V. PERAN PEMANGKU KEPENTINGAN DALAM PENGELOLAAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN
BERKELANJUTAN KOTA BANDAR LAMPUNG Abstrak
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengkaji peran perguruan tinggi, badan usahapihak swasta, petugaspamong kelurahan dan lembaga
swadaya masyarakat sebagai pemangku kepentingan stakeholders dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan di kota Bandar Lampung.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner melalui wawancara dan FGD. Selain itu digunakan juga bahan-bahan dokumentasi seperti: dokumen
program dan laporan kegiatan yang telah dilakukan masing-masing stakeholders. Berdasarkan hasil penelitian para pemangku kepentingan stakeholders
menyatakan bahwa terdapat 4 empat kategori pentingnya peran dan fungsi organisasi kebersihan lingkungan kota Bandar Lampung, yaitu: 1 sebagai fungsi
kontrol bagi institusi kebersihan lingkungan perkotaan, 2 institusi tersebut yang bertanggung jawab terhadap kebersihan lingkungan kota Bandar Lampung, 3
agar sampah kota dapat dikelola secara efisien dan efektif, dan 4 adanya organisasi kebersihan lingkungan dan berfungsi sebagaimana mestinya akan dapat
mengelola kebersihan lingkungan perkotaan secara berkelanjutan. Peran perguruan tinggi, pihak swasta, petugas pemerintah dan LSM sebagai
stakeholders dalam mendukung pemerintah daerah terhadap pemberdayaan masyarakat menunjukkan kecenderungan dengan katagori rendah Berdasarkan
hasil uji kontingensi Fisher dapat disimpulkan terdapat peran yang signifikan dari pemangku kepentingan terhadap pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan
kebersihan lingkungan berkelanjutan, khususnya sampah perkotaan.
Kata Kunci: peran, pemangku kepentingan, dan uji statistik.
5.1. Pendahuluan
Untuk dapat mewujudkan daerah perkotaan yang bersih dan bebas sampah, diperlukan perubahan pola pikir atau cara pandang terhadap sampah. Selama ini
sampah seringkali diartikan sebagai sisa buangan yang tidak mempunyai nilai dan harus disingkirkan, sehingga anggapan yang selalu melekat pada setiap individu
adalah bahwa sampah sebagai sumber pencemar lingkungan. Dengan kondisi demikian sampah menumpuk di TPA tanpa ada pengolahan sehingga dapat
menjadi sumber bencana. Padahal apabila sampah dapat dikelola dan diolah dengan baik dan benar maka sampah dapat menjadi suatu sumberdaya yang
bernilai ekonomis dan dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Sampah organik misalnya merupakan sumberdaya untuk pembuatan kompos. Apabila hal ini dapat dioptimalkan maka akan
memberikan kontribusi pada dua hal sekaligus, yaitu disatu pihak masalah kebersihan lingkungan tertangani, dan dilain pihak secara ekonomis memberikan
nilai tambah. Menurut Muller-Glodde 1994 kelembagaan lingkungan environmental
institution merupakan norma dan nilai sosial, kerangka politis, program-program lingkungan, pola perilaku dan komunikasi serta pergerakan sosial, yang
membentuk interaksi sosial dari individu-individu yang menyusun organisasi dan kelompok secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi peraturan yang
mengatur sumberdaya alam. Kaitannya dengan organisasi atau kelembagaan yang melakukan penanganan terhadap persampahan kota di dalamnya terdapat berbagai
stakeholders yang ikut terlibat. Perubahan paradigma dalam pengelolaan kebersihan lingkungan yang
berkaitan dengan sampah memerlukan dukungan dari berbagai pihak. Pihak yang dimaksud adalah para pemangku kepentingan stakeholders dalam pengelolaan
kebersihan lingkungan. Peran pemangku kepentingan tersebut, antara lain diperlukan dalam mengembangkan paradigma pengelolaan sampah, karena
implementasi dari program pengelolaan kebersihan lingkungan relatif menjadi ranah para pemangku kepentingan terkait.
Stakeholders yang terlibat dalam pengelolaan sampah adalah: 1 pemerintah, 2 warga masyarakat, 3 swasta, 4
para ahli dan akademisi di perguruan tinggi, dan 5 LSM. Masing-masing stakeholders akan berinteraksi satu sama lain sesuai dengan fungsi dan perannya.
Saat ini di kota Bandar Lampung instansi yang bertanggungjawab dalam pengelolaan kebersihan lingkungan adalah Dinas Kebersihan dan Pertamanan.
Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota DKPK yang merupakan salahsatu pemangku kepentingan dalam pengelolaan kebersihan lingkungan. Selain
berfungsi sebagai pengelola persampahan, DKPK juga berfungsi sebagai pengatur, pengawas, dan pembina pengelolaan sampah. Tumpang tindihnya peran
pengaturan dan pengawasan dari instansi tersebut dengan fungsi operator pemberi layanan, menyulitkan pelaksanaan reward dan punishment dalam pelayanan
kepada masyarakat. Selain hal tersebut, belum adanya konsep kebijakan dan program pemberdayaan dalam pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya
pemberdayaan masyarakat dalam mengelola sampah perkotaan. Dari aspek semantik, pemangku kepentingan didefinisikan sebagai
perorangan, organisasi, dan sejenisnya yang memiliki andil atau perhatian dalam bisnis atau industri Hornby 1995. Dalam konteks penelitian ini, pemangku
kepentingan dapat dikategorikan dalam lingkup yang lebih luas, yakni pemerintah kota Bandar Lampung, perguruan tinggiakademisi, pengusahapihak swasta,
lembaga swadaya masyarakat LSM, dan masyarakat. Dalam implementasi program pembangunan termasuk program pengelolaan kebersihan lingkungan,
pemangku kepentingan memiliki definisi dan pengertian yang beraneka ragam. Istilah pemangku kepentingan banyak digunakan untuk mendeskripsikan
komunitas atau organisasi formal yang secara permanen berkepentingan terhadap hasil dan dampak dari suatu aktivitas atau kebijakan. Hal ini perlu disadari,
mengingat masyarakat tidak selalu menerima dampak secara adil. Sebagian masyarakat mungkin menanggung biaya dan sebagian masyarakat lainnya justru
memperoleh manfaat dari suatu kegiatan atau kebijakan Race dan Millar 2006. Oleh karena itu, pemahaman terhadap keberadaan eksistensi dan peran
pemangku kepentingan sangat mutlak diperlukan untuk mengimplementasikan program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji peran perguruan tinggi, badan usahapihak swasta,
petugaspamong kelurahan dan lembaga swadaya masyarakat dalam mendukung pemerintah daerah terhadap pemberdayaaan masyarakat dalam pengelolaan
kebersihan lingkungan, khususnya sampah kota Bandar Lampung.
5.2. Metode Penelitian