Analisis Fishbone Diagram Analisis Pareto Diagram

25 paling besar di sebelah kiri ke yang paling kecil di sebelah kanan. Susunan tersebut membantu menentukan pentingnya atau prioritas kategori kejadian- kejadian atau sebab-sebab kejadian yang dikaji atau untuk mengetahui masalah utama proses. Kegunaan Diagram Pareto sebagai berikut: 1 Menunjukkan prioritas sebab-sebab kejadian atau persoalan yang perlu ditangani, 2 Membantu memusatkan perhatian pada persoalan utama yang harus ditangani dalam upaya perbaikan, 3 Menunjukkan hasil upaya perbaikan. Setelah dilakukan tindakan koreksi berdasar proritas, kita dapat mengadakan pengukuran ulang dan memuat diagram Pareto baru. Apabila terdapat perubahan dalam diagram Pareto baru, maka tindakan korektif ada efeknya, 4 Menyusun data menjadi informasi yang berguna, data yang besar dapat menjadi informasi yang signifikan. Menurut Mitra 1993 dan Bestfield 1998, proses penyusunan Diagram Pareto meliputi enam langkah, yaitu: 1. Menentukan metode atau arti dari pengklasifikasian data, misalnya berdasarkan masalah, penyebab, jenis ketidaksesuaian dan sebagainya. 2. Menentukan satuan yang digunakan untuk membuat urutan karakteristik-karakteristik tersebut, misalnya rupiah, frekuensi, unit dan sebagainya. 3. Mengumpulkan data sesuai dengan interval waktu yang telah ditentukan 4. Merangkum data dan membuat rangking kategori data tersebut dari yang terbesar hingga yang terkecil 5. Menghitung frekuensi kumulatif atau persentase kumulatif yang digunakan. 6. Menggambar diagram batang menunjukkan tingkat kepentingan relative masing-masing masalah. Mengidentifikasi beberapa hal yang penting untuk mendapatkan perhatian. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Perusahaan Cindy Group merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang industri pemindangan ikan, khususnya pindang ikan bandeng milkfish. Perusahaan berlokasi di Kampung Tulang Kuning RT 02 RW 02 Desa Waru Kecamatan Parung. Usaha pemindangan ini sudah dirintis sejak tahun 2003, namun resmi terdaftar tahun 2009 dengan bentuk perusahaan berupa Usaha Dagang UD nomor SIUP 14110-20PKII2009 dan memiliki total investasi tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha Rp60.000.000,- 00 Pada awalnya proses pemindangan dilakukan secara tradisional dengan teknik penggaraman dengan menggunakan alat sederhana. Karena keterbatasan yang dimiliki, tenaga pengolah merangkap sebagai tenaga pemasar hanya tiga orang, sehingga kapasitas produksi hanya mampu memenuhi kebutuhan pasar di wilayah Kabupaten Bogor. Seiring dengan meningkatnya permintaan pasar, pemilik usaha pun melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kapasitas produksinya. Tahun 2013 pemilik Cindy Group berhasil mengembangkan usahanya dan mencoba melakukan pengolahan ikan pindang secara higienis. Pembangunan UPI mengacu pada standar teknis yang sesuai dengan program kelayakan dasar UPI GMP dan SSOP. Hingga saat ini pengolahan pindang ikan secara tradisional masih tetap dilakukan, namun hanya pengolah ikan pindang skala kecil saja yang melakukan kegiatan tersebut. Para pengolah tersebut berasal dari wilayah sekitar lokasi usaha. Cindy Group bertindak sebagai pemasok bahan baku dan memberikan fasilitas tempat pengolahan ikan secara tradisional secara gratis. Hingga saat penelitian dilakukan terdapat 22 orang pelaku usaha yang rutin melakukan aktifitas pengolahan ikan di Cindy Group. Dilihat