Latar Belakang Analisis Implementasi Penanganan HIV dan AIDS di Rumah Sakit HKBP Balige Tahun 2015

pencegahan, HIV dan AIDS juga memiliki window periode atau fase tanpa gejala asimptomatik yang relatif panjang dalam perjalanan penyakitnya. Hal tersebut menyebabkan pola perkembangannya seperti fenomena gunung es iceberg phenomena Depkes RI, 2006. Laporan Epidemi United Nations Programme on HIV dan AIDS UNAIDS 2012 menunjukkan bahwa terdapat 34 juta orang dengan HIV di seluruh dunia. Sebanyak 50 diantaranya adalah perempuan dan 2,1 juta anak berusia kurang dari 15 tahun. Di Asia Tenggara, terdapat kurang lebih 4 juta orang dengan HIV. Menurut Laporan Perkembangann HIV dan AIDS South-East Asia Region of WHO WHO-SEARO 2011, sekitar 1,3 juta orang 37 perempuan terinfeksi HIV. Data estimasi UNAIDSWHO 2009 juga memperkirakan 22.000 anak di wilayah Asia-Pasifik terinfeksi HIV dan tanpa pengobatan, setengah dari anak yang terinfeksi tersebut akan meninggal sebelum ulang tahun kedua. Afrika Selatan, sebagai negara yang mengidap penyakit HIV dan AIDS terbanyak di dunia, tercatat sebanyak 7.540.000 orang terkena infeksi virus HIV dan AIDS hingga tahun Desember 2013. Tingkat prevalensi dewasa adalah 17,9 menurut CIA World Fact Book statistik. Di Afrika Selatan anak juga dipengaruhi oleh virus. Sebanyak 11,2 dari kejadian HIV pada anak-anak dan pemuda yang berada di bawah usia 24 tahun. Ketika dicari proporsi jumlah mereka yang mengidap HIV dengan jumlah penduduk, ternyata anak-anak menyumbang 11 dari total populasi data PBB, 2013. Penderita HIV dan AIDS di Indonesia yang dilaporkan dari tanggal 1 Januari sampai September 2014 tercatat 150.296 orang pengidap HIV dan 55.799 orang pengidap AIDS. Persentase infeksi HIV tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 25-49 tahun 70,4, diikuti kelompok umur 20-24 tahun 16,4, dan kelompok umur = 50 tahun 5,3. Sedangkan persentase AIDS tertinggi pada kelompok umur 30-39 tahun 26, diikuti kelompok umur 20-29 tahun 25,3 dan kelompok umur 40-49 tahun 11,6 Ditjen PP PL Kemenkes RI, 2014. Data di Dinas Kesehatan Dinkes Sumut, hingga Februari 2014, penemuan kasus HIV dan AIDS berjumlah 5.772 orang. Dari 5.722 kasus HIV dan AIDS yang dilaporkan, penemuan kasus terbesar dijumpai pada golongan usia 30-39 tahun dengan 2.300 kasus. Begitu juga golongan usia 20-29 tahun dengan jumlah 2.272 kasus, usia 40-49 tahun 768 kasus, dan lebih dari 50 tahun ada 185 kasus. Jumlah kasus HIV dan AIDS pada anak juga cukup besar, yakni dari usia kurang dari 1 tahun hingga usia 19 tahun, ada 197 kasus yang dijumpai sepanjang 20 tahun ini Dinkes Kota Medan, 2014. TAHUN HIV AIDS 2003 10 2 2004 4 4 2005 10 8 2006 8 4 2007 3 8 2008 6 3 2009 10 12 2010 2 17 2011 6 30 2012 15 43 2013 18 53 2014 13 70 Jumlah 105 254 Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Toba Samosir Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah ODHA di Kabupaten Toba Samosir Data di Dinas Kesehatan Kabupaten Toba Samosir, hingga Desember 2014 terdapat 359 kasus HIV dan AIDS HIV sebanyak 105 orang dan AIDS sebanyak 254 orang. Resiko penularan yang paling banyak ditemui yaitu melalui hubungan seksual sebanyak 244 orang dan penasun sebanyak 102 orang. Dari 359 kasus yang dilaporkan, mayoritas penderita HIV dan AIDS terdapat pada kelompok umur produktif 31-40 tahun, termasuk di dalamnya perempuan yang akhir-akhir ini mengalami kenaikan, tercatat 109 orang yang terinfeksi. Sampai saat ini, jumlah penderita HIV dan AIDS yang meninggal tercatat sebanyak 108 orang Dinkes Kabupaten Tobasa, 2014. Rumah Sakit merupakan instansi kesehatan yang berperan penting dalam melawan penyebaran HIV dan AIDS. Awalnya di Indonesia hanya 75 Rumah Sakit yang dihunjuk pemerintah sebagai Rumah Sakit yang memberikan perawatan penderita HIV dan AIDS KEPMENKES RI No. 832MenkesSKX2006. Saat ini, kasus Orang Dengan HIV dan AIDS ODHA di kalangan masyarakat khususnya masyarakat usia produktif cenderung meningkat, sehingga pemerintah membuat keputusan baru untuk menambah jumlah rumah sakit rujukan ODHA yang tertera pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 451MENKESSKIV2012 yaitu sebanyak 358 Rumah Sakit. Rumah Sakit yang memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien dengan HIV dan AIDS di Sumatera Utara ada 18 Rumah Sakit, salah satunya adalah Rumah Sakit HKBP Balige. Rumah Sakit HKBP Balige adalah Rumah Sakit strata II untuk penanganan rujukan HIV dan AIDS. Sebagai Rumah Sakit Rujukan Strata II, RS HKBP Balige harus memiliki: 1 tim pokja HIV dan AIDS; 2 tenaga dokter, perawat, konselor, manajer kasus, tenaga farmasi apoteker, analis laboratorium yang telah dilatih dan juga harus memiliki ODHA yang berfungsi sebagai pendukung kepatuhan makan obat dan kelompok dukungan sebaya; 3 layanan dan kegiatan; 4 obat, dan sarana laboratorium. Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit HKBP Balige dengan melakukan wawancara kepada salah satu tenaga pelaksana rujukan HIV dan AIDS, didapatkan informasi mengenai peningkatan jumlah ODHA setiap tahunnya. Hingga Desember 2014, jumlah ODHA yang berasal dari Kabupaten Toba Samosir ada sebanyak 236 orang Data Rekam Medik Rumah Sakit HKBP Balige, 2014. Rumah Sakit HKBP Balige juga menerima rujukan dari daerah lain di Sumatera Utara, seperti daerah Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Padang Sidempuan, Samosir, Humbang Hasundutan, dan Simalungun. Rumah Sakit HKBP Balige sebagai Rumah Sakit strata II telah memiliki tenaga pelaksana yang terdiri dari 1 orang dokter, 1 orang dokter gigi, 1 orang apotekerfarmasi, 6 orang perawat, 2 orang konselor, 2 orang analis laboratorium, dan 1 orang manajer kasus. Juga memiliki sarana layanan yang disebut Voluntary Counselling and Testing-Care Support Treatment VCT-CST. Program-program yang dilakukan di Rumah Sakit HKBP Balige adalah capacity building dan Komunikasi, Informasi dan Edukasi KIE. Kegiatan pada capacity building yaitu testing HIV, pengobatan, pelayanan konseling dan pendampingan ODHA. Alur pelaksanaannya yaitu pasien yang dirujuk baik rawat jalan ataupun pasien rawat inap di Rumah Sakit, yang dida terkena HIV akan terlebih dahulu mendapatkan pelayanan konseling lalu pasien tersebut melakukan testing HIV. Jika hasilnya negatif, maka akan di ulang setelah tiga bulan, tetapi jika hasilnya positif akan diberikan pengobatan Anti Retroviral ARV. Jika kondisi pasien sudah membaik, maka akan dilakukan pendampingan ODHA oleh manajer kasus. Sedangkan kegiatan KIE yaitu mobile klinik, yakni dengan menemui orang-orang-orang yang beresiko tinggi seperti Pekerja Seks Komersial PSK, tahanan, dan supir untuk diberi informasi agar mereka bersedia melakukan test HIV; Edukasi seperti misalnya melakukan penyuluhan; Advokasi dan Pelatihan khusus. Penelitian Dayaningsih 2009 menyimpulkan bahwa di RSUP Dr. Kariadi muncul masalah untuk pelayanan VCT-nya yang bersifat pasif, usaha promosi yang sudah dilaksanakan masih kurang, untuk pelayanan VCT di ruang rawat inap belum memiliki ruangan khusus untuk VCT, form untuk konseling pre tes ada 4 lembar dirasa tidak efektif. Penelitian Amin 2010 menyimpulkan bahwa Himpunan Konselor HIV dan AIDS HiKHA Jawa Barat mempunyai program yang disebut dengan Aksi Stop AIDS ASA. Di dalamnya terdapat layanan konseling dan testing sukarela HIV dan AIDS atau disebut juga Voluntary Counseling and Testing VCT. Program ini bekerja sama dengan sejumlah lembaga dan institusi dari luar maupun dalam negeri. Rumah Sakit HKBP Balige telah berusaha memberikan pelayanan dengan standar yang telah ditentukan, namun kenyataan di lapangan, masih dijumpai kendala-kendala dalam penanganan HIV dan AIDS seperti pasokan obat ARV yang sering kehabisan, obat ARV yang sering datang terlambat, hal ini kemungkinan terjadi karena keterlambatan membuat pelaporan stok ARV yang kosong kepada subdit AIDS Kemkes, keterlambatan mengirimkan order obat. Selain itu, di Rumah Sakit HKBP Balige juga tidak ada ODHA yang dihunjuk sebagai pendukung kepatuhan minum obat dan kelompok dukungan sebaya, sementara menurut pedoman Depkes, hal tersebut harus dimiliki oleh Rumah Sakit rujukan HIV dan AIDS. Penelitian Yuniar 2012 menyimpulkan bahwa ketersediaan dan keterjangkauan obat ARV dapat meningkatkan kepatuhan minum obat bagi ODHA di Kota Bandung dan Cimahi. Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik melakukan penelitian tentang Analisis Implementasi penanganan HIV dan AIDS di Rumah Sakit HKBP Balige tahun 2015.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalahnya adalah bagaimana implementasi penanganan HIV dan AIDS di Rumah Sakit HKBP Balige tahun 2015.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan bagaimana implementasi penanganan HIV dan AIDS di Rumah Sakit HKBP Balige tahun 2015.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak antara lain: 1. Sebagai bahan masukan bagi Rumah Sakit HKBP Balige, agar semakin meningkatkan kualitas Rumah Sakit, karena telah dipercayakan sebagai salah satu rumah sakit rujukan HIV dan AIDS di Sumatera Utara. 2. Sebagai bahan masukan untuk pengembangan Ilmu Administrasi dan Kebijakan Kesehatan dalam menganalisa standar penunjukan Rumah Sakit sebagai rujukan HIV dan AIDS dan kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan sesuai dengan pedoman. 3. Sebagai bahan informasi dan pengembangan bagi penelitian sejenis dan berkelanjutan.