Jasa Ekosistem Lamun Studi Konektivitas Sistem Sosial-Ekologis Ekosistem Lamun Di Kabupaten Bintan

diperoleh dari proses regulasi ekosistem, misalnya penyerapan karbon, dekomposisi limbah, penstabil sedimen, penahan arus. Jasa budaya adalah manfaat nonmaterial yang diperoleh manusia dari ekosistem misalnya rekreasi. Sebagai salah satu dari pemberi jasa ekosistem, manfaat lamun dapat dilihat sebagai integritas ekologi, jasa pengaturan, jasa persediaan dan jasa budaya Burkhard et al. 2012. Dari aspek ekonomi diperkirakan bahwa setiap hektar padang lamun memiliki nilai ekonomi sekitar 20,500 per tahun. Sebagai pemasok nutrisi, satu hektar padang lamun yang sehat dapat mendukung sebanyak 40.000 juvenile ikan, dan 50 juta juvenile kerang. Diperkirakan bahwa antara 70- 90 ikan komersial menghabiskan sebagian waktu hidupnya di habitat padang lamun. Selain itu, satu hektar padang lamun yang sehat dapat menghasilkan lebih dari 10 ton daun per tahun, menyediakan makanan, habitat dan nursery ground untuk ikan, kerang, kura-kura dan dugong. Ekosistem lamun memiliki arti penting karena habitat lamun menempati tempat ketiga dari jasa ekosistem dan sumberdaya alam dunia Cullen-Unsworth et al. 2013. Untuk itu pengelolaan ekosistem lamun menjadi sangat diperlukan. Gambar 2.5. Jasa Ekosistem Lamun diadopsi dari Costanza et al. 1997; MEA 2005; Burkhard et al. 2012 Ekosistem lamun memberikan berbagai produk dan jasa lingkungan terhadap terhadap ekosistim di sekitarnya, seperti mangrove dan terumbu karang, juga terhadap masyarakat yang tinggal di sekitarnya Cullen-Unsworth et al. 2013. Hasil penelitian Torre-Castro dan Ronnback 2004 tentang hubungan antara lamun dan manusia di Afrika timur memperlihatkan bahwa lamun memberikan jasa lingkungan sebagai daerah penangkapan ikan, tempat meletakkan perangkap ikan, sumber biota bagi masyarakat serta menyediakan lahan bagi usaha budidaya rumput laut. Kelompok ikan yang tertangkap di ekosistem lamun umumnya berasal dari famili Scaridae, Siganidae, Mullidae Labridae dan Lethrinidae. Dari wawancara yang dilakukan, diketahui bahwa 70 nelayan di Chawaka Afrika Timur menangkap ikan di daerah lamun, 23 di daerah karang dan tidak ada yang menangkap ikan di daerah mangrove. Pada saat surut para perempuan dan anak-anak mengambil biota dari perairan lamun.

2.3. Sistem Sosial-EkologisSSE Social Ecological System

Menurut Anderies et al. 2004, Social-Ecological System SES didefinisikan sebagai : “a ... system of biological unitecosystem unit linked with and affected by one or more social systems ”. Dengan demikian, SES membicarakan unit ekosistem seperti wilayah pesisir, ekosistem mangroves, danau, terumbu karang, pantai, sistem upwelling yang berasosiasi dengan struktur dan proses sosial. Sistem sosial dan ekologi merupakan dua sistem yang memiliki konektivitas berupa hubungan saling ketergantungan. Keduanya berinteraksi secara dinamis dan merupakan unsur yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan ekosistem pesisir dan laut, termasuk di dalamnya pengelolaan ekosistem lamun. Perubahan sistem sosial akan mengakibatkan perubahan pada sistem ekologi dan sebaliknya. Kenyataan yang terjadi di alam suatu sistem dapat berupa sistem ekologi sepenuhnya, sistem sosial sepenuhnya ataupun percampuran antara keduanya. Aktivitas manusia dapat menciptakan jaringan sosial ekologis sehingga sistem ekologi yang bebas menjadi terhubung dengan sistem sosial. Sistem sosial ekologis merupakan sistem yang kompleks, khususnya ketika kedua sistem tersebut saling berhubungan. Kompleksitas sistem sosial ekologi digambarkan pada Gambar 2.6. Gambar 2.6. Sistem Sosial-ekologi Anderies et al 2004 Gambar 2.6. memperlihatkan bahwa terdapat empat komponen SSE yaitu A sumber daya ekosistem; B pengguna sumber daya; C penyedia infrastruktur publik dan D infrasturktur publik. Keempat komponen tersebut saling mempengaruhi satu sama lain. Komponen A digunakan oleh beberapa pengguna sumber daya. Komponen B dan C adalah manusia yang menggunakan sumber daya dan penyedia infrastruktur publik. Komponen B dan C kadang tumpang tindih atau berbeda, bergantung pada sistem sosial yang mengatur dan mengelola SSE. Komponen D adalah infrastuktur publik, merupakan dua bentuk dari model buatan manusia human made capital berupa modal fisik dan modal sosial. Modal fisik dapat berupa segala sesuatu yang dibuat oleh manusia untuk mendukung pengaturan dan pengelolaan SSE, sedangkan modal sosial dapat berupa aturan legal perda, perdes, non legal kesepakatan masyarakat atau kearifan lokal. Gangguan yang mungkin terjadi dalam sistem dapat berupa gangguan internal dan eksternal. Gangguan eksternal dibedakan menjadi dua, yaitu: 1 gangguan biofisik panah 7 seperti tsunami, gempa bumi, banjir yang akan mempengaruhi sumber daya A dan infrastruktur publik D; 2 gangguan sosial- ekonomi seperti: pertambahan penduduk, perubahan ekonomi, inflasi, perubahan kebijakan yang akan mempengaruhi pengguna sumber daya B dan penyedia infrastruktur publik C. Gangguan internal disebabkan oleh perubahan dalam kedua subsistem SSE. Pendekatan sosiol-ekologis didasarkan atas gagasan bahwa masyarakat memperbanyak diri tidak hanya secara budaya tetapi juga secara fisik melalui pertukaran materi dan energi secara konstan dengan lingkungannya. Dalam penelitiannya Sigh et.al. 2001 menggunakan tiga variable sosial-ekologi, yaitu: 1 socio-economic metabolism; 2 colonizing natural process dan 3 energi, tenaga kerja dan waktu. Masing-masing variabel dikaji dengan pendekatan yang berbeda- beda Gambar 2.7. Mereka juga mengatakan bahwa konsep socio-metabolism dapat menunjukkan dinamika sosial dan transformasi lingkungan di tingkat lokal yang mungkin dapat untuk melihat keberlanjutan. Gambar 2.7. Variabel dan pedekatan dalam socio-metabolism Sigh et al. 2001 Pendekatan yang sering digunakan untuk melihat keberlanjutan adalah daya dukung yang dihitung dengan pendekatan ecological foot print. Konsep ecological footprint diperkenalkan oleh Dr. Mathias Wackernagel pada tahun 1980-an yang didasarkan pada pemahaman bahwa bumi dan segenap isinya merupakan sistem yang dinamik namun tetap memiliki keterbatasan dalam memenuhi segenap kebutuhan manusia. Perbandingan kebutuhan manusia dan sumberdaya yang menjadi input bagi pemenuhan kebutuhan tersebut digambarkan sebagai jejak kaki foot print. Apabila jejak kaki semakin besar, maka keberlanjutan sistem akan semakin rentan Wackernegel et al. 1998. Pendekatan lain yang digunakan untuk melihat dominansi manusia terhadap alam adalah Human Appropriation of Net Primary Production HANPP, yang diperkenalkan oleh Visoutek et al. 1986. HANPP mencerminkan jumlah area yang digunakan oleh manusia dan intensitas penggunaan lahan Haberl et al. 2007a . HANPP mengukur luas konversi lahan dan panen biomasa dalam bentuk energi dalam ekosistem. Hal ini merupakan pengukuran dari aktifitas manusia dibandingkan dengan proses alami yang terjadi, dengan kata lain merupakan ukuran ekonomi secara fisik dibandingkan relatif terhadap sumberdaya yang ada. Keadaan ini juga dapat menunjukkan tekanan terhadap keanekaragaman hayati Haberl et al. 2004b Ecological Footprint EF dan Human Appropriation of Net Primary Production HANPP adalah dua pendekatan yang dapat digunakan untuk menggambarkan hubungan antara manusia dengan alam Haberl et al. 2004a Kedua pendekatan tersebut memiliki perbedaan yang disarikan dalam Tabel 2.3. Secara umum, keduanya berhubungan dengan metabolisme sosio-ekonomi untuk penggunaan lahan dan dirancang untuk memberikan wawasan tentang keberlanjutan interaksi antara masyarakat dengan alam. Tabel 2.3. Perbedaan ecological footprint dengan HANPP. Ecological foot print HANPP Pertanyaan penelitian Seberapa besar area bioproduktif dapat menunjang socio-economic metabolism dari populasi manusia dengan teknologi yang ada Bagaimana proporsi NPP sisa dalam ekosistem, pola tutupan lahan dan lahan yang digunakan Unit Global hektar Joules, kg berat kering, kg C Yang mendasari asumsi Manusia tergantung pada kemampuan bioproduktif area: penggunaan yang berlebihan akan menghabiskan SDA overshoot Persentasi penggunaan NPP oleh manusia dapat memberikan gambaran tentang dominansi manusia terhadap alam. HANPP yang tinggi beresiko tinggi tehadap keanekaragaman hayati Relevansi dengan keberlanjutan Dapat langsung menjelaskan keberlanjutan secara jelas: keadaan yang overshoot atau undershoot Dapat menggambarkan distribusi konflik Tidak dapat mengidentifikasi batas ambang keberlanjutan secara jelas, namun menjelaskan dominansi manusia terhadap alam Lebih kepada sumberdaya alam Yang diukur Penggunaan secara Eksklusif Penggunaan secara intensif Sumber: Haberl et al. 2004a