5,4 14
3 Sampah kertas
3,6 9
4 Sampah lainnya
2,3 6
5 Sampah kayu
1,4 4
6 Sampah kaca
0,7 2
7 Sampah karetkulit
0,7 2
8 Sampah kain
0,7 2
9 Sampah metal
0,7 2
10 Sampah pasir
0,5 1
Total 38,5
100 Sumber: Kantor Negara Lingkungan Hidup 2008
Berdasarkan sumber sampah dan jumlahnya, diperoleh data pada 5 lima tahun terakhir besaran sampah di kota-kota Indonesia Kantor Negara Lingkungan
Hidup 2008 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Sumber sampah dan jumlah juta tontahun
No Sumber Sampah
Jumlah juta tontahun 1
Permukiman 16,7
2 Pasar
7,7 3
Jalan 3,5
4 Fasilitas Umum
3,4 5
Perkantoran 3,1
6 Industri
2,3 7
Lainnya 1,8
Sumber: Kantor Negara Lingkungan Hidup 2008 Jumlah penduduk terlayani mencapai 130 juta jiwa atau sebesar 56 persen
dari total penduduk Indonesia, sedangkan pelayanan antardaerahkota berbeda. Contoh wilayah Pulau Jawa sudah rata-rata mencapai 59 persen, sedangkan
Sumatera baru sekitar 48 persen. Tidak semua sampah dapat diangkut ke
TPSTPA, sehingga ditemukan berbagai sistem penanganan sampah dilakukan oleh masyarakat .Sistem penanganan sampah setelah sampah dikumpulkan
masyarakat dari permukiman dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Sistem penanganan sampah di Indonesia
No. Penanganan Sampah
Jumlah tontahun
1 Sampah diangkut ke TPSTPA
11,6 2
Sampah di timbun 1,6
3 Sampah dibuat kompos
1,2 4
Sampah dibakar 0,8
5 Sampah di buang ke sungai
0,6 6
Lain-lain 1,1
Sumber : Kantor Negara Lingkungan Hidup 2008 Sistem pengelolaan sampah yang sedang berjalan sampai saat ini, ternyata
masih belum mampu menangani persampahan kota. Beberapa permasalahan yang timbul dalam sistem penanganan sampah sekarang ini Sidik et al 1985 yakni
sebagai berikut. 1 Dari segi pengumpulan sampah dirasa kurang efisien karena mulai dari
sumber sampah sampai ke tempat pembuangan akhir, sampah belum dipilah- pilah sehingga kalaupun akan diterapkan teknologi lanjutan berupa
komposting maupun daur ulang perlu tenaga untuk pemilahan menurut jenisnya sesuai dengan yang dibutuhkan, dan hal ini akan memerlukan dana
maupun menyita waktu. 2 Pembuangan akhir ke TPA dapat menimbulkan masalah, diantaranya:
a. memerlukan lahan yang besar bagi tempat pembuangan akhir TPA sehingga hanya cocok bagi kota yang masih mempunyai banyak lahan
yang tidak terpakai. Apalagi bila kota menjadi semakin bertambah, jumlah penduduknya maka sampah akan menjadi semakin bertambah, baik jumlah
maupun jenisnya. Hal tersebut akan semakin bertambah juga luasan lahan bagi TPA. Apabila instalasi incenerator yang ada tidak dapat diimbangi
jumlah sampah yang masuk. b. jumlah timbunan semakin lama semakin meningkat. Dikhawatirkan akan
timbul berbagai masalah sosial dan lingkungan,
c. diantaranya 1 dapat menjadi lahan yang subur bagi pembiakan jenis-jenis bakteri serta bibit penyakit lain, 2 dapat menimbulkan bau tidak sedap
yang dapat tercium dari puluhan bahkan ratusan meter, dan 3 dapat mengurangi nilai estetika dan keindahan lingkungan.
