Revitalisasi Perdes tentang Pengelolaan Padang Lamun

 Bab III pasal 3 ditambah DKP sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.  Bab VI pasal 8 ayat 3 tentang luasan zona inti, diusulkan 8 dari luas lamun masing-masing Desa dengan memasukkan semua unsur habitat pasir, lumpur, rubble , lamun. Angka 8 diperoleh dari pengurangan antara persentase HANPP antara musim Timur dan musim Utara. Disamping Perdes, ada kesepakatan masyarakat di desa Berakit tentang pelarangan pengambilan biota yang berlebihan. Hal ini bisa menjadi penguat Perdes yang telah dibentuk. Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 200 Tahun 2004 tentang Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Status Padang Lamun ditentukan bahwa padang lamun dengan kondisi kurang sehat jika persentase tutupan lamun 30 – 59.9 dan kondisi sehat jika persentase tutupan lamun 60 Pembelajaran dari kawasan konservasi di Pulau Apo Filipina memperlihatkan bahwa hasil tangkapan nelayan pancing per jam meningkat dari 0,13-0,17 kg pada tahun 19801981 menjadi 1-2 kg pada tahun 1997-2001 Mayland, et.al. in Gell dan Robert, 2002. Dengan revitalisasi Perdes diatas diharapkan ekosistem lamun di lokasi penelitian dapat dipertahankan pada kondisi kurang sehat sampai sehat. 8.4. Mata Pencaharian Alternatif Rencana Umum Tata Ruang Kabupaten Bintan Tahun 2005-2025 mengalokasikan daerah sepanjang pesisir Timur Kabupaten Bintan sebagai kawasan wisata, termasuk keempat desa yang menjadi objek penelitian. Perkembangan wisata di wilayah ini tergolong pesat, terlihat dari sederetan resort serta pondok-pondok wisata di sepanjang pantai. Puncak aktivitas pengunjung tampak pada akhir pekan dan hari-hari libur sekolah. Disisi lain ketergantungan nelayan, terutama nelayan tradisional terhadap ekosistem lamun sangat tinggi. Akan tetapi hasil penelitian menunjukkan bahwa keberlanjutan SSE di ekosistem tersebut tidak berkelanjutan, sehingga harus ada suatu upaya mencari alternatif mata pencaharian lainnya. Oleh karena itu mata pencaharian alternatif yang ditawarkan terkait dengan pengembangan wisata di daerah tersebut. Peluang alternatif mata pencaharian ke arah wisata adalah melibatkan masyarakat dalam kegiatan wisata seperti: menjadi pemandu wisata di area lamun, penyewaan perahu dan penyedia makanan tradisional. Untuk kepentingan tersebut perlu dilakukan pelatihan agar jasa yang diberikan tidak mengecewakan para turis. Pihak swasta dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata juga dilibatkan. Peran keduanya adalah membuat paket wisata yang berhubungan dengan adat istiadat setempat, misalnya atraksi mayong, nyuluh, bekarang dan sebagaimya. Diharapkan 10 dari nelayan tradisional telah mampu menjadi pemandu wisata.

8.5. Perbaikan mutu produk olahan

Hasil penelitian pada Bab 5 memperlihatkan bahwa ada produk olahan yang berasal dari ekosistem lamun. Kerupuk, otak-otak dan bakso hanya dipasarkan di dalam desa sebagai konsumsi lokal, hanya kerupuk atom dari Desa Malang Rapat yang telah menembus pasar internasional. Dari sisi tampilan, produk masyarakat kurang menarik, dari sisi higienitas belum terpenuhi, sedangkan dari sisi rasa cukup enak, selain itu beberapa diantaranya tidak menggunakan pengawet dan penyedap rasa. Produk cinderamata seperti bros dari 1 cangkang kerang, lampion belum dipasarkan. Dari sisi kualitas, hasil pembuatan cinderamata masih terlihat kasar, karena belum disentuh teknologi. Sejalan dengan bertumbuhnya pariwisata di pesisir timur Kabupaten Bintan, produk- produk masyakarat harus diperbaiki mutu dan kualitasnya sehingga dapat menjadi pemasok kebutuhan restaurant dan resort setempat. Selain itu jika produk olahan tersebut diperbaiki mutu dan kemasannya, maka dapat dijual di dalam kawasan wisata. Peran Dinas Peridustrian Perdagangan dan Koperasi Disperindagkop dan Dinas Kesehatan dan Majelis Ulama Indonesia MUI diperlukan untuk memfasilitasi perbaikan mutu produk olahan dalam memberikan pelatihan, memperoleh nomor Pangan-Industri Rumah Tangga PIRT dan sertifikat halal. Sjafrie 2009 telah melakukan perbaikan mutu produk olahan di Kecamatan Selat Nasik, Kabupaten Belitung. Hasil yang diperoleh memperlihatkan terjadi kenaikan pendapatan masyarakat sebesar 50 untuk kerupuk, 200 untuk madu, ikan teri dan lada. Diharapkan produk olahan telah dikemas secara baik, mendapatkan PIRT dan sertifikat halal.

