Sarana dan prasarana pengelolaan sampah merupakan pilihan kriteria keempat, namun demikian keberadaan sarana dan prasarana ini sangat diperlukan
dalam mendukung program kebersihan lingkungan, karena tanpa adanya sarana dan prasarana maka pengolahan sampah tidak akan dapat dilakukan dengan baik.
Sarana dan prasarana pengelolaan sampah merupakan pilihan kriteria terakhir, menjadi suatu petunjuk bahwa dalam melakukan pengelolaan sampah yang paling
utama adalah ada kebijakan dan program aksi dari pemerintah kota Bandar Lampung untuk melakukan pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya
sampah kota.
6.3.4. Analisis penilaian tingkat
kepentingan alternatif
pengelolaan kebersihan lingkungan
berkelanjutan
Landasan kebijakan baru dalam pengelolaan kebersihan lingkungan adalah bersifat partisipatif, desentralisasi dan mengacu pada prinsip-prinsip efisiensi
ekonomi, keadilan, dan keberlanjutan Budiharsono 2001, Helmi 2002. Dari hasil analisis dengan pendekatan AHP diperoleh alternatif kebijakan dalam
pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan di kota Bandar Lampung, seperti disajikan pada Gambar 20
.
Keterangan : PK
: Pola kemitraan antara pemerintah kota, swasta dan masyrakat IKPH : Implementasi kebijakan dan penegakan hukum
SL : Pengolahan dengan teknik Sanitary Landfill
PSP : Peningkatan sarana dan prasarana
Gambar 20 Alternatif pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan kota Bandar Lampung
Pola kemitraan antara
pemerintah kota
, swasta dan masyarakat merupakan alternatif kebijakan yang menempati prioritas pertama dengan nilai pembobotan
sebesar 0,483. Prioritas kedua adalah implementasi kebijakan dan penegakan hukum dengan nilai
pembobotan
sebesar 0,254. Prioritas ketiga adalah pengolahan dengan teknik sanitary landfill dengan nilai pembobotan sebesar 0,155, dan
prioritas keempat adalah peningkatan sarana dan prasarana sebesar 0,107. Pola kemitraan antara pemerintah kota, swasta, dan masyarakat menjadi
prioritas pertama karena hasil program kebersihan lingkungan akan dapat dicapai jika ada kerjasama antara stakeholders tersebut. Dalam hal ini, pemerintah kota
Bandar Lampung berperan sebagai pembuat kebijakan dan peraturan tentang kebersihan lingkungan, pihak swasta menjadi mitra pemerintah kota untuk
terlibat dalam investasi peralatan dan pengelolaan sampah, sedangkan masyarakat sebagai pelaku pengelolaan sampah dengan menerapkan prinsip 4R. Dengan
adanya pola kemitraan yang harmonis antarstakeholders tersebut, maka akan tercapai program kebersihan lingkungan yang berkelanjutan
Alternatif kebijakan prioritas kedua, yaitu implementasi kebijakan dan penegakan hukum telah dilakukan melalui berbagai upaya untuk mencapai kota
Bandar Lampung yang bersih dan hijau. Namun demikian, kebijakan tentang kebersihan lingkungan yang telah dibuat agar dapat diimplentasikan di lapangan
masih perlu ditindaklanjuti dengan tindakan tegas bagi pelanggar kebersihan lingkungan.
Alternatif kebijakan prioritas ketiga adalah pengolahan dengan teknik sanitary landfill. Sistem pengelolaan sampah di TPA Bakung kota Bandar
Lampung masih belum baik, sehingga menimbulkan protes dari warga masyarakat sekitarnya. Menurut masyarakat, TPA Bakung telah menimbulkan penyakit, bau
busuk, populasi lalat meningkat, pencemaran udara sampah dibakar, dan menurunnya produktivitas lahan pertanian.TPA dapat mengacu pada rekayasa
fasilitas untuk pemusnahan limbah yang dirancang dan dioperasikan untuk meminimumkan dampaknya terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan,
mempunyai sistem yang dapat mengisi, mengumpulkan, dan mengendalikan lindi
Tchobanoglous 1990, Manahan 1994. Sampah-sampah yang tidak dapat diolah dan diproses secara khusus, dibuang dengan cara sanitary landfill. Oleh karena
itu, TPA Bakung perlu dilengkapi dengan sistem pengelolaan sampah yang mampu mengolah lindi yang dihasilkannya.
Alternatif prioritas keempat adalah peningkatan sarana dan prasarana. Minimnya ketersediaan sarana dan prasarana kebersihan merupakan salahsatu
permasalahan yang sedang terjadi di kota Bandar Lampung. Keadaan tersebut sangat mempengaruhi mobilitas kegiatan pengelolaan sampah. Dengan demikian,
diharapkan adanya peningkatan jumlah sarana dan prasarana kebersihan dimulai dari tempat menampung sampah sampai dengan pengangkutan sampah ke TPA,
agar mobilitas pengelolaan kebersihan lingkungan berjalan secara optimal.
6.4. Pemberdayaan