Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat

36 setempat. Pemberdayaan masyarakat melalui pariwisata juga dilihat dari pemangku kepentingan. Gambar 2. Ilustrasi pemangku kepentingan dalam pariwisata Dalam pembangunan kepariwisataan dikenal strategi perencanaan pengembangan kepariwisataan yang berorientasi pada pemberdayaan masyarakat yang mengedepankan peran dan partisipasi masyarakat sebagai subjek pembangunan kepariwisataan guna meninkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan sosial, ekonomi, dan budaya Sunaryo, 2013: 217-219. Menurut Janianton Damanik, dkk, 2005 pengembangan pariwisata berbasis masyarakat menegaskan bahwa masyarakat bukan lagi menjadi obyek pembangunan akan tetapi sebagai penentu pembangunan itu sendiri. Penyusunan perencanaan dalam skala lokal merupakan syarat awal dalam upaya membangun pariwisata berbasis masyarakat ini, yang mampu mengakomodasikan semua kebutuhan dalam kerangka tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang, dan perencanaan disusun bersama dengan komunitas yang ada. Penunjang lainnya dalam pengembangan pariwisata berbasis masyarakat ini adalah: SWASTA Industri pengembang investor Tuan rumah pelaksana subjek PEMERINTAH Fasilitator dan regulator 37 a. Program-program pelatihan yang praktis dan mendorong tumbuhnya wirausahawan lokal yang mampu bersaing. b. Mendorong tumbuhnya kemitraan dalam bentuk ikatan usaha yang saling menguntungkan dalam hubungan kerja yang sinergik. c. Mendorong tumbuhnya kekuatan lokal untuk bersaing dalam hal kekuatan pariwisata sebagai keunikan yang tidak dimiliki pesaing. Pariwisata berbasis masyarakat merupakan aktivitas ekonomi yang penting dimana jika dikembangkan dengan tepat mampu mengatasi berbagai masalah pembangunan, perdamian dan keselarasan masyarakat dan manajemen sumber daya alam dan lingkungan yang berkesinamubungan. Dukungan dari pihak pemerintah pun juga dibutuhkan sebagai mekanisme utama untuk pemberdayaan masyarakat serta membuat kerangka kebijakan yang menentukan tantangan penting dan peluang bagi pariwisata berbasis masyarakat. Tindakan pemerintah yang bisa dilakukan sebagai upaya pengembangan pariwisata berbasis masyarakat adalah mengembangkan pendekatan institusional pemerintah, regulasi otonomi daerah, memperkuat kontrol pelestarian lingkungan dan perencanaan penggunaan lahan. Membuat program pelatihan ketrampilan sebagai dorongan pengentasan kemiskinan dalam pariwisata berbasis masyarakat. Menyediakan bantuan tambahan untuk pengembangan bisnis mikro dan kecil, mengintensifkan keterlibatan bisnis perjalanan di dalam proyek pariwisata berbasis masyarakat dan menekankan pelatihan sumber daya manusia sebagai bagian yang relevan dari sektor wisata. 38 Sunaryo 2013: 218-219 menyatakan bahwa untuk mewujudkan pengembangan pariwisata berjalan dengan baik dan dikelola dengan baik maka hal yang paling mendasar dilakukan adalah bagaimana memfasilitasi keterlibatan yang luas dari komunitas lokal dalam proses pengembangan dan memaksimalkan nilai manfaat sosial dan ekonomi dari kegiatan pariwisata untuk masyarakat setempat. Masyarakat lokal memiliki kedudukan yang sama pentingnya sebagai salah satu pemangku kepentingan stakeholder dalam pembangunan kepariwisataan, selain pihak pemerintah dan industri swasta. Berdasarkan konsep pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan kepariwisataan maka upaya pemberdayaan masyarakat melalui kepariwisataan pada hakikatnya harus diarahkan pada beberapa hal sebagai berikut: 1. Meningkatnya kapasitas, peran dan inisiatif masyarakat pembangunan kepariwisataan. 2. Meningkatnya posisi dan kualitas keterlibatan partisipasi masyarakat. 3. Meningkatnya nilai manfaat positif pembangunan kepariwisataan bagi kesejahteraan ekonomi masyarakat. 4. Meningkatnya kemampuan masyarakat dalam melakukan perjalanan wisata. Berdasarkan pendapat tersebut terlihat bahwa pariwisata berbasis masyarakat atau Comunity-Based Tourism CBT merupakan salah satu pendekatan dalam pembangunan pariwisata yang menekankan pada masyarakat lokal. Karena dalam CBT, komunitas merupakan aktor utama dalam proses pembangunan pariwisata. Tujuan utama untuk peningkatan standar kehidupan 39 masyarakat, dimana masyarakat memiliki partisipasi aktif dalam pengembangan pariwisata yang ada bisa dalam proses pengambilan keputusan maupun distribusi keuntungan yang diterima masyarakat dari pengembangan pariwisata dan masyarakat memiliki ruang kontrol untuk tata kelola kepariwisataan demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat setempat. Sektor pariwisata mampu menjalankan fungsi sebagai katup pengaman disaat krisis sekaligus memberikan dampak-dampak ganda yang cukup besar pada pertumbuhan sektor lain. Perkembangan ini pun mampu menghidupkan banyak usaha kecil sektor informal yang terkait dengan kegiatan wisata antara lain asongan, warung, jasa pemandu wisata dan sebagainya. Kemiskinan sebagai fenomena multidimensional, mencakup dimensi-dimensi kerentanan, deprivasi baik ekonomi mapun sosial, ketidak-berdayaan, marginalisasi, alinasi, ketidak- amanan dan sebagainya. Untuk itulah adanya kebijakan publik di bidang pariwisata yang berguna untuk mengurangi kemiskinan. Menurut Damanik, dkk, 2005: 53 industri pariwisata memiliki karakteristik seperti: a. Konsumen datang ke tempat tujuan, sehingga membuka peluang bagi penduduk lokal untuk memasarkan komuditi dan pelayanan. b. Membuka peluang bagi upaya untuk mendiversikan ekonomi lokal yang dapat menyentuj kawasan-kawasan marginal. c. Membuka peluang bagi usaha-usaha ekonomi padat karya yang berskala kecil dan menengah yang terjangkau oleh kalangan menengah ke bawah. 40 d. Tidak hanya tergantung pada modal, akan tetapi juga tergantung pada modal budaya dan modal alam yang seringkali merupakan asset yang dimiliki kalangan menengah kebawah. Dari situlah dapat diketahui bahwa indusri pariwisata dapat berdampak pada pengentasan kemiskinan dimasyarakat. Potensi-potensi budaya dan alam yang ada dapat dimanfaatkan sebagai obyek dan daya tarik wisata untuk pengembangan masyarakat. Pariwisata pendakian sebagai salah satu sarana pelayanan pariwisata untuk meningkatkan pendapatan daerah dengan pariwisata berbasis masyarakat sebagai bentuk pemberdayaan. Jadi pariwisata berbasis masyarakat juga merupakan salah satu sarana pemberdayaan masyarakat melalui pembangunan pariwisata, yang menekankan pada keterlibatan masyarakat lokal dalam usaha-usaha kepariwisatawan yang juga bisa mendapatkan keuntungan dari kepariwisatawan yang ada seperti kesempatan untuk mendukung aktivitas ekonomi tradisional, memberikan kemampuan pada masyarakat untuk melakukan kegiatan komersial, meningkatkan ketrampilan masyarakat dalam berusaha, memberikan kapasitas dan peluang kepada masyarakat dalam pengambilan keputusan untuk peningkatan kualitas kehidupan melalui akses terhadap interaksi dengan wisatawan dan kegiatan kepariwisataan yang tercipta. Pengembangan pariwisata berbasis masyarakat adalah masyarakat dilibatkan dilibatkan dalam pengembangan pariwisata. Dalam hal ini pengembangannya 41 berupa memantapkan citra pariwisata melalui peningkatan pemasaran dan aksesbilitas, dan serta peningkatan mutu dan pelayanan melalui peningkatan keahlian-keahlian sumber daya manusia. Jadi pariwisata berbasis masyarakat merupakan upaya pemberdayaan masyarakat melalui sektor pariwisata, dimana pemberdayaan masyarakat adalah salah satu ranah pendidikan luar sekolah.

