Ekosistem Lamun Studi Konektivitas Sistem Sosial-Ekologis Ekosistem Lamun Di Kabupaten Bintan

mangrove sebelum bermigrasi ke terumbu karang. Banyak jenis yang menggunakan lamun dan mangrove sebagai nursery ground. Disarankan agar konektivitas lamun, mangrove dan terumbu karang harus dipertimbangkan dalam mengimplementasikan kebijakan dan praktek konservasi. Sebagai pendaur zat hara, lamun memegang peran penting. Zat hara hasil dekomposisi dimanfaatkan oleh fitoplankton sehingga terjadi rantai makanan. Sebagai penangkap sedimen, lamun memegang peranan penting dalam menjaga kejernihan air. Selain itu lamun juga berfungsi sebagai penyerap karbon. Chiu et al . 2013 menunjukkan bahwa 20 karbon budget dari daun dimakan oleh ikan dan bulu babi, sedangkan 80 mengalir sebagai detritus. Hal ini menunjukkan bahwa daun lamun merupakan sumber makanan penting untuk herbivora yang hidup di dalamnya. Oleh karena itu ekosistem lamun mempunyai peran sebagai penyerap karbon dan penyumbang nutrisi ke lingkungan sekitarnya terumbu karang melalui pergerakan air. 2.1.2. Dampak Antropogenik Terhadap Keberadaan Ekosistem Lamun Aktivitas manusia dalam pemanfaatan ekosistem lamun memberikan ancaman tersendiri bagi keberlanjutan ekositem tersebut Tabel 2.1. Permasalahan utama yang mempengaruhi ekosistem lamun di seluruh dunia adalah kerusakan ekosistem lamun akibat kegiatan pengerukan dan penimbunan yang terus menerus dan pencemaran air termasuk pembuangan limbah garam dari kegiatan desalinisasi dan fasilitas-fasilitas produksi minyak, pemasukan pencemaran di sekitar fasilitas industri, dan limbah air panas dari pembangkit tenaga listrik. Sampai saat ini kerusakan lamun dunia telah mencapai 58 dan sejak tahun 1980 setiap 30 menit, dunia kehilangan lamun sebesar lapangan sepak bola Dennison 2009. Dampak kegiatan manusia terhadap ekosistem lamun telah dipublikasikan oleh beberapa peneliti. Cabaco et al. 2008 meneliti pengaruh limbah domestik terhadap padang lamun Zostera noltii di Ria Formosa, bagian selatan Portugis. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa konsentrasi amonium sebesar 158.3 – 663.4 µM akan mengurangi biomasa dari Z noltii. Selanjutnya Taylor dan Raheed 2011 meneliti pengaruh tumpahan minyak terhadap padang lamun di Gladstone Australia. Mereka melakukan perbandingan biomasa di lokasi yang terkena tumpahan minyak dan lokasi kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1 bulan pasca tumpahan terjadi penurunan biomasa di kedua lokasi. Delapan bulan kemudian terjadi kenaikan biomasa lamun. Dikatakan bahwa penurunan biomasa kemungkinan disebabkan oleh variasi musim alami dan dampak antropogenik. Dampak pembangunan pelabuhan dan aktifitas penangkapan memberikan pengaruh terhadap keberadaan biota pada ekosistem lamun. Nordlund dan Gullstrom 2013 melihat pengaruh aktifitas pengambilan invertebrata dan pelabuhan terhadap keanekaragaman jenis biota pada padang lamun di Pulau Incaha, Mozambique. Hasil penelitian mereka menyimpulkan habitat lamun yang mendapatkan tekanan dari berbagai kegiatan menimbulkan pengaruh negatif terhadap kelompok hewan yang hidup di habitat tersebut. Pengambilan invertebrata menyebabkan perubahan terhadap stuktur dan ukuran dari komunitas invertebrata tersebut. Demikian pula kegiatan pelabuhan menimbulkan polusi, sedimentasi dan perusakan daun lamun. Sebaliknya, pada daerah yang tidak ada aktifitas penangkapan dan pelabuhan kelimpahan dan biomasa lima kali lebih besar daripada lokasi dengan aktifitas.Selanjutnya Roca et al. 2014 mendeteksi dampak pembangunan pelabuhan pada habitat lamun dan pemulihannya. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa terjadi penurunan kandungan karbohidrat, kenaikan zat besi Fe dan kepadatan tegakan lamun setelah pembangunan tersebut selesai. Tabel 2.1. Beberapa dampak antropogenik terhadap ekosistem lamun KegiatanAncaman Akibat Pengembangan Pantai Merusak lamun Konstruksi dan pembangunan infrastruktur merusak lamun, meningkatkan sedimentasi, polusi, yang berakibat pada kondisi lamun dan perikanan Buangan minyak dari perahu menghambat pertumbuhan lamun Reklamasi Menghilangkan mangrove dan tumbuhan pantai yang berfungsi sebagai penyaring sediment Sedimen yang berlebihan akan menyebabkan kekeruhan dan menghambat pertumbuhan lamun Penggunaan alat tangkap yang merusak Menyebabkan kerusakan fisik dari lamun Mengganggu komunitas biota yang ada di lamun Jika lamun hilang makaikan dan invertebrata juga menghilang Budidaya Limbah organik dan kimia mengganggu pertumbuhan lamun Menimbulkan penyakit bagi organism yang ada di lamun Buanganlimbah Menimbulkan blomming algae akibat eutrofikasi dan menyebabkan kondisi kurang cahaya dan oksigen Run-off Berasal dari penebangan hutan, tambang dan pertanian Meningkatkan jumlah polutan ke badan air yang berbahaya untuk kehidupan lamun Meningkatkan sedimentasi Limbah Menutupi tumbuhan dan hewan yang hidup pada lamun Kesadaran tentang lamun rendah Pada level masyarakat, manager, aparat pemerintah, sehingga sulit untuk membuat aturan baru dan mentaati aturan lama Kurangnya alat dan informasi Manager dan pengambil keputusan memerlukan alat dan informasi untuk menjalankan konservasi Sumber: Cullen-Unsworth dan Unsworth 2013 2.1.3. Ekosistem Lamun di Kabupaten Bintan Di Indonesia, lamun menyebar hampir di seluruh perairan pesisir, tersebar hampir diseluruh rataan terumbu sampai kedalaman 40 meter. Tumbuh di dasar perairan dengan substrat dasar pasir, pasir berlumpur, lumpur dan kerikil karang bahkan ada jenis lamun yang mampu hidup di dasar batu karang. Lamun dijumpai dapat tumbuh diantara karang hidup, dan dibawah naungan mangrove. . Luas lamun di Indonesia yang dihitung dari 23 lokasi adalah 22 094.95 ha P2O LIPI 2016. Di perairan Indonesia terdapat 15 spesies dari 70 spesies lamun dunia. Terdiri atas 2 suku dan 7 marga dan 12 spesies yang acap kali dijumpai yaitu Enhalus acoroides, Cymodocea rotundata, C. serrulata, Halophila decipiens, H. ovalis, H. minor, H. spinulosa, Haludole pinifolia, Hd. uninervis, Syringodium isoetifolium, Thalassia hemprichii dan Thalassodendron ciliatum. Tiga jenis lainnya, yaitu Halophila sulawesii merupakan jenis lamun baru yang ditemukan endemik di Sulawesi Selatan Kuo 2007. Sementara itu, Halophila becarii yang ditemukan herbariumnya tanpa keterangan yang jelas, dan Ruppia maritima yang dijumpai koleksi herbariumnya dari Ancol-Jakarta dan Pasir Putih-Jawa Timur. Jumlah jenis lamun di bagian Barat Indonesia rata-rata 6 spesies, bagian Tengah 8 spesies dan bagian Timur Indonesia 9 spesies P2O LIPI 2016. Ekosistem lamun di pesisir Bintan Timur memiliki luas 2500 ha dengan keanekaragaman jenis lamun yang tinggi. Di Desa Pengudang, Berakit, Malang Rapat dan Teluk Bakau tercatat 10 spesies lamun dari 15 spesies lamun yang ada di Indonesia. Sebagian besar lokasi memiliki persentasi tutupan lamun yang tinggi Gambar 2.2. dengan biomasasa yang tinggi pula. : Gambar 2.2. Persentase tutupan Lamun di Pulau Bintan Bagian Utara-Timur Anonim 2009a Padang lamun di pesisir Bintan Timur berada dalam kondisi yang baik. Kondisi lamun yang baik tersebut memberikan kontribusi produksi dan jasa lingkungan yang nyata, terutama pada sektor perikanan dan pariwisata Anonim 2009a. Di Desa Malang Rapat dan Teluk Bakau kondisi lamun relatif baik, namun dilokasi ini terdapat banyak tempat-tempat