97
Pendidikan Agama Khonghucu dan Budi Pekeri
3. Sembahyang Qing Ming
a. Sejarah Qing Ming Qing Ming
itu sudah ada sejak masa Dinasi Zhou 1100–221 SM, pada periode Chunqiu
770-476 SM. Awal mulanya adalah suatu upacara yang berhubungan dengan musim dan pertanian, pertanda berakhirnya hawa
bukan cuaca dingin dan mulainya hawa panas. Qing Ming adalah saat yang paling tepat dan merupakan hari suci untuk
berziarah atau menyadran ke makam para leluhur, maka disebut hari sadranan. Qing
berari bersih dan murni, Ming berari terang. Maka, Qing Ming secara hariah berari ‘terang cerah’ atau dikenal juga sebagai hari nan cemerlang.
Sembahyang Qing Ming dilaksanakan pada tanggal 5 April. Penggunaan penanggalan Masehi untuk sembahyang Qing Ming dan Dongzhi ini
berkaitan dengan keadaan cuaca yang dapat ditentukan oleh sistem matahari.
Catatan:
Dipilihnya hari yang paling cerah untuk sembahyang Qing Ming ini mengingat sembahyang Qing Ming selain dilaksanakan di
rumah juga dilaksanakan di makam kuburan. Maka, agar pelaksanaan sembahyang di kuburan idak terganggu oleh
cuaca yang buruk, dicarilah hari yang paling cerah dalam setahun.
Sembahyang Qing Ming pada tahun kabisat jatuh pada tanggal 4 April karena penambahan satu hari di bulan Februari pada
tahun kabisat bulan Februari berjumlah 29 hari.
b. Makna Sembahyang Qing Ming Keimanan keempat dari Delapan Keimanan Ba Cheng Zhen Gui
disebut Cheng Zhi Gui Shen
yang mengandung ari: sepenuh iman menyadari adanya nyawa dan roh, adanya dua kekuatan hidup, yakni rohaniah dan
lahiriah yang disebut Roh dan Nyawa.
98 Kelas XI SMASMK
Manusia sebagai makhluk lahiriah sudah mempunyai syarat-syarat kehidupan jasmani. Dengan demikian, manusia mempunyai kesamaan
dengan makhluk-makhluk lain. Dorongan atau daya-daya kehidupan lahiriah seperi berbagai nafsu, perasaaan, panca indra ada pada seiap manusia,
tanpa itu idak ada kehidupan lahiriah. Tetapi, hidup rohaniah ialah yang menjadi ladang tumbuh berkembang benih-benih kebajikan yang menjadi
harkat kemanusiaan. Di satu pihak, kemanusiaan memiliki benih-benih cinta kasih, kebenaran, susila dan bijaksana. Di lain pihak, manusia idak dapat
bebas dari perasaan gembira, marah, sedih, dan senangsuka. Kenyataan ini meyakinkan kita bahwa hidup ini didukung oleh Gui atau Nyawa yang
memungkinkan berkembangnya kehidupan lahiriah, dan oleh Shen
atau Roh yang memungkinkan berkembangnya kehidupan bainiah atau kehidupan
rohani yang menjadi hakikat hidup manusia. Dalam Kitab Shijing
XXIV: 1 dinyatakan bahwa setelah Raja Suci Wen yang memiliki kesucian sebagai nabi mangkat, dinyatakan: “Raja Wen tampak di
atas, gemilang di langit, naik turun di kiri kanan Tian .” Ayat ini menyatakan
bahwa seorang yang suci hidupnya, memenuhi baik-baik kewajiban hidup sebagaimana yang Tian
irmankan, rohnya akan pulang dalam keadaan gemilang kepada Tian.
Kewajiban menghormai leluhur atau orang tua yang meninggal dunia, dalam Iman Agama Khonghucu berlandas kewajiban Laku Baki yang wajib
dikerjakan sesuai dengan keimanan kelima dari delapan ajaran Iman, Cheng Yang Xiao Si. Keimanan kelima ialah iman tentang perwakilan orang tua atas
anak-anaknya; atau sepenuh iman memumpuk cita berbaki. Pada waktu seorang umat Konfusiani merangkapkan kedua tangan dalam
satu genggaman di dalam melakukan persujudan, mengandung makna yang harus dihayai, yaitu: “Aku selalu ingat Tuhan Yang Maha Esa menjadikan
menjelmakan aku menjadi manusia melalui perantara ayah dan bunda. Manusia wajib mengamalkan Delapan Kebajikan, yakni berbaki, rendah
hai, satya, dapat dipercaya, susila, menjunjung kebenarankeadilan, suci hai, dan tahu malu.”
Di dalam iman Konfusiani dihayai bahwa laku baki itulah pokok dari segala perilaku kebajikan. Jika hal itu tegak, jalan suci itu akan tumbuh
dengan sendirinya. Laku baki dan rendah hai itulah pokok pericinta kasih. Lunyu
I:2. Oleh sebab itu, kepada para muridnya, Nabi Kongzi berpesan,