Tepatnya tanggal 15 Syawal 1300 H berangkatlah Syekh Abdul Wahab dengan keluarga dan murid muridnya yang berjumlah 160 dengan 13 buah perahu pindah
dengan resmi dan menamakan tempat tersebut dengan nama Babussalam. Pembangunan pertama yang dilakukan di Babussalam adalah mendirikan
sebuah madrasah mushola tempat sholat bagi laki laki dan wanita. Cara pembangunan ini adalah sesuai dengan ajaran Islam, di mana Nabi Muhammad
SAW. mula mula Hijrah ke Madinah 622 M, membangun tiga proyek besar yaitu:
1. Membangun Mesjid sebagai lambang pembangunan mental spiritual.
2. Menjalin rasa persaudaraan antara golongan anshor dan muhajirin sebagai
lambang pembangunan sosial ekonomi. 3.
Mempermaklumkan lahirnya negara Islam dengan ibu kotanya Madinah, konstitusinya Al-Qur’an dan Hadist, sebagai lambang pembangunan dalam
bidang politik. Luas mushola ini 10 X 6 depa, diperbuat dari kayu kayu yang sederhana,
dipergunakan selain tempat salat dan mengaji, juga tempat melakukan kegiatan kegiatan ibadah lainnya. Sampai kini mushola tersebut tidak pernah disebut orang
dengan mesjid atau mushola akan tetapi lebih terkenal dengan sebutan madrasah
atau mandarsahnosah menurut dialek Babussalam.
2.4.4 Percetakan, Pertanian, dan Bintang Kehormatan
Tuan guru Syekh Abdul Wahab tidak saja menitikberatkan usahanya dalam pembangunan mental spiritual, akan tetapi juga bergerak dalam
Universitas Sumatera Utara
pembangunan fisik-material. Hal ini dapat dibuktikan dengan dibukanya sebuah perkebunan jeruk manis disuatu areal tanah di Kampung Babussalam. Pada tahun
1325 H, sebanyak 400 empat ratus pohon. Tanaman tanamannya subur, dengan memperhatikan saran saran para ahli pertanian dan menghasilkan 7.000 rupiah
setahun. Murid murid beliaupun banyak mengikuti jejaknya, dengan menanam jeruk secara kecil kecilan sekedarnya.
Selain jeruk beliau juga membuka perkebunan karet. Untuk mencari bibit pohon karet ini, beliau menugaskan H. Bakri dan Pakih Kamaluddin Tembusai ke
Perak Malaysia. Keduanya kembali dengan membawa bibit karet sebanyak delapan belas goni. Peristiwa ini terjadi sekitar tahun 1330 H. Dari bibit-bibit
inilah banyak penduduk banyak bertanam karet di sekitar Kampung Babussalam dan kapung kampung lainnya sampai ke Stabat.
Selain itu beliau membangun sebuah perkebunan lada hitam. Para jamaah yang hidupnya ditanggung beliau, dikerahkan bergotong-royong mengolah
perkebunan tersebut beberapa jam dalam sehari. Malangnya pada suatu ketika banjir menyerang kampung Babussalam yang mengakibatkaan kebun lada
tersebut menjadi musnah. Kemudian digantikan beliau dengan kebun pala, kopi, pinang, durian, rambutan, jeruk, dan kelapa. Sekurang-kurangnya sekali setahun
Babussalam dilanda banjir. Sesudah benteng di sepanjang pinggir Sungai Batang Serangan dibangun oleh pemerintah pada tahun 1992, barulah Desa Babussalam
aman dari ancaman banjir. Dalam bidang peternakan beliau tidak ketinggalan. Beliau memiliki dan
mengolah tambak ikan. Penduduk diberi kesempatan beternak ayam dan kambing
Universitas Sumatera Utara
atau lembu. Beliau juga memiliki ternak lembu yang dipercayakan kepada Pak Selasa untuk memeliharanya. Usaha pertanian dan peternakan itu diselenggarakan
secara tradisional dengan alat-alat yang sederhana. Untuk menjaga kebersihan kampung, maka semua hewan ternak harus dikandangkan, dijaga jangan
berkeliaran. Pemilik ternak yang tidak menjaga hewan ternaknya, dan membiarkannya berkeliaran, akan dihukum oleh tuan guru.
Barang siapa mencuri ayam, maka beliau menghukumnya, dengan menyuruhnya taubat di depan Madrasah Besar, disaksikan oleh khalayak ramai
dengan meneriakkan: “Astaghfirullahal’azhim tobat mencuri ayam.” Hukuman
itu harus dijalani selama beberapa jam. Pada tahun 1328 H, H Bakri bermusyawarah dengan Tuan Guru
mengenai pembangunan kampung Babussalam. Antara lain disarankan supaya mendatangkan guru guru terkenal ke Babussalam, dari Mekah dan Mesir.
