Program ini sangat membantu untuk menumbuhkan kesadaran kolektif. Adapun cara yang digunakan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat melalui
paket yang terdiri atas pembuatan poster, buklet, videocasseet. Selain itu juga dilakukan pelatihan pemandu dan fasilitator yang bertugas sebagai pendampingan
masyarakat.
e. Jakarta Zero Waste Rawasari
Proyek zero waste Suhli 2001 untuk kawasan ini diterapkan dengan melibatkan warga dalam pengelolaan sampah dengan prinsip dari warga untuk
warga. Pengelolaan sampah dilakukan hanya per kawasan, sehingga biaya angkut menjadi nol persen. Sampah yang dihasilkan langsung dipilah dan diolah sesuai
dengan peruntukannya. Kegiatan ini dapat mengolah sampah hingga 6 – 20 m
3
hari dengan hasil kompos sebanyak 12 tonbulan serta menghasilkan kertas daur ulang, biji plastik, logam serta bahan konstruksi sebanyak 8,4 tonbulan
f. Bandung
Tempat Pembuangan Akhir sampah di Kota Bandung Sukendar dan Abriansyah 1999 ditempatkan di Desa Karang Pamulang - Pasir Impun dengan
luas 7 ha. Struktur kontruksi dilakukan sedemikian rupa hingga tumpukan bau dapat diatasi dengan menggali lubang sedalam 7 meter dengan ukuran 14 x 30
meter. Dasarnya dilapisi dengan tanah liat kedap air, lubang tersebut dilengkapi pipa yang dapat mengalirkan cairan limbah dan biogas.
Tempat Pembuangan Akhir Sampah ini mampu mengelola sampah 500 - 1000 m
3
hari. Hasil pengelolan sampah tersebut menghasilkan daya listrik 40.000 watt, serta sampah busuk dijual berupa kompos. Dari hasil pengelolaan sampah
berupa kompos tersebut Tempat Pembuangan Akhir sampah menghasilkan Rp 10 juta dalam waktu satu tahunnya
2.6. Konsep Dasar dan Prinsip Kemitraan
Kemitraan pada esensinya adalah dikenal dengan istilah gotong royong atau kerjasama dari berbagai pihak, baik secara individual maupun kelompok.
Menurut Notoatmodjo 2003, kemitraan adalah suatu kerja sama formal antara individu-individu, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai
suatu tugas atau tujuan tertentu. Untuk membangun sebuah kemitraan, harus
didasarkan pada hal-hal berikut: 1 kesamaan perhatian common interest atau kepentingan, 2 saling mempercayai dan saling menghormati, 3 tujuan yang
jelas dan terukur 4 kesediaan untuk berkorban, baik waktu, tenaga, maupun sumberdaya yang lain. Adapun prinsip-prinsip kemitraan adalah: 1 persamaan
atau equality, 2 keterbukaan atau transparancy, dan 3 saling menguntungkan atau mutual benefit.
Konsep pemberdayaan yang menempatkan masyarakat sebagai subjek, maka masyarakat harus dilihat sebagai mitra pemerintah dalam pengelolaan
kebersihan lingkungan. Hubungan dalam pengambilan keputusan bersifat horizontal, sejajar, dan setara dalam satu jalur yang sama. Tidak ada sikap yang
ingin menang sendiri, ingin tampil sendiri, ingin populer sendiri atau ingin diakui sendiri. Sebagai mitra, pemerintah harus dapat saling memberi, saling mengisi,
saling mendukung dan tidak berseberangan dengan masyarakat. Dalam pelaksanaan program tidak terlalu campur tangan yang akan mengakibatkan
masyarakat menjadi pasif dan tidak berinisiatif, akhirnya akan mematikan kreativitas masyarakat Muchlishah 2002.