3. Tinjauan Pustaka Tentang Taman Nasional Gunung Merbabu

a. Pengertian Taman Nasional

Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.56 Menhut-II 2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional Menteri Kehutanan, Taman Nasional merupakan Kawasan Pelestarian Alam KPA baik daratan maupun perairan yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan ilmu pengetahuan, penelitian, pendidikan menunjang budidaya, kebudayaan dan pariwisata dan rekreasi alam. Zonasi taman nasional adalah suatu proses pengaturan ruang dalam taman nasional menjadi zona-zona, yang mencakup kegiatan tahap persiapan, pengumpulan dan analisis data, penyusunan draf rancangan rancangan zonasi, konsultasi publik, perancangan, tata batas, dan penetapan, dengan mempertimbangkan kajian-kajian dari aspek- aspek ekologis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Zona taman nasional adalah wilayah di dalam kawasan taman nasional yang dibedakan menurut fungsi dan kondisi ekologis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Pedoman zonasi taman nasional bertujuan untuk mewujudkan sistem pengelolaan taman nasional yang efektif dan optimal sesuai dengan fungsinya. 42 Penataan zona taman nasional didasarkan pada potensi dan fungsi kawasan dengan memperhatikan aspek ekologi, sosial, ekonomi dan budaya. Kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu Taman Nasional Gunung Merbabu, sebelumnya merupakan hutan lindung yang dikelola oleh Perum Perhutani dalam wilayah KPH Kedu Utara dan KPH surakarta, dan Taman Wisata Alam Tuk Songo yang merupakan salah satu kawasam konservasi dibawah pengelolaan Balai KSDA Jawa Tengah.

b. Letak Geografis Taman Nasional Gunung Merbabu

Taman Nasional Gunung Merbabu merupakan satu dari 50 Taman Nasional di Indonesia. Taman Nasional Gunung Merbabu ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomr : 135Menhut-II2004 pada tanggal 4 Mei 2004 tentang Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Lindung dan Taman Wisata Alam pada kelompok Hutan Merbabu seluas ± 5.725 ha, yang terletak di Kabupaten Magelang, Semarang, dan Boyolali, Provinsi Jawa Tengah. Dalam melakukan pengelolaan kawasan, Taman Nasional Gunung Merbabu dibagi menjadi dua Seksi Pengelolaan Taman Nasional SPTN wilayah yaitu SPTN Wilayah I Kopeng di Kabupaten Semarang dan Boyolali, dan SPTN Wilayah II di Krogowanan d Kabupaten Magelang dan Boyolali. Dibawah SPTN juga telah dibentuk pengelolaan berbasis Resort yakni: Wilayah SPTN 1 Kopeng terdiri dari Resort Kalipasang dan Resort Samuncar dan Wilayah SPTN II Krogowanan terdiri dari Resort Wekas dan Resort Wonolelo.