wisata seperti hotel, resort, pondok wisata dan restoran. Oleh karenanya, ke depan lamun lokasi-lokasi tersebut akan menghadapi ancaman, seperti proses eutrofikasi yang dapat merusak ekosistim lamun dan bahkan menghilangkannya biota tertentu jika tidak dikelola dengan baik. Di Desa Pengudang dan Berakit juga memiliki lamun dalam kondisi baik, karena tidak ada ganguan dari kegiatan wisata dan kegiatan merusak lainnya. Ekosistem lamun di Kabupaten Bintan dihuni oleh berbagai biota laut. Hasil penelitian Anonim 2009a menyebutkan jenis biota yang ada di ekosistem lamun Kabupaten Bintan yang dirangkum dalam Tabel 2.2. Selain itu, ekosistem lamun di lokasi ini memiliki nilai ekologis penting dengan dijumpainya hewan-hewan yang dilindungi, diantaranya dugong Dugong dugon; kuda laut Hippocampus sp., kima Tridacna squamosa; lola Trochus niloticus dan penyu hijau Chelonia mydas . Ekosistem lamun di Desa Teluk Bakau, Malang Rapat, Berakit dan Pengudang merupakan daerah percontohan pengelolaan padang lamun yang digagas oleh P2O LIPI pada tahun 2007. Lokasi percontohan tersebut dikenal sebagai Trismades Trikora Seagrass Management Demonstration Site, yang dilaksanakan pada tahun 2007-2010. Trismades merupakan program pengelolaan lamun berbasis masyarakat pertama di Indonesia. Selanjutnya setelah Trismades berakhir pada tahun 2010, daerah percontohan tadi ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi Padang Lamun melalui SK Bupati No 267VI2010. Tabel 2.2. Beberapa biota yang dijumpai di ekosistem lamun Kabupaten Bintan Ikan Molusca Echinodermata Leiognathus splendens Bivalvia Holothuria scabra Lutjanus fulviflamma Anadara cornea Stichopus variegatus Lutjanus johni Cyclotellina remies Actinopyga miliaris Lethrinus harak Exotica clathrata Thelenota ananas Lethrinus lentjan Mactra maculate Crustacea : Lethrinus omatus Pinna muricata Portunus pelagicus Upeneus tragula Tridacna squamosa Reptilia Upeneus vittatus Gastropoda Chelonia mydas Siganus canaliculatus Cerithium spp. Eretmochelys imbricata Siganus guttatus Euchelus atratus Mamalia Siganus stellatus Lambis lambis Dugong dugon Siganus virgatus Mitra gracilis Psammoperca waigiensis Strombus luhuanus Pardachirus pavoninus Trochus niloticus Phyllichthys punctatus Sumber : Anonim 2009a

2.2. Jasa Ekosistem Lamun

Jasa ekosistem adalah jasa yang bermanfaat untuk manusia Costanza et al. 1997; Millenium Ecosystem Assessment 2005; Fisher et al. 2009; Burkhard et al. 2012. Tanpa ada manusia sebagai penerima manfaat, fungsi dan proses ekosistem bukanlah jasa. Dengan kata lain, harus ada permintaan tertentu oleh orang-orang untuk menggunakan jasa ekosistem tertentu Burkhard et al. 2012. Pada kurun waktu tahun 2001-2005 Millennium Ecosystem Assessment MEA melakukan penilaian atas perubahan ekosistem yang disebabkan oleh pemanfaatan manusia terhadap alam. Selain itu juga dibangun dasar ilmiah upaya konservasi dan pemanfaatan yang berkelanjutan akibat pemanfaatan tersebut. Penilaian MEA tersebut merupakan respon hasil empat konvensi internasional yaitu: The Convension of Biological Diversity CBD, The United Nations Convention to Combat Desertification, The Ramsar Convention on Wetland dan The Convention of Migratory Species dan juga dirancang untuk memenuhi kebutuhan dari para pemangku kepentingan lainnya, termasuk dunia usaha, sektor kesehatan, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat adat. Dalam kerangka konsepual MEA manusia merupakan bagian dari ekosistem yang berinteraksi secara dinamis. Aktivitas manusia akan menyebabkan perubahan pada ekosistem yang didalamnya terkandung keanekaragaman hayati dan kemudian akan berpengaruh terhadap kehidupan