d. biaya operasional sangat tinggi bagi pengumpulan, pengangkutan dan pengolahan lebih lanjut. Apalagi bila letak TPA jauh dan bukan di wilayah
otonomi e. pembuangan sistem open dumping dapat menimbulkan beberapa
dampak negatif terhadap lingkungan. Pada penimbunan dengan sistem anaerobik landfill akan timbul leachate di dalam lapisan timbunan
dan akan merembes ke dalam lapisan tanah di bawahnya. Leachate ini sangat merusak dan dapat menimbulkan bau yang tidak enak, selain itu
dapat menjadi tempat pembiakan bibit penyakit, seperti lalat, dan tikus f. pembuangan dengan cara sanitary landfill, walaupun dapat mencegah
timbulnya bau penyakit dan lainnya, tetapi masih memungkinkan muncul masalah lain, yakni timbulnya gas yang dapat menyebabkan pencemaran
udara. Gas-gas yang mungkin dihasilkan adalah : methan, H
2
S, NH
3
dan lainnya. Gas H2S dan NH3 walaupun jumlahnya sedikit, namun dapat
menyebabkan bau yang tidak enak sehingga dapat merusak sistem pernafasan tanaman dan membuat tanaman kekurangan gas oksigen dan
akhirnya mati. Pada proses penimbunan, sebaiknya sampah diolah terlebih dahulu dengan cara dihancurkan dengan tujuan untuk memperkecil volume
sampah agar memudahkan pemanfaatan sampah. Untuk melakukan ini tentu perlu tambahan pekerjaan yang berujung pada tambahan dana.
3 Penggunaan incinerator dalam pengolahan sampah memiliki beberapa kelemahan, di antaranya:
a. menghasilkan abu 15 dan gas yang memerlukan penanganan lebih lanjut. Selain itu, gas yang dihasilkan dari proses pembakaran dengan
menggunakan incinerator dapat mengandung gas pencemar
berupa NOx., SOx dan lain yang dapat mengganggu kesehatan manusia;
b. dapat menimbulkan air kotor saat proses pendinginan gas maupun proses pembersihan incinerator dari abu maupun kerak. Kualitas air kotor dari
instalasi ini menyebabkan COD meningkat dan pH menurun; c. memerlukan biaya yang besar dalam menjalankan incinerator. Untuk
menangani sampah 800 tonhari memerlukan investasi Rp. 60 milyar, sedangkan dari hasil penjualan listrik yang dihasilkanhanya Rp. 2,24
milyartahun; d. butuh keahlian tertentu dalam penggunan alat ini. Sebagai contoh pada
penanganan sampah di Surabaya, teknologi ini sudah digunakan sejak tahun 1990, namun tanpa didukung dengan kualitas sumberdaya manusia
yang memahami filosofi alat ini, akibatnya pada tahun kedua terjadi kerusakan. Hal ini tentu menambah beban dalam perolehan dana bagi
perbaikannya. Belum lagi sampah yang akan menumpuk dengan tidak berfungsinya alat ini.
e. penggunaan incinerator ini tidak dapat berdiri sendiri dalam pemusnahan sampah, tetapi masih memerlukan landfill guna membuang sisa
pembakaran; 4 Belum maksimalnya usaha pemasaran bagi kompos yang dihasilkan dari
proses pengomposan sampah kota; 5 Belum maksimalnya upaya sistem daur ulang menjadi barang-barang yang
bernilai ekonomi tinggi; 6 Sulitnya mendapatkan tambahan biaya bagi peningkatan kesejahteraan
petugas yang terlibat dalam penanganan sampah. Hal ini tentu akan berakibat pada kegairahan kerja yang rendah dari para pengelola sampah.
2.4.2. Kebijakan pengelolaan sampah di perkotaan
Solusi dalam mengatasi masalah sampah ini dapat dilakukan dengan meningkatkan efisiensi terhadap semua program pengelolaan sampah yang
dimulai pada skala kawasan tingkat kecamatankawasan permukiman, kemudian dilanjutkan pada skala yang lebih luas lagi. Cara penyelesaian yang ideal dalam
penanganan sampah di perkotaan adalah dengan cara membuang sampah
sekaligus memanfaatkannya sehingga selain membersihkan lingkungan juga menghasilkan kegunaan baru. Hal ini secara ekonomi akan mengurangi biaya
penanganannya Murthado dan Said 1987. Oleh karenanya model pengelolaan sampah perkotaan secara menyeluruh salah satunya adalah meliputi penghapusan
model TPA secara bertahap. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan aspek
terpenting untuk diperhatikan dalam sistem pengelolaan sampah secara terpadu. Cohen dan Uphoff 1997 mengemukakan bahwa partisipasi masyarakat
dalam proses pembangunan terbagi atas 4 empat tahap, yaitu 1 partisipasi pada tahap perencanaan, 2 partisipasi pada tahap pelaksanaan, 3 partisipasi pada
tahap pemanfaatan hasil-hasil pembangunan, dan 4 partisipasi dalam tahap pengawasan dan monitoring.