Dalam konsep kemitraan, pemerintah daerah kabupatenkota dapat secara sendiri-sendiri atau
bersama-sama
dapat bermitra dengan badan usaha pengelolaan sampah dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah. Kemitraan sebagaimana
dimaksud
dituangkan
dalam bentuk perjanjian antara pemerintah daerah kabupaten dan kota dengan badan usaha yang bersangkutan UU No.18 tahun 2008.
Masyarakat dapat berperan aktif dan bermitra dalam pengelolaan sampah yang diselenggarakan oleh pemerintah dan atau pemerintah daerah. Peran tersebut
sebagaimana
dimaksud dapat dilakukan melalui: a pemberian usul, pertimbangan, dan saran kepada pemerintah dan atau pemerintah daerah, b perumusan dalam
kebijakan pengelolaan sampah, dan atau c pemberian saran dan pendapat dalam penyelesaian sengketa persampahan.
Dengan demikian permasalahan sampah perkotaan merupakan isu yang terus berkembang dan semakin hari semakin meningkat volumenya, begitu juga
memerlukan dana dan upaya yang besar pula. Oleh sebab itu, pemberdayaan masyarakat sebagai mitra pemerintah daerah dalam pengelolaan kebersihan
lingkungan berkelanjutan merupakan kebijakan yang strategis.
III. KAJIAN KEBIJAKAN DAN PROGRAM PENGELOLAAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN
KOTA BANDAR LAMPUNG
Abstrak
Penanganan kebersihan lingkungan, khususnya sampah dari sumbernya sangat penting untuk segera dilaksanakan di kota Bandar Lampung melalui
kebijakan dan program pemerintah serta dukungan dari semua lapisan masyarakat. Dalam bab ini dikaji kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan
berkelanjutan di kota Bandar Lampung, termasuk penyediaan sarana, prasarana, kapasitas daya tampung TPA, dan petugas kebersihan lingkungan. Pengumpulan
data dilakukan melalui wawancara terhadap pimpinan dan staf Dinas Kebersihan dan Pertamanan, pimpinan Dinas Pasar, pimpinan kecamatan dan staf, pamong
kelurahan, dan masyarakat. Data yang dikumpulkan berupa data kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitan menunjukkan bahwa kebijakan dan program
pengelolaan sampah di Kota Bandar Lampung saat ini dikelola oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan kota Bandar Lampung, Dinas Pasar kota Bandar
Lampung, dan Satuan Organisasi Kebersihan Lingkungan SOKLI di tingkat kecamatankelurahan. Sarana dan prasarana pengumpulan, pengangkutan dan
pengolahan masih sangat terbatas, baik dari jumlah dan kualitas. TPA Bakung masih mampu menampung sampah kota selama 15-20 tahun apabila
pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan secara optimal. Dari tabel kontingensi dapat disimpulkan bahwa ada hubungan signifikan antara kebijakan dan program
pengelolaan kebersihan lingkungan dengan tingkat pemberdayaan masyarakat kota Bandar Lampung.
Kata Kunci: kebijakan dan program pengelolaan sampah, sarana-prasarana, daya
tampung TPA, petugas kebersihan, pemberdayaan masyarakat
3.1. Pendahuluan
Kota Bandar Lampung memiliki luas wilayah 197,220 km² yang terbagi atas 13 kecamatan dan 98 kelurahan dengan jumlah penduduk pada tahun 2008
sebesar 844.608 jiwa dan pertumbuhan penduduk rata-rata per tahun sebesar 1,55 persen. Proses pembangunan kota Bandar Lampung yang berlangsung
selama ini, selain telah menghasilkan kemajuan juga masih menyisakan banyak permasalahan yang harus dihadapi.
Salah satu masalah yang cukup kompleks di kota Bandar Lampung adalah sampah. Pada pelaksanaannya, pengelolaan sampah di kota Bandar Lampung
masih mengalami kendala: 1 kurangnya armada pengangkutan karena rusak dan umur armada pengangkutan yang sudah tua, 2 sulitnya mendapatkan lahan untuk