8.6. Diversifikasi sarana penangkapan dan sistem buka-tutup kawasan

ekosistem lamun Hasil penelitian Bab 4 diketahui bahwa defisit jasa persediaan ekosistem lamun terlihat pada tipe habitat sebagai tempat meletakkan bubu ikan, bubu ketam, jaring ikan, jaring ketam, mencari kerang-kerangan serta mencari teripang. Artinya, ekosistem lamun sudah tidak dapat menampung alat tangkap yang dioperasikan oelh nelayan tradisional. Demikian pula dengan pengambilan kerang-kerangan dan teripang yang semakin menurun. Hasil penelitian Bab 5 diketahui bahwa nelayan tradisional terutama menggunakan alat tangkap bubu dan jaring serta menggunakan perahu dengan dayung, perahu bermesin kecil, bahkan tanpa perahu. Hasil Bab 6 memperlihatkan betapa mereka sangat tergantung pada ekosistem lamun HANPP tinggi dan mengeksploitasi ekosistem tersebut baik pada musim Timur ataupun Utara efisiensi tinggi. Hasil Bab 7 diketahui bahwa SSE ekosistem lamun tidak berkelanjutan dengan nilai Emergy Sustainability Index ESI 3.88 x 10 -6 – 2.70 x 10 -6 . Nilai Emergi Yield Ratio EYR sangat kecil 9.93 x 10 -6 – 6.52 x 10 -6 . Nilai Emergy Investment Ratio relatif besar EIR 0.89 – 0.98. Komponen terbesar dalam SSE ekosistem lamun adalah purchase F. Kesemuanya memberikan tekanan yang tinggi terhadap ekosistem lamun, diperlihatkan dengan nilai Emergy Loading Ratio ELR yang relatif tinggi 2.56 – 2.42. Untuk mengatasi hal ini maka langkah taktis yang diambil adalah diversifikasi alat tangkap dan sarana penangkapan. Diversifikasi sarana penangkapan diartikan sebagai pemberian alat tangkap yang tidak mengekspoitasi ekosistem lamun serta memberikan perahu dengan kapasitas mesin sedang sehingga nelayan tradisional dapat menangkap ikan diluar ekosistem lamun. Sedangkan sistem buka-tutup kawasan ekosistem lamun adalah melarang kegiatan penangkapan di ekosistem lamun pada musim Timur dan membukanya di musim Utara. Pertimbangan ini didasari oleh kondisi musim yang ekstrim di musim Utara. Langkah takstis ini diharapkan akan menurunkan nilai HANPP menjadi 50, menurunkan nilai ELR dan EIR menjadi 1 serta menaikkan nilai EYR dan ESI menjadi 1 Untuk menjalankan langkah taktis berbagai stakeholder perlu dilibatkan. Para stakeholder memiliki peran yang berbeda dalam setiap langkah taktis. Identifikasi dan peran stakeholder dirangkum dalam Tabel 8.2. Tabel 8.2. Stakeholder terkait dalam opsi pengelolaan SSE ekosistem lamun No Langkah Taktis Stakeholder terkait 1 Revitalisasi perdes Dinas Kelautan dan Perikanan: - Memberikan sosialisasi kepada stakeholder terkait dengan kawasan konservasi dan perdes pengelolaan padang lamun RRI: - Bersama DKP Memberikan sosialisasi kepada stakeholder terkait dengan kawasan konservasi dan perdes pengelolaan padang lamun Kepala Desa dan Aparat Desa: - Bersama DKP Memberikan sosialisasi kepada stakeholder terkait dengan kawasan konservasi dan perdes pengelolaan padang lamun 2 Memberikan mata pencaharian alternatif ke arah wisata: - pemandu wisata - penyedia perahu sewa - memasok bahan baku untuk resort - homestay Dinas Pariwisata dan Kebudayaan: - Memberikan pelatihan kepada masyarakat Pengelola Resort: - Bersama Disparbud memberikan pelatihan kepada msyarakat tentang standar pelayanan wisata. Dinas Sosial: - Memberikan bantuan dana melalui KUBE kelompok usaha bersama ekonomi DKP: - Melakukan sinkronisasi program agar sejalan dengan langkah taktis 3 Perbaikan mutu produk olahan: