Sumber Teks Munajat Munajat sebagai Syair Melayu

BAB IV KAJIAN TEKS

MUNAJAT

4.1 Sumber Teks Munajat

Teks munajat yang menjadi bahan analisis semiotik dalam tesis ini, bersumber dari literatur bacaan Istighfar Shalawat munajat dan taharim yang diamalkan tuan guru Syekh Abdul Wahab Rokan Al Khalidy Naqsyabandy yang terdapat didesa desa Besilam kecamatan Padang Tualang, Kabupaten Langkat, Sumatra Utara. Tradisi pembacaan ini dilakukan setiap harinya sebelum masuk waktu azan Subuh dan Maghrib. Dalam penyajiannya munajat ini dilakukan oleh tiga sampai empat orang bilal kenaziran madrasah. Untuk mengetahui lebih mendalam mengenai munajat ini penulis menghubungi salah seorang budayawan yang berada di Babussalam yang bernama bapak Akhyar Murni yang juga berperan sebagai salah seorang anggota majlis persatuan zuriat yang merupakan perhimpunan dari para ahli keluarga dan keturunan dari Syekh Abdul Wahab Rokan beliau adalah seorang guru agama dan sebagai seksi seni dan budaya didewan zuriat Babussalam. Adapun bunyi dan syair munajat ini selanjutnya penulis paparkan di bawah ini.

4.2 Munajat sebagai Syair Melayu

Munajat adalah termasuk ke dalam genre sastra Melayu. Genre sastra Melayu termasuk Sumatera Utara disebut syair ialah suatu bentuk puisi Melayu tradisional yang sangat populer. Kepopularen syair sebenarnya bersandar pada Universitas Sumatera Utara sifat penciptaannya yang berdaya melahirkan bentuk naratif atau cerita, sama seperti bentuk prosa, yang tidak dipunyai oleh pantun, seloka, atau gurindam. Dari bentuk kata atau istilahnya jelas bahwa kata ini berasal dari bahasa Arab. Kamus al-Mabmudiyah 1934 karangan Syed Mahmud ibnu Almarhum Abdul Qadir al-Hindi memberikan makna kata syair sebagai karangan empat baris yang sama sajak s-j-?nya pada akhir keempat-empat kalimat dan sama pertimbangan perkataannya Syed Mahmud 1934:159 . Dari konteksnya kita fahami apa yang dimaksudkan dengan sajak s-j-? ialah persamaan bunyi di akhir tiap-tiap baris atau rawi. Tentu saja keterangan yang terdapat dalam Kamus Al- Mahmudiyah sangat ringkas, karena penyusun kamus ini menyadari bahwa semua orang Melayu pasti tahu apa itu syair Siti Hawa Haji Salleh 2005:1. Begitu pentingnya kedudukan syair ini dalam kebudayaan Islam atau Melayu. Maka Al-Qur’an pun memuat perbincangan tentang syair ini dalam beberapa ayat. Dalam Al-Qur’an Asy Syu’araa’ 26:224 dijelaskan bahwa para penyair itu diikuti oleh orang-orang yang sesat. Artinya: Dan penyair-penyair itu diikuti oleh orang-orang yang sesat. Kemudian dalam surat yang sama Al- Qur’an Asy Syu’araa’ 26:225, bahwa para penyair itu mengembara di tiap-tiap lembah. Universitas Sumatera Utara Artinya: Tidakkah kamu melihat bahwasanya mereka mengembara di tiap- tiap lembah Di ayat lain yaitu ayat 226, diterangkan bahwa penyair itu hanya suka mengatakan tetapi tidak melakukan apa yang dikatakannya. Selengkapnya firman Allah dalam Al-Qur’an Asy Syu’araa’26: 226 adalah sebagai berikut. Yang dimaksud dalam ayat ini ialah bahwa sebagian penyair-penyair itu suka mempermainkan kata-kata dan tidak mempunyai tujuan yang baik yang tertentu dan tidak punya pendirian. Artinya: dan bahwasanya mereka suka mengatakan apa yang mereka sendiri tidak mengerjakannya? Setelah memberikan peringatan bagi para penyair yang “menyimpang,” di ayat 227 Allah memuji dan memberikan jaminan kepada para penyair yang beriman dan beramal saleh, walau awalnya mereka menderita dan dizalimi. Selengkapnya Al-Qur’an surat Asy Syu’araa’26: 227 sebagai berikut. Universitas Sumatera Utara Artinya: Kecuali orang-orang penyair-penyair yang beriman dan beramal saleh dan banyak menyebut Allah dan mendapat kemenangan sesudah menderita kezaliman. Dan orang-orang yang zalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali. Di dalam Al-Qur’an surah Yaasiin 36;69, sebagai pernyataan bahwa Al-Qur’an itu bukan ciptaan Nabi Muhammad tetapi adalah wahyu Allah melalui Malaikat Jibril, Allah berfirman sebagai berikut Artinya : Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya Muhammad dan bersyair itu tidaklah layak baginya. Al Qur.an itu tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan. Ayat-ayat Al-Qur’an yang berisi tentang penyair dan syair tersebut di atas, tampaknya adalah ingin meluruskan ide dan praktik terhadap sastra syair ini dalam rangka tauhid kepada Allah, bukan sebaliknya “bermain dengan kata-kata” untuk ingkar kepada Tuhan, dan memilih jalan syetan. Dalam Dunia Melayu, lebih lanjut menurut Harun Mat Piah para pengkaji yang meneliti syair sepakat menyatakan bahwa kata syair berasal dari bahasa Arab sy’r yang umumnya merujuk kepada pengertian puisi dalam apa-apa jua jenisnya seperti yang difahami dalam istilah Inggris poem atau poetry Harun Mat Piah 1989:210. Sementara itu, dalam bahasa Arab kata sy’r melahirkan kata sya’ir dengan membawa maksud penulis atau pencipta puisi, penyair, atau penyajak. Universitas Sumatera Utara Dalam bentuk asalnya, syair tidak mungkin dikelirukan dengan seloka dan gurindam karena cara penulisannya. Syair yang pada mulanya ditulis dalam tulisan Jawi Arab Melayu, ditulis berpasang-pasangan, yaitu dua kalimat ayat pada baris pertama dengan dipisahkan oleh suatu tanda hiasan atau bunga di tengah-tengahnya. Biasanya dua pasangan ayat yaitu empat baris mempunyai bunyi akhir sama, walaupun kadang-kadang ditemui sepasang ayat sahaja yang mempunyai rima akhir yang sama Siti Hawa Haji Salleh 2005:4. Kekeliruan terjadi ketika syair dalam tulisan Jawi diperturunkan ke dalam tulisan rumi Romawi dan mungkin karena keterbatasan ruang, empat baris syair berpasang-pasangan terpaksa diletakkan sebagai suatu rangkap yang terdiri dari empat baris. Baris-baris syair ini biasanya ditransliterasikan dalam bentuk yang sangat berbeda dengan yang asalnya dalam tulisan jawi. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.1 Contoh Rangkap Bait Syair dalam Tulisan Jawi Sumber: Siti Hawa Haji Salleh 2005:4 Hijrat’l-Nabi ‘alaihi’l-salam, Seribu tiga ratus bilangan Islam, Bertambah empat bilangan malam, Buan Jumadi’l-awal sepuluh malam. Hari Thalatha mula disurat, Syair dikarang fakir yang larat, Dari hai sangat kelurat, Disuratkan sedikit tamsil ibarat. Baris-baris membawa maksud atau amanat syair, semuanya membawa maksud amanat yang berkaitan dan jika ditransliterasikan ke dalam tulisan Latin Universitas Sumatera Utara dalam bentuk rangkap empat baris, maka mudah dikelirukan dengan seloka Siti Hawa Haji Salleh 2005:5. Za’ba dalam bukunya Ilmu Mengarang Melayu 1962 dan sebelumnya menyatakan bahwa penulisan syair tidaklah terkungkung pada monorima saja. Beliau mengemukakan beberapa contoh yang memperlihatkan variasi yang berbeda, seperti syair dua baris serangkap berima ab, ab, ab, dan seterusnya; syair tiga baris serangkap dengan rima aab, aab, dan seterusnya; syair empat baris serangkap berima aaab, cccd, dan seterusnya. Contoh dua baris serangkap berima ab, ab: Dihitung banyak tidak terkira, Apabila dijumlahkan menjadi satu. Melompat tak seperti kera, Hanya tak pandai memanjat pintu. Menghidupi memelihara, Tetapi orang benci bercampur bersatu. Za’ba 1962:236 dalam Harun Mat Piah 1989:232. Contoh syair tiga baris serangkap berima aab, aab: Islam kita wei kejatuhan, Sebab karut masuk tembahan, Quran hadis terbulang-baling. Universitas Sumatera Utara Hadis firman dapat ubahan, Maksud hakiki perpecahan, Punding bengkok kena perguling. Za’ba 1962:235 dalam Harun Mat Piah 1989:232 Contoh syair empat baris serangkap berima abab. Kamilah raja tuan di sini, Harta pun kami yang punya, Orang yang duduk di bumi ini, Mendengar kami gentar semuanya. Bukalah pintu kami titahkan, Nabi Sulaiman empunya perintah, Jangan sekali kamu ingkarkan, Derhaka kamu jika dibantah. Za’ba 1962:234 dalam Harun Mat Piah 1989:234 Contoh syair empat baris serangkap berima aaab, cccd Wahai Ramadhan syahar berpangkat, Tuan kemana lenyap berangkat? Dukanya kami tidak bersukat, Hendak menurut tidak berdaya. Sekali setahun tuan bermegah, Universitas Sumatera Utara Menjelang kami sebulan singgah, Kami bercengkerama belum semenggah, Tuan pun lenyap dari dunia. Syair empat baris serangkap berima aaab, cccd, eeef, dan diulang semula: Kalau kita ditanya orang: Kemudi manusia apakah gerang? Berilah jawab dengannya terang: Akal, akal, akal, akal. Kalau kita lagi ditanya: Haluan manusia apa ditanya? Berilah jawab yang sempurna: Hati, hati, hati, hati. Kalau kita ditanya pula: Perahu manusia nayatakan sila, Terangkan dengan berhati rela: Ilmu yang sihat, ilmu yang sihat. Za’ba 1962:107-8 dalam Harun Mat Piah 1989:237 Meskipun menggunakan pendekatan yang berbeda, seperti A. Teeuw yang menggunakan pendekatan ekstensif emik dan Syed Naquib al-Attas yang Universitas Sumatera Utara menggunakan pendekatan intensif, para sarjana ini tidak dapat menafikan bahwa dalam realitinya Hamzah Fansuri yang memesatkan penggunaan syair dalam perkembangan kesusastraan Melayu. Oleh karenanya, soalan yang perlu dibagi jawaban ialah sangat menentukan seperti yang dikemukakan Harun Mat Piah 1989:216: Pertamanya, apakah syair itu merupakan bentuk puisi Melayu- Indonesia yang asli purba, ertinya telah ada sebelum kedatangan Islam atau, keduanya, benarkah syair dikarang dandicipta oleh Hamzah Fansuri dan hanya dikenali dan berkembang selepas Hamzah Fansuri m. 1630 Masihi Harun Mat Piah mengemukakan empat kesimpulan berasaskan kepada berbagai-bagai pendapat dan polemik yang timbul berhubung dengan syair yang dikemukakan oleh para sarjana. Tanpa mengulangi satu per satu penghujahan yang dikemukakan oleh para sarjana dan mengulangi lagi asal-usul syair dan lain- lain yang berkaitan dengannya, kita lihat keempat simpulan mengenai syair yang dikemukakan oleh Harun Mat Piah 1989:209-210. 1 Bahwa istilah syair berasal dari bahasa Arab; dan penggunaannya dalam bahasa Melayu hanya sebagai istilah teknik. 2 Bahwa syair Melayu itu, walau ada kaitannya dengan puisi Arab, tetapi tidak berasal dari syair Arab dan Persia, atau sebagai penyesuaian dari mana-mana genre puisi Arab atau Persia. Dengan perkataan lain, syair adalah cipataan asli masyarakat Melayu. 