Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
5
membeli barang yang diperlukan nasabah kemudian menjualnya kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan
margin keuntungan yang disepakati antara bank syariah dan nasabah Janwari, 2015.
Tabel 1.1 Perkembangan Komposisi Pembiayaan Murabahah, SBIS, NPF, Kurs
dan Inflasi Periode Januari 2010-Januari 2016 di Indonesia
Tahun Pembiayaan
Murabahah Miliar
SBIS Miliar
NPF Persen
Kurs Rupiah
Inflasi Persen
2010 37.508
5.408 3.02
8.991 6.96
2011 56.365
9.244 2.52
9.068 3.79
2012 88.004
4.993 2.22
9.670 4.30
2013 110.565
6.699 2.62
12.189 8.36
2014 117.371
8.130 4.33
12.440 8.36
2015 122.111
6.280 3.90
13.795 3.35
2016 122.287
6.275 4.39
13.846 4.14
Sumber : Bank Indonesia data diolah
6
Pembiayaan murabahah adalah pembiayaan yang diminati masyarakat, sebab akad murabahah adalah akad jual beli yang ditambah
oleh margin yang disepakati. Terlihat pada tabel di atas setiap tahunnya pembiayaan murabahah mengalami peningkatan yang cukup pesat. Ini
terlihat baik pada pembiayaan murabahah setiap tahunya. Masyarakat lebih memilih pembiayaan murabahah karena dilihat dari segi resiko. Pada
pembiayaan murabahah resiko yang akan diterima nasabah akan lebih kecil dibandingkan pada pembiayaaan lain, dari segi resiko adalah salah satu
minat masyarakat. Pada pembiayaan murabahah risiko bisa terjadi yang berakibat pada
bank, diantara kemungkinan risiko yang harus diantisipasi dalam pembiayaan murabahah antara lain: Default atau kelalaian, nasabah sengaja
tidak membayar angsuran. Fluktuasi harga komparatif. Ini terjadi bila harga suatu barang dipasar naik setelah bank membelikannya untuk nasabah. Bank
tidak bisa mengubah harga jual beli tersebut. Penolakan nasabah; barang yang dikirim bisa saja ditolak oleh nasabah karena berbagai sebab antara
lain rusak dalam perjalanan. Dijual; karena pembiayaan murabahah bersifat jual beli dengan utang, maka ketika kontrak ditanda tangani, barang itu
menjadi milik nasabah Antonio,2001. Kebijakan moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam
rangka pengendalian uang beredar dilakukan dengan operasi pasar terbuka yaitu dengan menambah atau mengurangi jumlah uang beredar di
masyarakat melalui bank-bank, termasuk bank syariah. Agar operasi pasar
7
terbuka berdasarkan prinsip syariah dapat dilaksanakan, maka perlu diciptakan suatu piranti yang sesuai dengan prinsip syariah dalam bentuk
Serifikat Bank Indonesia Syariah SBIS. Sertifikat Bank Indonesia Syariah merupakan surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang berjangka
pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia guna untuk pengendalian moneter yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah
menggunakan akad Ju’alah.
Apabila bank syariah lebih memilih untuk menempatkan dana tersebut di SBIS, dikarenakan besarnya resiko untuk menyalurkannya
pada sektor riil maka hal ini merupakan indikasi dari tidak tersalurkannya pembiayaan perbankan syariah dengan optimal.
Sehingga dapat dikatakan SBIS dengan pembiayaan murabahah memiliki hubungan negatif.
Dari tabel menunjukan bahwa perkembangan SBIS tumbuh secara fluktuatif atau bergerak naik turun. Bahkan sesuatu yang sangat mencolok
terjadi pada Januari 2012 SBIS naik hingga 10.663 dan turun pada bukan Februari 2012 menjadi 4.243.
Penyaluran pembiayaan oleh bank dalam melakukan investasi juga dipengaruhi oleh suku bunga sertifikat bank Indonesia SBI sedangkan
dalam bank syariah menggunakan Sertifikat Bank Indonesia Syariah SBIS yang dapat dimanfaatkan oleh bank syariah untuk mengatasi bila terjadi
kelebihan pada tingkat likuiditas. Akan tetapi peningkatan nilai Sertifikat
8
Bank Indoensia Syariah sebagai salah satu kebijakan moneter cenderung menyebabkan pembiayaan murabahah menurun Hermawan, 2013.