Pelajaran tulisan Arab supaya lebih diintensifkan. Industri tekstil atau pabrik tenun dan usaha kerajinan tangan lainnya supaya dibangun. Untuk keperluan itu,
lebih dahulu diutus tenaga tenaga ahli mengadakan riset dan penelitian kebeberapa negara. Untuk meningkatkan usaha usaha pembangunan dalam
penerangan dan penyiaran komunikasi dan informasi hendaknya dibangun sebuah unit percetakan. Pembangunan proyek pertanian yang dapat dikerjakan
oleh pelajar pelajar di samping belajar, dan usaha usaha lainnya yang dapat meningkatkan taraf hidup penduduk Babussalam.
Universitas Sumatera Utara
Saran saran ini diterima baik oleh Tuan Guru, akan tetapi beliau memberikan analisis sebagai berikut: “Ketahuilah, bahwa Allah menjadikan uang
dirham itu 3 alamat, yaitu: 1.
Uang rupiah belanda itu bulat seperti bola. Hal ini menunjukkan orang yang mempunyai uang itu kadang-kadang naik ke atas dan kadang-kadang jatuh
kebawah. Mencari uang itu mudah, tetapi menyimpannya susah. 2.
Pada mata uang itu ada gambar kepala orang. Maknanya kalau hati putih, ia dapat dibawa ke jalan kebaikan. Kalau uang itu putih hati kita hitam, niscaya
kita dibawanya hanyut kepada kejahatan. 3.
Uang itu keras, hal ini mengandung isyarat hendaklah kita berkeras hati melawannya. Karena hati hendak bersedekah, tangan dipegang oleh tujuh
puluh setan. Kalau setan yang tujuh puluh itu dapat dikalahkan, barulah sedekah kita itu terlaksana.
Pada tahun 1324 H, H. Yahya disuruh Tuan Guru bersuluk selama empat puluh hari kepadanya di Batubara. Ikut pula bersuluk Datuk Laila Wangsa. Ketika
itu yang menjadi kepala kampung di Babussalam H. Abdul Jabbar dan mengajar ilmu agama di madrasah besar, menggantikan Tuan Guru selama di Batubara
adalah H. Bakri. Ia mengajar, pagi pagi, sesudah Zuhur, sesudah Maghrib, dan sesudah salat Isya. Selama dua bulan Tuan Guru berada di Batubara, beliau
beroleh penghasilan sebanyak 3.750 rupiah langsung dibawanya ke Babussalam. Mengingat kemajuan Babussalam memerlukan usaha dalam bidang
penerbitan, maka H. Bakri meminjam uang sebanyak 2.500 rupiah, untuk membeli sebuah mesin cetak. Tuan Guru memenuhinya, sebagai bantuan wakaf,
Universitas Sumatera Utara
bukan pinjaman. Maka dengan modal 2500 rupiah inilah H. Bakri berusaha membeli sebuah unit percetakan, yang intertipenya adalah huruf-huruf Arab.
Mesin cetak ini merupakan yang pertama di Langkat, dan pada tahun 1326 H, dipimpin langsung oleh H. Bakri dan H. M. Ziadah dan H. M. Nur, menantu Tuan
Guru. Kitab kitab yang pernah diterbitkan, hasil percetakan Babussalam ini
antara lain: 1.
Soal jawab, sebanyak 1000 eksemplar, 2.
Aqidul Iman, sebanyak 1000 eksemplar, 3.
Sifat Dua Puluh, sebanyak 1000 eksemplar, 4.
Nasihat Tuan Guru, sebanyak 1000 eksemplar, 5.
Syair Nasihatuddin, sebanyak 1000 eksemplar, 6.
Berkelahi Abu Jahal, sebanyak 500 eksemplar, 7.
Permulaan Duni dan Bumi, sebanyak 500 eksemplar, 8.
Adabuz Zaujain Adab Suami Istri, sebanyak 500 eksemplar, 9.
Dalil yang Cukup, sebanyak 500 eksemplar, 10.
Dan lain lain. Sayangnya, buku-buku tersebut tidak ada lagi dewasa ini. Berpuluh-
puluh orang buruh bekerja pada percetakan ini. Dengan perantaraan penerbitan penerbitan seperti brosur-brosur atau siaran-siaran lainnya, makin tersiarlah nama
Babussalam ke mana-mana. Hubungan persahabatan dengan pemimpin-pemimpin Islam di berbagai negara tambah erat pula.
Universitas Sumatera Utara
2.4.5 Mendirikan Serikat Islam