3 Ada kemungkinan syair itu berasal dari puisi Melayu Malaysia-Indonesia asli. 4 Bahwa syair Melayu dicipta dan dimulakan penyebarannya oleh Hamzah Fansuri dan beracuankan puisi Arab-Persia. Universitas Sumatera Utara Pengkaji lainnya yaitu Mohd. Yusof Md. Nor dan Abdul Rahman Kaeh 1985:vii mengemukakan empat kesimpulan juga, namun sedikit berbeda dengan kesimpulan yang dikemukakan oleh Harun Mat Piah, yaitu: 1 Karena kata syair datangnya dari Arab-Persia, maka syair dianggap datang dari luar. 2 Meskipun kata syair ada kaitannya dengan bahasa Arab-Persia, tetapi bentuk syair ialah ciptaan orang Melayu di Nusantara ini. 3 Syair sudah ada sejak abad kelima belas di Melaka. 4 Syair dikarang oleh Hamzah Fansuri dan berkembang selepasnya. Sementara Siti Hawa Salleh menambahkan bahwa selain simpulan seperti di atas ada sebuah lagi aspek yang berkaitan dengan eksistensi syair di dunia Melayu. Menurutnya, kegiatan keagamaan dalam tradisi merayakan Maulidur Rasul Maulid Nabi memperkenalkan dan merapatkan masyarakat Melayu dengan puisi barzanji. Mungkin pada mulanya puisi didendangkan dalam bahasa Arab asalnya dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu sambil memberi perhatian kepada rima akhir setiap baris. Akhirnya para penyair Melayu sendiri mencipta puisi-puisi dengan berpandukan penulisan puisi barzanji. Contoh-contoh yang dipetik dari buku barzanji memperlihatkan bahwa bentuk penciptaan puisi itu ialah bentuk syair seperti yang wujud sekarang. Kegiatan menyanyikan puisi barzanji dalam majlis Maulidur Rasul maulid Nabi setiap tahun pasti meninggalkan kesan terhadap selera puisi masyarakat Melayu. Dengan itu, tentulah sedikit sebanyak lagu barzanji ini memainkan peranan dalam menyebarkan penciptaan puisi jenis ini yang akhirya bernamakan syair. Selain Universitas Sumatera Utara itu, tidak dapat dinafikan bahwa minda masyarakat Melayu lebih mudah menerima puisi barzanji dengan struktur kalimat dan rima akhirnya karena kebiasaan mereka dengan bentuk puisi yang sedia ada dalam kesusastraannya sendiri. Dengan wujudnya berbagai-bagai jenis syair dalam kesusastraan Melayu, ternyata bahwa puisi jenis ini amat disukai oleh masyarakat Melayu zaman silam. Syair menyediakan satu lagi cara untuk menyampaikan cerita selain bentuk prosa. Walaupun pantun berkait berdaya menyampaikan sesuatu kisah yang panjang, menuruti penceritaannya dapat memberikan tekanan kepada pembaca atau pendengar karena struktur pantun berkait yang terpaksa mengulang sebut maksud dalam rangkap awal sebelum mengungkapkan informasi dalam rangkap yang berikutnya. Oleh itu, pantun berkait tidak digunakan secara meluas untuk menyampaikan cerita yang panjang-panjang seperti yang dapat dilakukan oleh syair Siti Hawa Salleh 2005:23. Dalam Dunia Melayu hampir setiap genre kesusastraan Melayu tradisional mempunyai versinya dalam bentuk syair, selain dalam bentuk prosa hingga terdapat satu kumpulan karya yang besar tercipta dalam bentuk syair. Dengan demikian, dalam perbendaharaan kesusastraan Melayu terdapat syair agama, syair sejarah, syair hikayat, syair nasehat, dan lain-lain. Syair juga muncul dalam karya prosa tradisional, baik untuk selingan maupun penghias bahasa dan juga dapat sebagai penyampai alternatif. Kepopularannya dikekalkan melalui iramanya yang tersendiri hingga syair termasuk ke dalam kumpulan Universitas Sumatera Utara dendangan irama asli 13 , menjadi sebahagian dari nyanyian dalam persembahan bangsawan dan mempunyai peminat atau audiensnya sendiri. Contoh syair dalam Dunia Melayu: a syair sejarah Syair Sultan Maulana, Syair Perang Mengkasar, Syair Muko-Muko, b syair keagamaan Syair Makrifat, Syair Mekah dan Medinah, Syair Hari Kiamat, c syair hikayathiburanromantis Syair Harith Fadzillah, Syair Gul Bakawali, Syair Jauhar Manikam, d syair hikayat panji Syair Ken tambuhan, Syair Panji, syair nasihat Syair Nasihat, Syair Nasihat Pengajaran untuk Memelihara Diri, Syair Nasihat kepada Pemerintah, dan e syair perlambangan, kiasan atau sindiran Syair Ikan Terubuk, Syair Ikan Tongkol, Syair Bereng-bereng Siti Hawa Haji Salleh 2005:24. 13 Sebenarnya syair ini tidak boleh dikategorikan sebagai irama asli atau kalau di Sumatera Utara disebut irama senandung, yang temponya lambat yaitu sekitar 60 ketukan asas per minitnya. Ditulis dalam birama atau sukatan 44. Dalam satu siklus pusingan memerlukan delapan ketukan asas. Dengan onomatopeik bunyi 4 ketukan awal diisi oleh suara tak, dan empat berikutnya dang, dang , tung, tung, dang, dang dan tung. Dengan nota lengkap sebagai berikut: . Pada bahagian melodi selang interlude digunakan rentak inang atau mak inang dalam 44 dan bahagian isi meter bebas bukan rentak ata irama asli. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.2 Contoh Rangkap Bait Syair dalam Kitab Barzanji Universitas Sumatera Utara

4.3 Adab Munajat