Non Performing Financing NPF adalah rasio antara pembiayaan yang bermasalah dengan total pembiayaan yang disalurkan oleh bank
syariah. Berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Bank Indonesia kategori yang termasuk dalam NPF adalah pembiayaan yang kurang lancar,
diragukan dan macet. Dari tabel dapat menunjukan bahwa perkembangan NPF tumbuh
secara fluktuatif atau bergerak naik turun. Bahkan sesuatu yang sangat mencolok terjadi pada Oktober 2015 NPF mengalami penurunan dari angka
4.41 menjadi 2.30 pada bulan November 2015. Hal tersebut mungkin dikarenakan total pembiayaan yang diberikan
kepada masyarakat yang juga terus meningkat. Peningkatan penyaluranan pembiayaan dalam kondisi sektor riil yang kurang kondusif karena laju
inflasi yang tinggi dalam satu tahun terakhir, mendorong penin gkatan jumlah pembiayaan bermasalah NPF yang dihadapi bank syariah.
NPF ini dapat dikatakan sebagai kredit macet di perbankan syariah. Menurut Bank Indonesia bank yang baik adalah bank yang memiliki NPF
kurang dari 5. NPF ini menunjukan seberapa besar kolektabilitas bank dalam mengumpulkan kembali pembiayaan yang telah disalurkannya.
Sehingga besar kecilnya NPF dapat dijadikan pertimbangan oleh pihak bank syariah untuk memberikan pembiayaan murabahah. Semakin besar NPF,
9
maka pihak bank syariah merasa khawatir untuk menyalurkan dananya disektor riil, dan pihak bank syariah akan menempatkan dananya ditempat
yang lebih aman yaitu instrument moneter. Semakin ketat kebijakan kreditanalisis pembiayaan yang dilakukan
manajemen bank semakin ditekan tingkat NPF akan menyebabkan tingkat permintaan pembiayaan oleh masyarakat turun. Hal ini disebabkan karena
waktu proses pembiayaan yang cukup lama, analisis pembiayaan yang mendalam, bahkan ada calon nasabah yang merasa privasi pribadinya
terganggu merasa tidak dipercaya karena adanya analisis karakter yang mendalam, sehingga calon nasabah merasa lebih baik meminjam pindah
ke bank
lain yang
lebih lunak
dalam melakukan
analisis pembiayaankebijakan kredit Azmi,2015.
Nilai tukar rupiah kurs tumbuh secara fluktuatif atau naik turun. Itu dapat dilihat pada September 2015 nilai tukar rupiah naik hingga 14,675 dan
kembali turun pada Oktober 2015 menjadi 13.639. Kondisi perekonomian berpengaruh terhadap aktivitas perbankan.
Salah satu indikator yang digunakan untuk mengatur kestabilan ekonomi adalah kurs valuta asing. Dampak fluktuatif dari kurs
mengakibatkan masyarakat cenderung ingin memiliki mata uang asing sehingga melakukan penarikan dana dari bank yang mengakibatkan bank
mengalami kesulitan dalam menyalurkan dana. Kurs valuta asing adalah perbandingan nilai tukar mata uang suatu Negara dengan mata uang Negara
10
asing atau perbandingan nilai tukar valuta antar Negara. Kenaikan nilai tukar mata uang disebut apresiasi sehingga mata uang asing lebih murah,
dengan demikian nilai mata uang dalam negeri akan mengalami peningkatan Darma Rita, 2010.
Perbankan syariah merupakan lembaga yang bergerak di bidang industri keuangan yang tentunya akan terpengaruh oleh pergerakan nilai
tukar rupiah kurs. Jika saja nilai rupiah melemah dan mata uang asing semakin meningkat maka transaksi perbankan di bidang valuta asing akan
mengalami perubahan. Hal ini akan berpengaruh terhadap pembiayaan. Inflasi pada Januari 2010 sampai dengan Januari 2016 mengalami
fluktuatif, itu ditandai dengan naik turunnya nilai inflasi setiap bulannya. Kondisi perekonomian yang selalu menarik perhatian perbankan dalam
menyalurkan pembiayaan adalah tingkat inflasi. Karena secara umum inflasi berarti kenaikan tingkat harga secara umum dari barang atau
komoditas dan jasa selama suatu periode tertentu. Inflasi juga dapat dianggap sebagai fenomena moneter karena terjadinya penurunan nilai tukar
perhitungan moneter terhadap komoditas. Dari data diatas inflasi mengalami fluktuatif karena variabel makro
seperti inflasi juga merupakan kompenen penting yang harus diperhatikan, Inflasi akan berpengaruh dalam pelaksanaan pembiayaan murabahah
adalah sebagai berikut, Secara langsung terhadap barang yang menjadi
11
objek dari transaksi, Mempengaruhi nasabah dan bank apabila terjadi inflasi dalam melakukan cicilan.Bagi tingkat keuntungan bank.