Masyarakat senantiasa ikut serta berpartisipasi terhadap proses-proses pembangunan apabila terdapat faktor-faktor yang mendukung, antara lain:
kebutuhan, harapan, motivasi, ganjaran, kebutuhan sarana dan prasarana, dorongan moral, dan adanya kelembagaan baik non-formal maupun formal.
Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan salah satu faktor kebijakan untuk menanggulangi persoalan sampah perkotaan atau lingkungan
permukiman dari tahun ke tahun yang semakin kompleks. Sebagai contoh, Pemerintah Jepang membutuhkan waktu 10 tahun untuk
membiasakan masyarakatnya memilah sampah. Reduce mengurangi, reuse penggunan kembali dan recycling daur ulang adalah model relatif aplikatif dan
dapat bernilai ekonomis. Sistem ini diterapkan pada skala kawasan sehingga memperkecil kuantitas dan kompleksitas sampah.
Model ini akan dapat memangkas rantai transportasi yang panjang dan beban APBD yang berat. Selain
itu masyarakat secara bersama diikutsertakan dalam pengelolaan yang akan memancing proses serta hasil yang jauh lebih optimal daripada cara yang
diterapkan saat ini. Untuk mendapatkan tingkat efektifitas dan efisiensi yang tinggi dalam
penanganan sampah di kota maka pengelolaannya harus cukup layak diterapkan yang sekaligus disertai upaya pemanfaatannya sehingga diharapkan mempunyai
keuntungan berupa nilai tambah. Untuk mencapai hal tersebut maka perlu
pemilihan cara dan teknologi yang tepat, perlu partisipasi aktif dari masyarakat yang merupakan sumber sampah berasal dan mungkin perlu dilakukan kerjasama
antarlembaga pemerintah yang terkait Diperlukan aspek legal untuk dijadikan pedoman berupa peraturan-peraturan mengenai lingkungan demi menanggulangi
pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh sampah. Sistem pengelolaan yang dilakukan di beberapa kota memiliki karakteristik
masing-masing, yang disesuaikan dengan jenis umum sampah, keadaan budaya, serta kebiasaan-kebiasaan masyarakatnya. Beberapa sistem pengelolaan di
beberapa negara atau kota dijelaskan berikut ini.
a. Canberra
Kota Canberra Ananta 1997 memiliki program bebas sampah tahun 2010 No waste 2010 Canberra. Kota yang memproduksi sampah sebesar 250 ribu ton
per tahun ini menumpukkan sampahnya pada dua Tempat Pembuangan Akhir yang berada di daerah Mungga Lande dan Belconnen. Total sampah terdiri dari 60
persen kertas, karton kemas, sampah organik, puing, dan batuan sisa bangunan. Kota Canberra menerapkan sistem landfill yang dikelola oleh Dinas Pelayanan
kota Departement of Urban Services dengan ijin Kantor Pengontrolan Polusi Pollution Control Authority Office of the Environment. Pengumpulan sampah
dan kegiatan daur ulang dikontrakkan kepada swasta. Terdapat tiga program yang dilakukan oleh pemerintah dengan
memberdayakan masyarakat seperti mendaur ulang sampah pekarangan, daur ulang yang dikoordinir kelompok yang disebut REVOLVE dan sebuah jaringan
pertukaran materi yang dapat menggunakan kembali sumber sampah yang dikenal dengan nama Canberra Resource Exchange Network CERN. CERN ini tersedia
database yang lengkap beserta suppliernya, dan jika sebuah sampah belum didapatkan, warga tersebut dapat mendaftar secara gratis sebagai pencari sampah
jenis tersebut.
b. Jepang