manusia itu sendiri, terutama dari aspek kesejahteraan. Akan tetapi bukan hanya aktivitas manusia yang menyebabkan perubahan ekosistem, faktor sosial, ekonomi dan budaya juga ikut berperan dan keadaan ini dapat terjadi dalam skala lokal, regional dan global Gambar 2.3. Pada Gambar 2.3. terlihat bahwa kehidupan masyarakat Gambar 2.3. Kerangka konseptual Millenium Ecological Assessment: hubungan antara jasa ekosistem dengan kesejahteraan manusia MEA, 2005 dipengaruhi secara tidak langsung oleh kondisi demografi, ekonomi, sosial, teknologi serta budaya dan agama dan sebaliknya. Pengaruh tidak langsung tadi akan menimbulkan pengaruh langsung terhadap masyarakat, misalnya penggunaan lahan, pupuk, hasil panen dan sebagainya. Selanjutnya pengaruh langsung tadi akan mempengaruhi kehidupan manusia sekaligus mempengaruhi jasa ekosistem. Seiring dengan perjalanan waktu, terjadi perubahan-perubahan dari konsep yang telah ditetapkan oleh MEA. The Economics of Ecology and Biodiversity TEEB 2010 lebih merinci konsep MEA Gambar 2.4. Dalam konsep TEEB dikatakan bahwa: 1 Ekosistem dan keanekaragaman biodiversity selain memiliki struktur dan proses juga ada fungsi didalamnya; 2 Jasa ekosistem menurut MEA 2005 dibedakan menjadi empat komponen, yaitu jasa pendukung supporting services, jasa penyedia provisioning services jasa pengaturan regulating services dan jasa budaya cultural services, sedangkan TEEB 2010 meniadakan supporting services dan menggantinya menjadi habitat services dengan alasan untuk mencegah penghitungan ganda dalam menilai ekosistem; 3 TEEB mengelompokkan perubahan iklim kedalam external driver yang akan mempengaruhi ekosistem. Perkembangan selanjutnya Burkhard et al. 2012 menggunakan istilah ecological integrity untuk komponen supporting services. Gambar. 2.4. Kerangka konseptual untuk menghubungkan antara ekosistem dan kesejahteraan manusia TEEB, 2010 Jasa ekosistem lamun dibedakan menjadi empat, yaitu jasa pendukung supporting services, jasa penyedia provisioning services jasa pengaturan regulating services dan jasa budaya cultural services Gambar 2.5. Jasa pendukung diartikan sebagai semua yang diperlukan untuk memproduksi jasa ekosistem lainnya, misalnya penyedia nutrisi, nursery dan feeding ground. Jasa penyedia adalah jasa yang langsung digunakan untuk kepentingan manusia, misalnya makanan, bahan baku, sumber obat. Jasa pengaturan adalah jasa yang diperoleh dari proses regulasi ekosistem, misalnya penyerapan karbon, dekomposisi limbah, penstabil sedimen, penahan arus. Jasa budaya adalah manfaat nonmaterial yang diperoleh manusia dari ekosistem misalnya rekreasi. Sebagai salah satu dari pemberi jasa ekosistem, manfaat lamun dapat dilihat sebagai integritas ekologi, jasa pengaturan, jasa persediaan dan jasa budaya Burkhard et al. 2012. Dari aspek ekonomi diperkirakan bahwa setiap hektar padang lamun memiliki nilai ekonomi sekitar 20,500 per tahun. Sebagai pemasok nutrisi, satu hektar padang lamun yang sehat dapat mendukung sebanyak 40.000 juvenile ikan, dan 50 juta juvenile kerang. Diperkirakan bahwa antara 70- 90 ikan komersial menghabiskan sebagian waktu hidupnya di habitat padang lamun. Selain itu, satu hektar padang lamun yang sehat dapat menghasilkan lebih dari 10 ton daun per tahun, menyediakan makanan, habitat dan nursery ground untuk ikan, kerang, kura-kura dan dugong. Ekosistem lamun memiliki arti penting karena habitat lamun menempati tempat ketiga dari jasa ekosistem dan sumberdaya alam dunia Cullen-Unsworth et al. 2013. Untuk itu pengelolaan ekosistem lamun menjadi sangat diperlukan. Gambar 2.5. Jasa Ekosistem Lamun diadopsi dari Costanza et al. 1997; MEA 2005; Burkhard et al. 2012