mengalami penurunan. Penurunan realisasi dari target retribusi disebabkan beberapa hal, antara lain: 1 kurang efektifnya bentuk pemungutan oleh petugas,
2 sebagian dari pedagang pasar memilih menggunakan tenaga perseorangan untuk mengangkut sampah akibat sering terlambatnya petugas mengangkut
sampah, dan 3 banyaknya pedagang kakilima yang engan membayar retribusi sampah. Target dan realisasi retribusi pelayanan persampahan dan pelayanan
pasar dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Target dan realisasi retribusi persampahan kota Bandar Lampung
Tahun Jenis Penerimaan
Target Rp
Realisasi Rp
Persentase 2001 Pelayanan
persampahan Pelayanan pasar
550.000.000 840.500.000
550.610.750 843.552.500
100,10 100,40
2002 Pelayanan persampahan
Pelayanan pasar 598.000.000
921.111.000 599.428.500
922.213.500 100,20
100,10 2003 Pelayanan
persampahan Pelayanan pasar
610.000.000 1.005.000.000
610.592.500 1.005.568.000
100,10 100,10
2004 Pelayanan persampahan
Pelayanan pasar 610. 000.000
1.005.000.000 611.300.500
1.006.771.000 100,20
100,20 2005 Pelayanan
persampahan Pelayanan pasar
799.644.300 1.313.022.750
642.655.000 1.033.828.500
8,.40 78,70
2006 Pelayanan persampahan
Pelayanan pasar 642.064.500
1.040.026.500 509.708.500
1.000.964.750 94,96
96,24 2007 Pelayanan
persampahan Pelayanan pasar
642.064.500 1.040.089.400
509.708.500 1.000.964.750
94,96 96,38
2008 Pelayanan persampahan
Pelayanan pasar 642.064.500
1.040.089.500 500.173.000
821.208.000 77,90
78,95 2009 Pelayanan
persampahan Pelayanan pasar
516.840.000 863.938.000
Sumber : Dinas Pengelolaan Pasar Kota Bandar Lampung 2010
3.4. Implementasi Pengelolaan Sampah di kota Bandar Lampung
Sampai saat ini, pengelolaan sampah pasar dan permukiman di kota Bandar Lampung yang menerapkan sistem 3R baru dilakukan oleh sebagian kecil warga
masyarakat. Untuk skala pasar, penerapan 3R telah dilakukan di pasar Panjang, pasar Tamin, dan pasar Cimeng yang pada masing-masing pasar itu terdapat unit
pengolah sampah. Pengolahan sampah di TPS berasal dari sampah yang belum diolah di rumah, atau sampah pasar, sampah dari kantor, dan sampah dari tempat
lainnya. Di ketiga pasar tersebut di atas, masing-masing memiliki TPS. Oleh karena itu petugas melakukan pemilahan sampah untuk kebutuhan daur ulang dan
pengomposan sampah yang diperlukan dalam membuat pupukkompos yang memiliki nilai ekonomis. Sedangkan sampah yang tidak bisa diolah, diangkut ke
Bakung sebagai tempat pembuangan akhir. Untuk pengolahan sampah di permukiman, hasil pengamatan di lapangan
menunjukkan ada sebagian kecil dari kepala rumahtangga sudah melakukan pemilahan sampah antara sampah basah dan sampah kering, seperti di kelurahan
Kemiling, Kedaton, dan Rajabasa. Hasil pemilahan sampah basah dijadikan pupuk atau kompos untuk kebutuhan sendiri dan sebagian di pasarkan melalui
kelompok PKK, sedangkan sampah kering dijadikan kerajinan tangan seperti vas bunga, gantungan kunci, asbak dan lain-lain.
Proses pengomposan sampah secara aerobik adalah cara yang paling banyak digunakan karena murah dan
mudah
dilakukan. Peralatan dasar yang diperlukan dalam pengomposan secara aerobik terdiri dari 1 peralatan untuk
penanganan bahan dan 2 peralatan keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja K3 bagi pekerja. Bahan baku pengomposan adalah semua material organik yang
mengandung karbon dan nitrogen, misalnya kotoran hewan, sampah hijau, sampah kota, lumpur cair dan limbah industri pertanian.
Tahap pengomposan secara aerobik yang telah dilakukan oleh masyarakat adalah sebagai berikut: 1 pemilahan sampah, dilakukan untuk memisahkan
sampah organik dari sampah anorganik dan sampah B3, 2 penyusunan tumpukan, sampah bahan organik yang telah dipilah disusun menjadi tumpukan.
Bahan baku yang kering ditempatkan di atas tanah dengan lapisan pertama, lapisan berikutnya adalah lapisan sampah rumahtangga dan sampah pasar, dan
yang terakhir adalah lapisan dari limbah atau kotoran. Pada tiap tumpukan diberi terowongan bambu yang berfungsi mengalirkan udara di dalam tumpukan, 3
pembalikan dan pergeseran, dilakukan untuk membuang panas yang berlebihan, dan memasukkan udara segar kedalam tumpukan bahan. Pembalikan dilakukan
dengan membongkar tumpukan, kemudian memindahkannya ke tempat baru di sebelahnya. Tempat tumpukan yang lama ditinggalkan dan dipakai sebagai tempat
bagi tumpukan baru yang lain, 4 penyiraman dengan air, dilakukan pada saat pembalikan atau dilakukan pada saat tumpukan terlalu kering, 5 pematangan,
setelah pengomposan berjalan sekitar 40-50 hari, pada saat itu tumpukan sampah telah lapuk, berwarna kecoklatan tua atau kehitaman. Pada saat ini dianggap
bahwa kompos telah matang benar dan aman untuk digunakan pada tanaman, 6 penyaringan dilakukan untuk memperoleh ukuran partikel kompos sesuai dengan
kebutuhan, 7 pengemasan dan penyimpanan. Kompos yang telah disaring dikemas dalam kantong sesuai dengan kebutuhan pemasaran 5-40 kg.
Pada saat penelitian, kondisi TPA Bakung yang hampir penuh dan dekat dengan permukiman padat penduduk, mendorong pemerintah kota Bandar
Lampung untuk melaksanakan kerjasama dengan pihak ketiga dalam mengolah sampah di TPA Bakung. Kerjasama dilaksanakan dalam bentuk pemusnahan gas
metana yang dihasilkan di TPA Bakung dengan program CDM Clean
Development Mechanism. Pada tahun 2009, sebuah perusahan swasta PT. Bionersis Indonesia menawarkan kerjasama untuk pengurangan gas metana.
Sistem pemusnahan ini, sampah organik dibusukkan dalam landfill sehingga dihasilkan gas metana, dan kemudian melalui pipa, dialirkan dan diolah
menjadi energi listrik. Berdasarkan studi kelayakan yang dilakukan oleh PT Bionersis Indonesia, pemusnahan gas metana yang dihasilkan di TPA Bakung
dengan program CDM Clean Development Mechanism layak dilakukan di TPA Bakung. Namun pada sampah yang tidak dapat diolah dan diproses secara khusus,
dibuang dengan cara sanitary landfill yaitu pelapisan sampah dengan tanah. Sesuai kondisi di lapangan, sampah dengan ketebalan 1,5m-2,0m dipadatkan
dengan alat berat buldozer, kemudian dilapisi tanah setebal 10 cm - 15 cm. Pelaksanaan sanitary landfill harus benar dan ketat karena yang terjadi di
lapangan
sebagian ada yang dilakukan dengan cara open dumping yaitu pengelolaan
sampah dengan
menumpuk sampah pada suatu area terbuka.
Sistem pengolahan sampah ini diharapkan dapat mengurangi gas emisi dan air lindi yang dihasilkan sampah. Selain itu, tanah di lokasi TPA Bakung dapat
digunakan kembali dan akan didapatkan sumber energi baru. Pada saat penelitian ini, bentuk kerjasama pemerintah kota Bandar Lampung dengan PT. Bionersis
Indonesia tersebut masih dalam tahap pembahasan.
Pengomposan sampah dan daur ulang merupakan sistem alternatif. Banyak komunitas masyarakat, seperti di Rawasari Jakarta, Surabaya, Yogyakarta yang
telah mampu mengurangi 50 persen penggunaan landfill atau insinerator bahkan beberapa sudah mulai mengubah pandangan dari tempat pembuangan sampah
menjadi tempat pengolahan sampah, dan akhirnya menjadi tempat pengelolaan sampah terpadu sehingga dapat menerapkan zero waste atau sampah tanpa sisa.
Menurut Handono 2010 alternatif lain pengelolaan sampah yang telah banyak dilakukan oleh masyarakat adalah daur ulang. Metode yang telah dicoba
dan dikembangkan oleh masyarakat untuk mengelola sampah secara mandiri baik komunal maupun domestik, antara lain: 1 keranjang takakura. Metode ini cukup
berhasil untuk diterapkan pada masyarakat, namun karena kapasitasnya kecil maka lebih cocok digunakan untuk skala domestik rumahtangga. Desain yang
bagus dan tidak makan tempat, seperti halnya keranjang plastik biasa membuat alat tersebut fleksibel untuk ditempatkan di dapur; 2 tong komposter semi aerob.
Tong komposter semi aerob ini mempunyai ukuran lebih besar, dan mempunyai lubang-lubang pengeluaran udara exhause untuk mendukung sistem semi aerob
an-aerob fakultatif pada proses fermentasi dan dekomposisi. Kapasitas tampung lebih besar karena dibuat dari bahan dasar tong plastik berkapasitas 50 liter. Tong
untuk skala rumahtangga, tetapi dengan jumlah banyak maka bisa diterapkan untuk skala komunal. Desain tong tersebut memiliki lubang di bagian dasarnya
yang sangat sesuai untuk diterapkan dengan kombinasi penggunaan bakteri pengurai pada campuran bahan sampah organik sebelum dimasukkan ke dalam
tong komposter ini. Lubang di bagian dasar dan di bagian exhause pengeluaran udara diharapkan bisa menjaga kondisi kelembaban yang optimum bagi proses
pengomposan; 3 tong komposter aerob. Tong komposter aerob terbuat dari plastik dengan kapasitas 50 liter yang dilengkapi dengan cerobong asap sepanjang
± 2 meter, yang berfungsi menyalurkan gas buangbau yang diproduksi selama proses pengomposan berlangsung. Sebagian besar masyarakat membuat barang-
barang kreasi dari sampah anorganik yang sudah tidak dipakai lagi, misalnya, membuat tirai dari gelas plastik bekas minuman, membuat tas dari sisa plastik,
dan lainnya.
Hambatan terbesar dari penerapan daur ulang adalah banyak produk alat rumahtangga tidak dirancang untuk dapat didaur ulang jika sudah tidak terpakai
lagi. Hal ini karena para pengusaha tidak mendapat insentif ekonomi yang menarik untuk melakukannya. Perluasan tanggungjawab produsen extended
producer responsibility - EPR adalah suatu pendekatan kebijakan yang meminta produsen menggunakan kembali produk-produk dan kemasannya.
3.5. Hubungan Kebijakan dan Program