bersama manusia, berjual beli, menikah dan mendapatkan zuriat, namun dalam
kesempatan itu sekali-kali tidak pernah meninggalkan Kehadiran Allah walaupun sesaat.”
Lebih jauh Khalifah Selamat mengatakan “jangan ada sekali waktu pun yang engkau tidak berzikir dan
bertawajjuh serta mengharapkan Kehadiran Allah Ta’ala dan bertemulah dengan manusia dan berzikirlah walaupun berada di dalam
keramaian dan sentiasa berjaga-jaga memperhatikan limpahan Allah.” Keadaan inilah yang dinamakan
Khalwat Dar Anjuman yaitu Kainun Haqiqat Wa Bainun Surat yakni hakikat dirinya berzama Zat Tuhan dan tubuh
badan bersama makhluk ciptaan Tuhan. Kedelapan asas Tariqat ini diperkenalkan oleh Hadhrat Khwajah Abdul Khaliq Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih dan menjadi
ikutan 40 empat puluh Tarekat yang lain dan hingga hari ini menjadi asas yang teguh untuk seorang hamba Allah kembali menuju kepada Tuhannya.
Hadhrat Shah Naqshband Rahmatullah ‘alaihi telah menerima kedelapan asas Tariqat ini dari Hadhrat Khwajah Abdul Khaliq Ghujduwani dan beliau telah
menambahkan tiga asas Tarekat yaitu Wuquf Qalbi, Wuquf ‘Adadi dan Wuquf
Zamani dan menjadikannya sebelas asas yaitu Hosh Dar Dam Khalwat Dar Anjuman; Yad Kard Yad Dasyat. Nazar Bar Qadam Safar Dar Watan; Baz Gasht
Nigah Dasyat..
2.7.5.9 Ajaran Dasar Syekh Muhammad Bahauddin Naqshband
Syekh Muhammad Bahauddin Naqshband Rahmatullah ‘alaih merupakan imam bagi Tarekat Naqsyabandiah dan seorang Mahaguru Tarekat yang
Universitas Sumatera Utara
terkemuka. Ia telah menambahkan lagi jalan Tarekat ini dengan tiga prinsip penting dalam zikir
khafi sebagai tambahan kepada delapan prinsip asas yang telah dikemukakan oleh Syekh ‘Abdul Khaliq Al-Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih.
Tiga prinsip itu adalah sebagai berikut. a.
Wuquf Qalbi. Mengarahkan penumpuan terhadap hati dan hati pula mengarahkan penumpuan terhadap Allah Subhanahu Wa Ta’ala pada setiap saat
dan keadaan. Baik dalam keadaan berdiri, berbaring, berjalan, maupun duduk. Hendaklah
bertawajuh kepada hati dan hati pula tetap bertawajuh ke Hadhrat Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Wuquf qalbi merupakan syarat bagi zikir. Kedudukan
qalbi ini terletak pada kedudukan dua jari di bawah puting susu kiri dan kedudukan ini hendaklah selalu diberikan penumpuan dan
tawajuh. Bayangan limpahan cahaya dari Allah hendaklah sentiasa kelihatan melimpah
pada qalbi dalam pandangan batin. Ini merupakan suatu kaidah zikir khafi yaitu
suatu bentuk zikir yang tersembunyi dan tidak diketahui oleh para Malaikat. Ini merupakan suatu kaidah zikir yang rahasia.
c . Wuquf ‘Adadi. Sentiasa memperhatikan bilangan ganjil ketika
melakukan zikir nafi itsbat. Zikir nafi itsbat ialah lafaz La Ilaha Illa Allah dan
dilakukan di dalam hati menurut kaifiyatnya. Dalam melakukan zikir nafi itsbat
ini, salik hendaklah sentiasa mengawasi bilangan zikir nafi itsbatnya itu dalam
jumlah bilangan yang ganjil yaitu 7 tujuh, 9 sembilan, 19 sembilan belas, 21 dua puluh satu, 23 dua puluh tiga atau bilangan yang ganjil lainnya.
