Pelayanan Kesehatan untuk AIDS

pelayanan dasar yang diperlukan adalah penyakit dalam, bedah, anestesi, laboratorium, radiologi, gizi dan farmasi. b Fasilitas Perawatan Khusus Adalah fasilitas perawatan yang sudah terbiasa merawat pasien AIDS. Unit ini menyediakan perawatan untuk pasien AIDS yang tidak dalam fase akut tetapi memerlukan perawatan di rumah sakit untuk rehabilitasi. c Fasilitas Perawatan Intermediate Fasilitas ini diperlukan untuk penderita yang tidak terus-menerus memerlukan dokter atau perawat yang berpengalaman. Ini berlaku baik untuk fasilitas rawat inap maupun berobat jalan. d Fasilitas Perawatan Masyarakat shelter Penderita AIDS yang sedang tidak dirawat di rumah sakit kadang-kadang memerlukan beberapa jenisfasilitas non-medik, seperti perumahan, pengadaan makanan, dan bantuan aktivitas sehari-hariseperti makan, mandi atau ke toilet. e Pusat Kesehatan Masyarakat Puskesmas yang diperlukan adalah yang dilengkapi dengan pelayanan psikologi, rehabiloitasi, sosial, gizi dan pendidikan kesehatan. f Perawatan Kesehatan di Rumah Fasilitas ini diperlukan oleh penderita, agar ia dapat tetap tinggal di rumahnya sambil terus dipantau dan mendapat perawatan medik yang berkesinambungan. Untuk tujuan tersebut diperlukan pekerja sosial, perawat dan relawan baik dari kalangan agama maupun dari lapisan masyarakat lain.

2.4 Perawatan, Dukungan dan Pengobatan HIV-AIDS PDP di Indonesia

Layanan Perawatan, Dukungan dan Pengobatan HIV-AIDS PDP atau yang disebut juga sebagai Care Support and Treatment CST di Indonesia memang dilaksanakan lebih belakangan daripada layanan pencegahan. Namun dengan meningkatnya jumlah ODHA, maka layanan PDP semakin dibutuhkan masyarakat. Tersedianya obat ARV generik juga mempercepat layanan PDP karena salah satu komponen layanan PDP adalah layanan ARV. Layanan obat ARV di Indonesia meningkat sejak penggunaan obat ARV generik yang didatangkan dari India dan Thailand Depkes RI, 2007. Pada tahun 2004, pemerintah Indonesia sesuai anjuran WHO untuk menyediakan layanan ARV bagi semua memberikan subsidi penuh kepada masyarakat sehingga masyarakat yang membutuhkan obat ini dapat memperolehnya dengan gratis. Agar layanan ARV ini dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat maka dilakukan pelatihan tenaga kesehatan baik untuk dokter, perawat, konselor, farmasi dan lain-lain. Pada tahap pertama 2004 ditunjuk 25 rumah sakit dan pada tahun 2006 jumlah rumah sakit yang melayani ARV ditambah sehingga jumlahnya menjadi 75 rumah sakit. Namun pada kenyataannya rumah sakit yang mampu melayani ARV lebih banyak dari itu karena banyak rumah sakit yang ditunjuk mempunyai rumah sakit satelit yang ikut dalam program layanan ARV Depkes RI, 2007. Meskipun jumlah layanan dan cakupan PDP meningkat tajam namun layanan PDP masih menghadapi berbagai masalah yaitu: 1. Sebagian infeksi HIV terdiagnosis pada keadaan tahap lanjut, tak jarang ODHA mempunyai infeksi opportunistik berat bahkan lebih dari satu infeksi opportunistik. Dengan demikian angka kematian perawatan di rumah sakit masih tinggi 2. Perusahaan asuransi tidak bersedia memberikan penggantian biaya untuk kasus AIDS 3. Infeksi HIV di kalangan pengguna narkoba semakin meningkat. Keadaan ini mempersulit penatalaksanaan karena tak jarang seorang ODHA yang dirawat menderita berbagai infeksi opportunistik. 4. Kemampuan layanan PDP masih beragam. Terdapat unit layanan yang sudah mempunyai pengalaman luas dalam PDP namun juga terdapat unit layanan yang baru memulai layanan PDP. 5. Layanan AIDS pada anak masih belum mendapat perhatian yang memadai 6. Agar mampu memberikan layanan PDP pada anak maka diperlukan SDM yang berpengalaman, fasilitas laboratorium yang mencukupi serta obat ARV untuk anak. Tenaga dokter yang mampu mendiagnosis dan melakukan terapi pada anak yang terinfeksi HIV masih sedikit dan terbatas di kota besar 7. Kerjasama rumah sakit dengan LSM di berbagai unit layanan belum terbina dengan baik