Penelitian Terdahulu Studi Konektivitas Sistem Sosial-Ekologis Ekosistem Lamun Di Kabupaten Bintan

No Acuan Judul Tujuan Tools Hasil Penelitian 4 de la Torre-Castro, M and P. Ronnback. 2004. Ocean dan Coastal Management 47 : 361 – 387 Link between humans seagrasses – an example from Tropical East Africa. Melihat hubungan antara aspek ekologi, sosial, ekonomi dan budaya ekosistem lamun di Afrika Timur Survey dan dijabarkan secara deskriptif Perangkap dema memberikan pendapatan tertinggi harian pada nelayan.Ikan lamun merupakan sumber protein hewani masyarakat setempat; lamun digunakan sebagai obat tradisional; pupuk; memberikan berbagai layanan ekologi termasuk estetis, instrumental, spiritual dan religius. Local Ecological Knowledge LEK ada diantara nelayan. Tidak ada lembaga yang berhubungan langsung dengan lamun. Pendekatan manajemen seascape dianjurkan untuk meningkatkan dan mengembangkan ketahanan sosial-ekologi 5 Cullen-Unsworth, L.C; L.M. Nordlund; J. Paddcock; S. Baker; L.J. McKenzie and R.K.F. Unsworth. 2014. Marine Pollution Bulletin 83: 387-397 Seagrass medows globally as coupled social-ecological system: Implication for human wellbeing Melihat peran multi-fungsi lamun sebagai penyedia jasa untuk masyarakat. Mengidentifikasi nilai-nilai sosial dan ekologi padang lamun dan interaksi dinamis di antara keduanya. Melihat nilai penting padang lamun untuk ketahanan pangan dan pembangunan ekonomi di berbagai komunitas lokal dengan berbagai tingkat ketergantungan pada sumber daya laut. Survey dan dijabarkan secara deskriptif Pemahaman padang lamun sebagai satu kesatuan sistem sosial-ekologi sangat penting untuk ketahanan sosial dan ekologi dalam kepentingan lokal serta terhadap perubahan lingkungan global 6 Burkhard, B; F. Kroll; S. Nedkov and F. Müller. 2012. Ecological Indicators 21: 17 –29 Mapping ecosystem service supply, demand and budgets. Menyajikan konsep yang jelas dan mudah diterapkan untuk memetakan jasa ekosistem supply dan demand dan dapat diterapkan pada skala yang berbeda di berbagai daerah. Mengembangkan model yang sederhana untuk digunakan oleh para manager dalam menerapkan penilaian keberlanjutan. Matriks Jasa ekosistem Dapat menjelaskan keseimbangan jasa ekosistem secara spasial. Keadaan ini akan mempermudah para manager dalam melihat surplus atau defisit tutupan lahan dalam kaitannya dengan jasa ekosistem 26 No Acuan Judul Tujuan Tools Hasil Penelitian Socio-ecological metabolism dan HANPP 7 Vitousek, P.M., P.R. Ehrlich, A.H. Ehrlich and P.A. Matson. 1986. BioScience 366: 368- 373. Human Appropriation of the Products of Photosynthesis. Melihat hubungan antara manusia dengan biosfir dengan menghitung produksi primer bersih NPP. HANPP Memperkenalkan konsep hubungan manusia dengan alam 8 Giampietro, M and K. Mayumi. 2000. Population and Environment: A journal of Interdiciplinary Studies 222: 109-153. Multiple-Scale Integrated Assessment of Social Metabolism: introducing the approach Memperkenalkan konsep Dynamic energi budget dari manusia sebagai sistem sosial yang didasarkan perbedaan aliran energi pada exosomatic dan endosomatic yang memungkinkan terbangunnya autocatalytic loop Melihat pengaruh dari revolusi industri terhadap perubahan alam Membicarakan masalah dalam metodologi untuk menyusun sistem adaptif yang kompleks yang berhubungan dengan keberlanjutan manusia Endosomatic dan exosomatic energy Artikel ini memperkenalkan beberapa konsep integrasi yang berhubungan dengan socio- metabolism lintas skala. 9 Sigh, S.J; C.M. Gru”nbu”hel; H. Schandl and N. Schulz. 2001. Population and Environment 231: 71- 104. Social Metabolism and Labour in a local Context : Changing Environmental Relations on Trinket Island. Melihat secara mikro profil karakteristik metabolik di masyarakat transisi, India. Socio- economic metabolism, Colonizing of Natural Processes dan EROI Penggunaan tiga konsep sosial-ekologis, yaitu socio-economic metabolism , colonising natural processes, dan return on investment. Dengan ketiga konsep tersebut dapat dilihat bagaimana dinamika sosial dan perubahan lingkungan di tingkat lokal, serta dalam hubungannya dengan keberlanjutan. 10 Grunbuhel, C.M., H. Haberl, H. Schadl and V. Winiwarter. 2003. Human Ecology 311: 53-86. Socio-economic metabolism and Colonization of Natural Processes in SangSaeng Village: Material and Energi Flow, Land Use and Cultural Change in Northeast Thailand. Mengidentifikasi kegiatan tradisional dan kegiatan akibat pengaruh modern. Melihat bagaimana transisi sosial terjadi dan efek transisi tersebut terhadap lingkungan Socio- economic metabolism dan Colonizing of Natural Processes Secara konseptual masalah lingkungan memberikan kontibusi terhadap perubahan lingkungan secara lokal dan global dan memberikan pemahaman bahwa manusia menguasai alam. Indikator untuk melihat hubungan antara manusia dan alam masih sedikit.Masyarakat berusaha keras beradaptasi dari pengaruh global, sementara pemenuhan kehidupan mereka dilakukan dengan cara tradisional. 27 No Acuan Judul Tujuan Tools Hasil Penelitian 11 Haberl, H., N.B.Schulz, C.Plutzar, K. Erb, F. Krausman, W. Lobl, D. Moser, N. Sauberer, H. Weiz, H.G. Zechmeister and P. Zulka. 2004b. Agriculture Ecosystems dan Environtment 1022: 213-218 Human Appropriation of Net Primary Production and Species Diversity inAgricultural Landscapes. Melihat hubungan antara HANPP dengan kekayaan jenis pada tanaman vaskular, bryophytes, Orthoptera, gastropoda, laba- laba, semut dan kumbang tanah. HANPP HANPP merupakan indikator perubahan produksi ekologi yang disebabkan oleh penggunaan lahan dengan mengambil produktivitas ekosistem sebagai hasil panen. NPPact, NPPt, dan HANPP berkorelasi dengan data kekayaan spesies. NPPact dan HANPP berkorelasi terbalik dengan keanekaragaman spesies sedangkan NPPt berkorelasi positif dengan keanekaragaman spesies. Hubungan antara HANPP dan keragaman spesies dapat menghasilkan hasil yang relevan dalam teori ekologi dan konservasi keanekaragaman hayati. 12 Haberl, H., K.H. Erb, F Karusman, V. Gaube, A. Bondeu, C.Plutzar, S. Gingrich, W. Lucht and M. Fisher- Kowalski. 2007. PNAS 10431: 12942-12947 Quantifying and mapping the human appropriation of net primary production in earth‟s terrestrial ecosystems Melakukan penilaian komprehensif terhadap HANPP berdasarkan pemodelan vegetasi, statistik pertanian dan kehutanan dan sistem informasi geografis data penggunaan lahan, tutupan lahan, dan degradasi tanah yang merupakan dampak manusia terhadap ekosistem. HANPP Nilai HANPP global agregat adalah 15,6 PGC yr atau 23,8 dari potensi produktivitas primer bersih, 53 disumbangkan oleh panen, 40 oleh perubahan produktivitas penggunaan lahan yang diinduksi, dan 7 oleh kebakaran yang disebabkan manusia. Penggunaan lahan mengubah permukaan bumi, sehingga terjadi perubahan siklus biogeokimia dan kemampuan ekosistem untuk memberikan layanan penting bagi kesejahteraan manusia. Skema skala besar untuk menggunakan biomasa sebagai pengganti bakar fosil harus dilihat secara hati-hati karena dapat menambah tekanan yang besar pada ekosistem yang mungkin timbul dari peningkatan panen biomassa. 13 Fisher-Kowalski, M., S.J.Sigh, C.Lauk, A.Remesch, L. Ringhofer and C.M. Grunbuhel. 2011. Human Ecology 182: 147-158. Socio-metabolic transitions in subsistence communities: Boserup revisited in four comparative case studies. Memahami hubungan timbal balik antara sistem produksi makanan dengan tekanan yang terjadi di lingkungan di empat masyarakat pedesaan Bolivia, India, Laos dan Thailand. Socio- economic metabolism dan Colonizing of Natural Processes Keempat pedesaan diasumsikan menggunakan pertanian tradisional namun tergantung pada bahan bakar fosil dan pupuk buatan. Disarankan teori sociometabolic transitions akan lebih tepat digunakan untuk memahami perubahan antara daratan dan produksi. 28 No Acuan Judul Tujuan Tools Hasil Penelitian 14 Krausman, F., S. Gingrich, H. Haberl, K. Erb, A. Musel, K. Kastner, N.Kohlheb, M. Niedertcheider and E. Scwahrzlmuller. 2012. Ecological Economic 77: 129-138. Long-term trajectories of the human appropriation of net primary production: Lesson from six national case studies Membandingkan HANPP Austria, UK, Phllipines, Spain, Hungaria dan South East Afrika dan menyatakan bahwa analisa HANPP secara berkepanjangan akan dapat menggambarkan keberlanjutan penggunaan lahan dan menyadari bahwa pertumbuhan adalah sesuatu yang tebatas HANPP Selama tahap awal industrialisasi, pertumbuhan penduduk dan meningkatnya permintaan untuk biomassa berakibat pada perubahan dan HANPP. Tahap selanjutnya terjadi industrialisasi pertanian yang mengakibatkan hasil pertanian lebih cepat dari pertumbuhan biomasa, sehingga HANPP stabil atau menurun Perubahan teknologi meningkatkan efisiensi daerah pertanian, akan menggandakan HANPP yang disebabkan oleh pertumbuhan penduduk dan ekonomi Efisiensi membutuhkan bahan bakar fosil dan bahan kimia pertanian yang mengakibatkan tekanan pada ekosistem dan emisi. HANPP saja tidak bisa digunakan sebagai ukuran sederhana daya dukung akan tetapi analisis HANPP jangka panjang dapat memberikan wawasan tentang keberlanjutan penggunaan lahan, sehingga membantu untuk memahami batas-batas pertumbuhan. 15 Niedertscheider, M., S. Gingrich and K. Erb. 2012. Reg. Envinron. Change 12: 715-727. Changes in land use in South Africa between 1961 and 2006: an integrated socio-ecological analysis based on the human appropriation of net primary production framework Mengintegrasikan HANPP dengan sosio- ekonomi dan informasi politik untuk menguraikan keterpaduan dalam sistem sosio-ekologi sehingga mendapatkan wawasan tentang pola dan pemicu perubahan lahan pertanian di Afrika Selatan HANPP HANPP di Republik Afrika Selatan relatif konstan antara 1961 dan 2006, dengan nilai HANPP berkisar antara 21 dan 25 . Analisis HANPP menunjukkan titik balik mencolok terjadi sepanjang lima dekade terakhir, dan dapat dibedakan kedalam tiga periode yang berbeda, masing-masing periode ditandai dengan lintasan HANPP yang berbeda. 16 Erb, K.H. 2012. Ecological Economics 76: 8-14. How a socio-ecological metabolism approach can help to advance our understanding of changes in land-use intensity Mengembangkan konsep socio-economic metabolism dari peneliti sebelumnya untuk menciptakan gambaran yang terpadu dari socio-ecological flow secara global. Konsep ini bisa membantu mengembangkan kerangka analisis dan pemahaman dalam melihat ekspansi dan intensifikasi lahan. Socio- ecological metabolism Kerangka kerja ini mengintegrasikan tiga dimensi: a intensitas input, b intensitas output, dan c dampak sistem terkait dengan tingkat produksi berdasarkan lahan misalnya perubahan dalam penyimpanan karbon atau keanekaragaman hayati. Pengembangan indikator akan memberikan kesempatan pendekatan lain ikut melakukan analisis. 29 No Acuan Judul Tujuan Tools Hasil Penelitian Emergi 17 Odum, H dan J.E Arding. 1991. Coastal Resources Center University of Rhode Island. Working Paper. 