Menurut para masyaikh, bilangan ganjil mempunyai rahasia tersendiri
karena Allah menyukai bilangan yang ganjil dan hal ini akan menghasilkan ilmu
Universitas Sumatera Utara
tentang rahasia Allah Ta’ala. Menurut Hadhrat Shah Naqshband Rahmatullah ‘alaih, “Memelihara bilangan di dalam zikir adalah langkah pertama dalam
menghasilkan ilmu laduni.” sumber Wikipedia
Memelihara bilangan bukanlah untuk jumlahnya semata-mata tetapi untuk memelihara hati dari ingatan selain Allah. Selain itu adalah untuk
memberikan lebih banyak perhatian dalam usahanya untuk menyempurnakan zikir yang telah diberikan oleh
murshidnya. c.
Wuquf Zamani. Setiap kali setelah menunaikan salat, hendaklah
bertawajuh kepada hati dan sentiasa memastikan hati dalam keadaan bertawajuh kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dilakukan selama beberapa menit sebelum
bangkit dari tempat salat. Kemudian setelah selang beberapa jam hendaklah memperhatikan kembali keadaan hati untuk memastikan apakah masih dalam
keadaan mengingat Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Apabila seseorang murid itu telah naik ke peringkat menengah dalam bidang kerohanian, maka dia hendaklah selalu memeriksa keadaan hatinya sekali
pada tiap satu jam untuk mengetahui apakah dia ingat ataupun lalai kepada Allah dalam masa-masa tersebut. Jika dia lalai. maka hendaklah dia
beristighfar dan berniat untuk menghapus kelalaian itu pada masa yang akan datang. Sehingga dia
mencapai peringkat dawam hudhur atau dawam agahi yaitu peringkat hati yang
sentiasa hadir dan sadar ke hadhrat Zat-Nya. Ketiga-tiga prinsip ini adalah tambahan dari Hadhrat Shah Bahauddin Naqshband Rahmatullah ‘alaih dalam
membimbing sekalian para murid dan pengikutnya dan menjadi amalan yang tetap dilakukan di Tarekat Naqsyabandiah.
Universitas Sumatera Utara
BAB III GUNA DAN FUNGSI
MUNAJAT
Dalam bab ini kajian akan berfokus pada masalah fungsi dan guna munajat dalam Tarekat Naqsyabandiah di Babussalam Langkat. Namun
sebelumnya penulis akan mengulas bagaimana sudut pandang Islam memandang munajat sebagai senandung nyanyian. Adapun latar belakang kajian fungsi
munajat pada Tarekat Naqsyabandiah menurut teori fungsionalisme yang ditawarkan Radcliffe-Brown dan Merriam telah diuraikan pada Bab I.
Tingkatan spiritualitas yang harus dilintasi sufi secara general dapat disimpulkan menjadi dua macam yaitu tingkatan menegasi selain Allah dan yang
selanjutnya untuk masuk ke dalam afermasi terhadap Allah, sebagai satu satunya al-mahbub, al-maqshud, dan al-ma’bud.
Untuk mencapai tingkatan di atas sebagian dari para sufi menggunakan ajaran
maqamat sebagai jalannya. Di samping itu, ada juga sufi yang menggunakan musik sebagai sarana menuju tingkatan spiritualitas yang tinggi,
karena musik dapat menyibak tirai hati, mengobarkan api cinta Ilahi, mengangkat pendengarnya ke derajat
musyahadah yang merupakan suatu tingkatan spiritualitas yang tinggi.
Pro dan kontra tentang kehalalan musik dalam Islam belum berakhir dan mungkin tidak akan pernah berakhir manakala hal tersebut hanya didekati melalui
pendekatan normatif. Sebab yang menghalalkan maupun yang menolak
Universitas Sumatera Utara