dari sisi jumlah tenaga kerja, Cindy Group dapat diklasifikasikan ke dalam UKM kelas menengah, sesuai dengan pengertian UKM menurut Badan Pusat Statistik BPS bahwa berdasarkan kuantitas tenaga kerja, usaha kecil merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 5-19 orang, sedangkan usaha menengah merupakan entitas usaha yang memiliki tenaga kerja 20-99 orang. Cindy Group sampai tahun 2014 telah mempunyai karyawan 22-25 orang distributor sebagai tenaga pemasaran. Dikaji dari sisi omset penjualan Cindy Group juga diklasifikasikan kedalam UKM menengah sesuai dengan pengertian UKM berdasarkan keputusan Menteri Keuangan Nomor 316KMK.0161994 tanggal 27 Juni 1994 bahwa perorangan atau badan usaha yang telah melakukan kegiatan usaha yang mempunyai penjualan atau omset per tahun setinggi-tingginya Rp600.000.000,00 atau aset atau aktiva setinggi- tingginya Rp600.000.000,00 diluar tanah dan bangunan yang ditempati terdiri dari: 1 bidang usaha Fa, CV, PT dan Koperasi; 2 Perorangan Pengrajinindutri rumah tangga, petani, peternak, nelayan, perambah hutan, penambang, pedagang barang dan jasa. 27 Penilaian Penerapan Program Kelayakan Dasar Menurut Tjiptono dan Diana 1995 mutu secara umum mengandung unsur-unsur yang dapat diterima secara universal, yaitu usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan, mencakup produk, jasa manusia, proses, dan lingkungan, serta merupakan kondisi yang selalu berubah. Mutu produk pangan yang baik harus menjamin keamanan produk tersebut untuk dikonsumsi oleh manusia, baik dilihat dari aspek mikrobiologi maupun aspek fisika-kimia dari produk tersebut. Pengendalian mutu pangan menurut Hubeis 1999 erat kaitannya dengan sistem pengolahan yang melibatkan bahan baku, proses, pengolahan, penyimpangan yang terjadi dan hasil akhir. Program kelayakan dasar terdiri atas dua bagian pokok yaitu GMP dan SSOP Wiryanti dan Witjaksono, 2001. Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan pasal 20 ayat 3 bahwa setiap orang yang melakukan penanganan dan pengolahan ikan wajib memenuhi dan menerapkan persyaratan kelayakan pengolahan ikan, sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan dan ayat empat bahwa setiap orang yang memenuhi persyaratan kelayakan pengolahan ikan sebagaimana dimaksud pada ayat 3, memperoleh Sertifikat Kelayakan Pengolahan SKP, serta sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. PER.19MEN2010 pasal 5 ayat 4 bahwa SKP diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan sebagai hasil dari pembinaan terhadap UPI yang telah menerapkan GMP dan SSOP. Penerbitan SKP sebagai proses pembinaan jaminan mutu dan keamanan pangan merupakan bentuk tanggungjawab pemerintah dalam menjamin keamanan pangan untuk masyarakat Indonesia yang mengkonsumsi produk perikanan baik yang diproduksi oleh UPI skala besar maupun kecil. UPI bersertifikat SKP dijamin produknya aman dikonsumsi oleh masyarakat. Good Manufacturing Practice GMP merupakan suatu pedoman cara memproduksi makanan dengan tujuan agar produsen memenuhi persyaratan yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk makanan bermutu sesuai dengan tuntutan konsumen Thaheer, 2008. Ruang lingkup GMP meliputi cara berproduksi yang baik, sejak bahan baku masuk ke pabrik sampai produk dihasilkan, termasuk persyaratan-persyaratan lainnya yang harus dipenuhi. Tahapan proses pembuatan ikan pindang bandeng di Cindy Group adalah sebagai berikut:

1. Penerimaan bahan baku

Bahan baku berupa ikan bandeng Chanos chanos berasal dari Jakarta. Ikan diangkut dengan menggunakan mobil box pendingin. Ikan di packing sedemikian rupa untuk menjaga kesegarannya selama pengangkutan. Selanjutnya, karyawan receiving segera menimbang ikan, setelah itu segera dimasukkan kedalam ruang penyimpanan bahan baku cold storage. Penerimaan bahan baku dilakukan dengan cepat, higienis dan hati-hati untuk 28 mencegah kenaikan suhu dan kerusakan fisik. Penanganan bahan baku harus diterapkan sesuai sistem First In First Out FIFO. Bahan baku yang menunggu proses lebih lanjut harus ditempatkan pada tempat bersih untuk menghindari terjadinya kontaminasi. Bahan baku ikan pindang disimpan di ruang pendingin sebagai stock pada temperature -20 sampai -30 ºC. Jika akan diolah, ikan dikeluarkan dari ruang pendingin kemudian didiamkan dalam ruangan terbuka kurang lebih tiga jam sampai ikan sudah tidak keras lagi tetapi masih tetap dingin. 2. Pencairan Bahan baku yang telah dibekukan sebelum diolah lebih lanjut perlu mengalami pencairan thawing, untuk memperoleh kondisi seperti keadaan segar. Proses thawing yang dilakukan di Cindy Group adalah thawing di ruang terbuka dengan dialiri air kran yang mengalir. Untuk menghindari resiko tumbuhnya bakteri, proses pengolahan dilakukan dalam waktu cepat. Air kran mengalir pelan dan berasal dari air sumur yang telah diendapkan dalam penampungan air torn. 3. Penyiangan dan Pencucian Proses penyiangan dilakukan dengan cara membelah badan ikan dan membuang isi perut sedangkan insangnya dibiarkan dan dicuci sampai bersih. Ikan dibelah dari punggung kemudian diteruskan sampai insang dan kepala tetapi jangan sampai putus, seperti pembelahan bentuk “butterfly”. disiangi dengan cara menyobek bagian perut ikan dalam posisi membujur di bagian bawah sisi luar perut mulai dari atas sirip dubur ke arah depan sebelum sirip dada, kemudian isi perut dibuang. Insang tidak dibuang tetapi cukup dicuci sampai bersih. Hal ini dilakukan agar kepala tidak kempes setelah direbus. Isi perut dan kotoran-kotoran lainnya ditampung dalam ember kecil. Penyiangan dilakukan agar proses pembusukan dapat diperlambat karena isi perut merupakan sumber kontaminasi bakteri patogen. Ikan yang sudah disiangi, langsung dicuci dengan air bersih air sumur yang telah diendapkan yang mengalir sebanyak 4-5 kali sampai kotoran yang menempel pada tubuh ikan hilang. Ikan yang sudah dicuci bersih ditempatkan dalam ember untuk persiapan proses pelumuran bumbu. Pencucian pada ikan bertujuan agar kotoran, darah dan lendir yang menempel pada permukaan tubuh ikan hilang. Tujuan pencucian adalah untuk membebaskan ikan dari bakteri pembusuk. Ikan yang sudah disiangi harus dicuci sampai bersih karena sisa lendir maupun kotoran lain yang ada pada ikan karena dapat mempercepat proses pembusukan.

4. Penyusunan Ikan

Proses pengolahan dengan menggunakan autoclave. Sebelum ikan disusun dalam autoclave, air bersih dimasukkan ke dalam autoclave sebanyak 1-2 liter. Ikan yang telah dibumbui disusun berlapis-lapis. Lapisan pada penyusunan ikan terdiri dari 4-5 lapisan. Jika lapisan dasar posisi kepala ikan berada dalam satu sisi, maka lapisan diatasnya harus di sisi yang berlawanan. Demikian seterusnya sampai panci penuh dan padat. Perlakuan seperti itu dimaksudkan agar ikan teratur rapi, sehingga autoclave dapat menampung ikan lebih banyak dan mengurangi kerusakan fisik ikan. Kapasitas autoclave yang digunakan dapat bermacam-macam tergantung kebutuhan antara lain 5 kg, 10 kg, 15 kg dan lain-lain.