110 p. Emergy Analysis of Shrimp Mariculture in Ecuador Mengevaluasi budidaya udang di Ecuador. Apakah budidaya tersebut berkelanjutan dan dapat memenuhi kebutuhan daerah. Emergy analysis Cara menghitung dengan analisis emergi 18 Siracusa, G; A.D.La Rosa; P. Palma dan E. La Mola. 2007. Environment Development and Sustainability . DOI.10.1007s10668- 007-9087-2 New frontiers for sustainability: emergy evaluation of an eco- village Mengevaluasi keberlanjutan eco-village di bagian tenggara Sicily. Emergy analysis Indeks dan rasio berdasarkan arus emergy telah dihitung dan digunakan untuk mengevaluasi perilaku seluruh sistem. Hasilnya memperlihatkan bahwa ketergantungan pada fraksi renewable dan non-renewable yang tersedia lokal dapat menekan purchase. 19 Liu Lijuan; Li Xiaoyu; He Xingyuan; Xiao Duning dan Chen Wei. 2011. Journal Resource Ecology 23:232-240 Emergy evaluation of Agro- ecosystem of Shiyang River Basin North- western China Mengevaluasi dan membandingkan agro-ekosistem di Oase Liangzou dan Oase Minqin pada tahun 1986 dan 2000 Emergy analysis Emergy Invesment Rasio EIR, meningkat pada periode yang diteliti dengan nilai kurang dari 0.5 di kedua oasis,yang menunjukkan bahwa bahan dan jasa yang dibeli kurang dari setengah nilai emergi lokal yang dieksploitasi. Sehingga, perbandingan Emergy Yield Ratio EYR, sangat tinggi. Namun, Emergy Loading Ratio ELR dan ESI menurun, menggambarkan melemahnya keberlanjutan dua agro-ekosistem tersebut. 20 Garcia F; J.M Kimpara; W.C. Valenti dan L.A. Ambrosio. 2014. Ecological Engineering 68: 72-79 Emergy assessment of tilapia cage farming in a hydroelectric reservoir Mengevaluasi keberlanjutan budidaya ikan nila dalam keramba jaring apung di Brazil dan mensimulasikan teknik manajemen dan kebijakan publik agar sistem berkelanjutan Emergy analysis Model produksi ini memiliki renewability rendah, tidak efisien sebagian besar karena pakan, tidak menggunakan sumber daya lokal dan menimbulkan dampak lingkungan yang tinggi. Tiga skenario dianalisis: mengurangi input sumber daya tak terbarukan NR dan meningkatkan masukan lingkungan R; 2 mengurangi padat penebaran dari 100 ke 20 kg m 3 pada tahap awal dan meningkatkan pengenceran dari 1: 8 menjadi 1: 100; 3 memperhatikan degradasi lingkungan karena jaring apung dan materi organik. 30

3. ENERGI EKOSISTEM LAMUN

3.1. Pendahuluan

Kontribusi ekosistem lamun bagi perikanan pesisir adalah sebagai daerah asuhan bagi beberapa jenis udang dan ikan; tempat berlindung dan mencari makanan bagi ikan, invertebrata, penyu laut, dugong, burung-burung dan organisme lainnya. Padang lamun juga merupakan rumah bagi sejumlah jenis- jenis ikan ekonomis penting ikan umpan serta ikan hias. Jenis ikan lainnya di padang lamun adalah bagian dari rantai makanan yang berhubungan dengan ikan- ikan ekonomis penting. Peristiwady 2008 menyatakan bahwa kepadatan fauna yang hidup di ekosistem lamun tiga kali lebih besar dari fauna di daerah non lamun. Jadi tidak heran jika beberapa kota pantai daerah penangkapan ikan dan udang adalah dekat dengan daerah mangrove atau padang lamun. Ekosistem lamun dihuni oleh berbagai biota. Diketahui ada 360 spesies ikan, 117 spesies makro alga, 24 spesies moluska, 70 spesies krustacea dan 45 spesies echinodermata yang hidup di padang lamun Indonesia Kiswara, 2009. Interaksi biota di padang lamun dapat terjadi antara biota dengan biota lainnya ataupun antara biota dengan lingkungannya. Hubungan antara satu biota dengan biota lainnya membentuk suatu rantai makanan. Rantai makanan di ekosistem lamun dibedakan menjadi rantai makanan merumput dan rantai makanan detritus Fortes, 1990. Rantai makanan merumput adalah pemanfaatan langsung produsen oleh konsumen, beberapa biota yang mempunyai kemampuan untuk mencerna selulosa dan langsung memakan daun lamun diantaranya dugong, penyu hijau, bulu babi dan beberapa jenis ikan. Rantai makanan detritus adalah pemanfaatan detritus hasil penguraian bakteri dari tumbuhan lamun yang mati oleh detritus feeder. Detritus memberikan makanan bagi cacing, ketimun laut, kepiting dan hewan penyaring lainnya seperti: anemon dan ascidian. Hasil penguraian bakteri berupa nutrient Nitrat dan Phosphat yang terlarut dalam air dan dimanfaatkan kembali oleh lamun dan fitoplankton. Dalam rantai makanan tersebut terjadi perpindahan energi antara satu tingkatan trofik ke tingkatan trofik berikutnya. Tingkatan trofik pertama dimulai dari produsen Odum 1988 Produsen primer dalam ekosistem lamun adalah biota yang dapat melakukan proses fotosintesa. Produsen primer menangkap karbondioksida dan merubahnya menjadi senyawa organik melalui proses fotosintesa. Selanjutnya senyawa organik yang dibentuk akan dikonsumsi secara langsung atau sebagai serasah oleh tingkatan trofik berikutnya, yaitu hewan herbivora, omnivora dan detrivora. Chiu et al. 2013 menyatakan bahwa 20 karbon budget dari daun lamun dimakan oleh ikan dan bulu babi, sedangkan 80 mengalir sebagai detritus. Hal ini menunjukkan bahwa daun lamun merupakan sumber makanan penting untuk herbivora yang hidup di dalamnya. Dalam suatu ekosistem, perpindahan energi antar satu tingkatan tropik ke tingkatan tropik berikutnya dapat digambarkan melalui aliran energi Odum 1988. Perpindahan energi tersebut dapat diketahui dengan mengkonversi biomasa dalam satuan berat per satuan luasan per satuan waktu menjadi kalori atau Joule dalam luasan area.

3.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini merupakan bagian pertama dari disertasi, bertujuan mengekplorasi energi ekosistem lamun yang terdiri dari energi lamun, plankton, serta biota yang langsung dimanfaatkan oleh nelayan setempat, yaitu ikan, rajungan, sotong dan kerang-kerangan. Bagian ini menjadi dasar perhitungan pada bagian selanjutnya dari disertasi ini. 3.3. Metodologi Penelitian 3.3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di bagian utara dan timur Kawasan Konservasi Laut Daerah Kabupaten Bintan. Lokasi penelitian meliputi empat desa, yaitu desa Malang Rapat, Teluk Bakau, termasuk kedalam kecamatan Gunung Kijang dan Desa Pengudang dan Berakit termasuk kedalam kecamatan Teluk Sebong. Pengambilan data dilakukan selama bulan September 2014 – Mei 2015. Gambar 3.1 Lokasi penelitian di Kabupaten Bintan

3.3.2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan untuk penelitian ini dirangkum dalam Tabel 3.1. Tabel 3.1. Alat dan Bahan penelitian Alat Bahan roll meter 100 meter underwater paper GPS pinsil Kamera underwater kantong plastik 5 kg Transek kuadrat 1 x 1 meter label refraktometer karet gelang termometer botol sampel plankton net formalin masker papan jalan snorkel buku data cool box filter Whatmann daftar pasut Bahan kimia untuk analisis klorofil bak plastik Sampel lamun, plankton, kerang-kerangan, ikan dan rajungan sprektrofotometer timbangan Nota penjualan ikan, rajungan, sotong dan kerang-kerangan milik nelayan tradisional 3.3.3. Pengumpulan Data Secara umum rantai makanan dalam suatu ekosistem dibentuk oleh produsen, konsumen dan pengurai. Untuk mengekplorasi energi ekosistem lamun di lokasi penelitian, penulis menetapkan batasan-batasan sebagai berikut: Ekosistem lamun : Yang dimaksud dengan ekosistem lamun secara spasial dalam penelitian ini adalah batas dari pasang tertinggi sampai batas tubir reef crest. Komponen rantai makanan : Dibedakan menjadi biota produsen dan konsumen. Produsen yang dimaksud adalah lamun dan fitoplankton. Konsumen yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah zooplankton dan biota ekonomis yang dimanfaatkan oleh masyarakat setempat, baik untuk dijual maupun untuk dikonsumsi, yaitu kerang-kerangan, sotong, rajungan dan ikan. Pertimbangan ini diambil didasarkan pada rantai makanan merumput. Energi sumber daya ekosistem lamun : Adalah energi lamun, plankton, kerang-kerangan, sotong, rajungan dan ikan yang dihitung dengan pendekatan biomasa dalam luasan area, kemudian dikonversi menjadi energi Gambar 3.2.