Inflasi disebabkan oleh uang yang beredar di masyarakat terlalu banyak, sehingga permintaan akan barang meningkat. Jika permintaan
barang meningkat, maka harga akan naik. Untuk mengatasi terjadinya inflasi, Bank Indonesia biasanya memberikan stimulus kepada perbankan
agar menyimpan uangnya di Bank Indonesia untuk dapat mengendalikan uang yang beredar di masyarakat. Dengan adanya kebijakan tersebut,
perbankan akan cenderung menyimpan dananya di Bank Indonesia daripada menyalurkan pembiayaan ke masyarakat. Disatu sisi kebijakan tersebut
dapat meredam terjadinya inflasi. Disisi lain jika suku bunga Bank Indonesia terlalu tinggi maka penyaluran dana kepada masyarakat akan
berkurang, sehingga investasi akan terhambat. Jika investasi berjalan lambat, maka roda perekonomian akan terganggu yang menyebabkan daya
beli masyarakat menurun yang berarti pertumbuhan ekonomi akan melemah Azmi, 2015.
Keadaan ekonomi makro yang fluktuasi pada sisi yang kurang menguntungkan, ditandai dengan melemahnya nilai tukar rupiah dan
naiknya suku bunga yang membuat bagi hasil dana bank syariah kurang menarik. Sementara kebijakan suku bunga yang tinggi merupakan peluang
bagi bank syariah untuk menawarkan pembiayaan bebas fluktuasi bunga Kiptiyah, 2007.
12
Kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana merupakan fokus utama kegiatan bank syariah. Oleh karena itu, untuk dapat menyalurkan
dana secara optimal, bank harus memiliki kemampuan dalam menghimpun dana pihak ketiga karena DPK ini merupakan sumber utama pembiayaan
bank syariah. Menurut Antonio 2001 : 146 dan Muhammad 2005 : 265 salah satu sumber dana yang bisa digunakan untuk pembiayaan adalah
simpanan DPK. Maka, semakin besar dan pihak ketiga yang dihimpun, akan semakin besar pula volume pembiayaan yang dapat disalurkan
Andraeny,2011. Dalam praktek penyaluran dana bank syariah ke sektor rill
memerlukan waktu yang tak singkat, oleh karena itu bank syariah dapat memutuskan penempatan kelebihan dananya pada instrumen SWBI,
walaupun hanya menjanjikan bonus tetapi cukup aman dan fleksibel. Terbukti apabila bank syariah kelebihan dana dari pihak ketiga, maka bank
syariah memiliki opsi yaitu menyalurkan untuk pembiayaan atau menyimpan dana tersebut di instrumen moneter yaitu suku bunga BI yang
berfungsi untuk melihat likuiditas suatu perbankan syariah. Berdasarkan penjelasan diatas, maka diperlukan suatu kajian yang
lebih mendalam untuk mengetahui bagaimana pengaruh dari faktor ekonomi makro terhadap pembiayaan murabahah. Agar peneliti lebih fokus dan tidak
meluas dari pembahasan yang akan dikaji, maka dalam penelitian ini penulis membatasinya pada ruang lingkup penelitian dimana pembiayaan
murabahah dipengaruhi oleh Serrtifikat Bank Indonesia Syariah SBIS,
13
Non Performing Financing NPF, kurs, dan inflasi. Dan sebab itu penulis mencoba melakukan kegiatan penelitian dalam bentuk penulisan skripsi
dengan judul “ANALISIS PENGARUH SERTIFIKAT BANK INDONESIA SYARIAH SBIS,
NON PERFORMING FINANCING NPF, KURS, DAN INFLASI TERHADAP PEMBIAYAAN
MURABAHAH DI PERBANKAN SYARIAH INDONESIA PERIODE Januari 2010- Januari 2016
”.