Kunci Fasilitas pencucian tangan, sanitasi dan toilet

34 c. Penyimpanan bahan yang bersifat toksin ditempat yang terpisah dari bahan food grade dengan non food grade d. Tempat dan akses terbatas e. Jauhkan dari peralatan dan barang-barang kontak dengan produk f. Penggunaan bahan toksin harus menurut intruksi perusahaan produsen g. Prosedur yang menjamin tidak akan mencemari produk Dari hasil pengamatan di lokasi penelitian pencegahan terhadaap penyimpanan bahan toksin belum dilakukan dengan sempurna karena masih terlihat adanya bahan toksin di sekitar tempat pengolahan. Selain itu tidak terdapat jadwal kontrol sanitasi secara periodik tidak terdapat rekaman kontrol sanitasi harian. Bahan kimia yang ditemui di unit pengolahan berupa sabun pembersih lantai, sabun pencuci tangan dan sabun pencuci peralatan. Semua bahan tersebut tidak disimpan ditempat yang terpisah dari ruang pengolahan. 7. Kunci Pengawasan kondisi kesehatan personil yang dapat mengakibatkan kontaminasi Tujuan dari kunci pengawasan kondisi kesehatan personil adalah untuk mengelola personil yang mempunyai tanda-tanda penyakit, luka atau kondisi yang dapat menjadi kontaminasi mikrobiologi. Hal ini sangat penting karena pekerja merupakan orang yang berhubungan langsung dengan pengolahan produk sehingga perlu adanya monitoring untuk mengontrol kondisi kesehatan. Beberapa tanda kesehatan yang perlu diperhatikan diantaranya: diare, demam, muntah, penyakit kuning, radang tenggorokan, luka kulit, bisul dan dark urine. Manajemen perusahaan akan mengistirahatkan personilkaryawan apabila karyawan tersebut terindikasi salah satu penyakit tesebut. Dari keterangan manajemen, belum terdapat data kesehatan hasil pemeriksaan kesehatan reguler setiap karyawan. Karyawan yang bekerja di ruang pengolahan, penyortiran, pengemasan harus selalu menggunakan sarung tangan. Hal ini dilakukan untuk menjaga kebersihan dengan memperhatikan aspek sanitasi dan higiene, karena sarung tangan merupakan sumber potensial kontaminan. Karyawan selalu menggunakan sepatu boot yang telah disanitasi sebagai alas kaki, hal ini sejalan dengan keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. KEP.21MEN2004 bahwa sepatu yang digunakan karyawan sebelum memasuki area proses harus terlebih dahulu disanitasi pada suatu bak berisi larutan klorin kadar 150 mg l -1 .

8. Kunci Menghilangkan hama dari unit pengolahan

Tujuan dari kunci ke delapan ini adalah untuk menjamin tidak adanya hama dalam bangunan pengolahan pangan. Beberapa hama yang mungkin membawa penyakit adalah: a. Lalat dan kecoa: mentransfer Salmonella, Streptococcus, C. Botulinum, Staphylococcus, C. Perfringens, Shigella. b. Binatang pengerat: sumber Salmonella dan parasit c. Burung: pembawa variasi bakteri Salmonella dan Listeria. Pengendalian hama yang diterapkan di perusahaan menggunakan glue trap, dan penggunaan bahan kimia. Glue trap adalah alat berupa perangkap yang mengandung lem sehingga serangga akan lengket didalamnya, selain itu pada glue trap dipasang racun berbentuk kapsul untuk mencegah tikus 35 masuk kedalam ruang produksi. Saraf tikus yang memakan umpan tersebut akan diserang sehingga menyebabkan tikus akan berusaha mencari tempat yang berair untuk minum, sehingga tikus mati diluar area pengolahan. Tingkat Penerapan Program Kelayakan Dasar Setiap unit usaha seharusnya memiliki dan melaksanakan rencana tertulis SSOP. Peran SSOP semakin dibutuhkan dalam sebuah perusahaan sebagai pedoman dalam melakukan suatu pekerjaan. Tanpa adanya SSOP akan banyak menimbulkan permasalahan seperti bagaimana seharusnya suatu proses pekerjaan dilakukan, siapa yang harus mengerjakan, bagaimana proses dijalankan untuk tetap mempertahankan higienitas mulai dari bahan baku sampai dihasilkannya produk. Secara umum fungsi SSOP selain sebagai alat kotrol juga sebagai alat untuk menjaga konsistensi mutu output perusahaan. SSOP harus dapat didesain bukan sebagai penghambat jalannya operasional perusahaan. Oleh karena itu desain dan aplikasi SSOP harus dilihat dari kacamata bisnis. Susianawati 2006 dalam penelitiannya menjelaskan bagaimana pentingnya penerapan kelayakan dasar pengolahan ikan. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan secara umum bahwa produknya telah memenuhi persyaratan SNI, kemudian dilihat korelasi antara pendidikan dan pengalaman kerja dengan tingkat penerapan kelayakan dasar. Menurut peraturan Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Nomor Per.011DJ-P2HP2007, SKP adalah sertifikat yang diberikan kepada UPI yang telah menerapkan GMP, serta memenuhi persyaratan SSOP dan GHP sesuai dengan standar dan regulasi dari otoritas yang berkompeten. Hasil penilaian yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan KKP terhadap Cindy Group adalah nilai “A” dengan SKP No. Seri 178132SKPPDXII2013 berlaku hingga tanggal 23 Desember 2015 Lampiran 8. Namun, berdasarkan hasil penilaian menggunakan daftar penilaian UPI yang diterbitkan oleh Ditjen P2HP tahun 2007 di lokasi penelitian, menunjukkan bahwa Cindy Group memperoleh SKP dengan nilai “B” karena terdapat beberapa penyimpangan yang terdiri atas empat penyimpangan minor, dua penyimpangan mayor, dan satu penyimpangan serius. Penyimpangan tersebut adalah: 1. Penyimpangan minor Penyimpangan minor adalah penyimpangan yang apabila tidak dilakukan tindakan koreksi atau dibiarkan secara terus menerus akan berpotensi mempengaruhi mutu pangan DJP2HP, 2007. Penyimpangan minor yang terdapat di Cindy Group, yaitu: . a. Tidak ada peringatan pada tempat penyimpanan bahan kimia. Hal ini akan membahayakan produk apabila terkontaminasi pada produk pangan akan berpotensi memengaruhi mutu pangan itu sendiri. b. Tidak terdapat program pemantauan untuk membuang wadah dan peralatan yang sudah rusak atau tidak digunakan tidak adanya form kontrol atas wadahperalatan yang digunakan. Hal ini dapat menyebabkan tumpukan peralatan yang sudah tidak layak digunakan. Peralatanwadah yang rusak berpotensi menjadi media pertumbuhan