Teknik Mitigasi Berdasarkan Zonasi Tingkat Risiko Bencana Gerakan

a penutupan kolam ikan tanpa alas untuk mengurasi rembesan air ke dalam tanah dan beban massa tanah sebagai faktor pemicu gerakan seperti pada gambar 25. b Penggenangan air c Menggali, momotong, dan menggetarkan lereng d Menanammenebang pohon secara sembarangan. 3 Mengontrol secara berkala sistem peringatan dini untuk mewaspadai munculnya gejala gerakan tanah. 4 Menyediakan informasi dan peta bencana gerakan tanah bagi masyarakat. 5 Membentuk dan menguatkan lembaga penanggulangan bencana sebagai langkah antisipasi bencana. 6 Apabila terjadi hujan deras selama lebih dari 2 jam atau hujan terus-menerus disarankan untuk mengungsi atau menjauh sementara dari lereng yang rentan bergerak 3 Sedang a. Struktural 1 Mengatur dan memperbaiki drainase lereng baik air permukaan maupun bawah permukaan. 2 Merubah geometri kemiringan lereng pada lereng yang curam. 3 Menambal rekahan-rekahan pada tanah dan bangunan. 4 Membuat bangunan penahan gerakan massa, bronjong kawat pada lereng, dan jangkar anchor. 5 Membuat tanggul penahan untuk reruntuhan batuan rockfall. b. Non Struktural 1 Mengidentifikasi mengenali lereng-lereng yang rentan bergerak. 2 Mengurangi berbagai faktor risiko dasar yang memicu gerakan. 3 Mengadakan sistem peringatan dini dengan pengamatan tanda-tanda gerakan tanah secara berkala. 4 Menyediakan informasi dan peta bencana gerakan tanah bagi masyarakat. 5 Membentuk dan menguatkan lembaga penanggulangan bencana sebagai langkah antisipasi bencana. 6 Apabila turun hujan terus menerus selama 2 jam, disarankan untuk menghindari lereng-lereng yang rentan bergerak. 4 Rendah a. Non Struktural 1 Tetap mewaspadai potensi bencana gerakan tanah yang ada. 2 Penyediaan informasi dan peta bencana gerakan tanah bagi masyarakat. 3 Penguatan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana gerakan tanah di Kecamatan Salaman. 5 Sangat Rendah a. Non Struktural 1 Tetap mewaspadai potensi bencana gerakan tanah yang ada. 2 Penyediaan informasi dan peta bencana gerakan tanah bagi masyarakat. 3 Penguatan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana gerakan tanah di Kecamatan Salaman. Gambar 22. Saluran Drainase Permukaan pada Penggunaan Lahan Sawah di Desa Sidosari, Kecamatan Salaman. Gambar 23. Perubahan geometri lereng yang curam di Desa Ngargoretno, Kecamatan Salaman. Gambar 24. Penggunaan Lahan Sawah dengan Metode Teras Bangku di Desa Sidosari, Kecamatan Salaman. Gambar 25. Penggunaan Lahan untuk Kolam Ikan Tanpa Alas di Dusun Kranjang Lor, Desa Sidosari, Kecamatan Salaman. Tabel 61. Jenis Tanaman yang Disarankan pada Wilayah dengan Lereng Curam No Ketinggian Jenis Tanaman 1 1000 meter Kemiri, bambu, rumput. 2 700-000 meter Mindi, asam, kaliandra, sengon, bambu. 3 300-700 meter Johar, jati, mahoni berdaun lebar, kesambi, angsana, sono keling, bambu, rumput. 4 300 meter Laban, dingsem, bungur, Lamtoro merah, bambu, rumput. Sumber: Tim, 2002 153

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Masing-masing variabel faktor bahaya, kerentanan, dan kapasitas memiliki pengaruh yang berbeda terhadap risiko bencana gerakan tanah di Kecamatan Salaman. Faktor bahaya merupakan faktor dari alam yang sifatnya tidak dapat dirubah tetapi dapat diminimalkan, sedangkan faktor kerentanan dan kapasitas merupakan faktor yang berasal dari penduduk setempat. Faktor bahaya dan kerentanan dapat meningkatkan tingkat risiko bencana gerakan tanah di Kecamatan Salaman, sedangkan faktor kapasitas merupakan faktor yang dapat memperkecil tingkat risiko bencana gerakan tanah. 2. Tingkat dan sebaran risiko bencana gerakan tanah di Kecamatan Salaman memiliki beberapa tingkatan risiko. Tingkat risiko dibagi menjadi lima tingkatan, yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah. Tingkat risiko bencana gerakan tanah di Kecamatan Salaman tersebar di seluruh wilayah. Tingkat risiko bencana sangat tinggi dengan luas 715,85 ha meliputi Desa Purwosari, sebagian Desa Sawangaro, sebagian Desa Kaliabu dan sebagian Desa Krasak. Tingkat risiko bencana tinggi dengan luas 50,59 ha tersebar di sebagian kecil Desa Kaliabu, sebagian kecil Desa Krasak, sebagian kecil Desa Salaman, dan Desa Kebonrejo. Tingkat risiko ini merupakan tingkat risiko dengan luas tersempit di Kecamatan Salaman. Tingkat risiko sedang dengan luas 570,04 ha tersebar di Desa Kebonrejo, sebagian kecil Desa Salaman, Desa Kaliabu, Desa Krasak, dan Desa Sriwedari. Tingkat risiko bencana rendah dengan luas 2.259,41 ha tersebar di Desa Tanjunganom, Desa Banjarharjo, Desa Sidomulyo, Desa Sriwedari, Dsa Kalisalak, Desa Menoreh, Desa Kalirejo, sebagian Desa Ngampeldento, dan sebagian Desa Ngadirejo. Tingkat risiko bencana sangat rendah dengan luas 3.120,17 ha mendominasi wilayah Kecamatan Salaman yang tersebar di Desa Ngargoretno, Desa Paripurno, Desa Margoyoso, Desa Ngampeldento, Desa Jebengsari, sebagian Desa Menoreh, sebagian Desa Kalisalak, dan sebagian Desa Ngadirejo. 3. Teknik mitigasi bencana gerakan tanah di Kecamatan Salaman untuk zonasi tingkat risiko sangat tinggi, tinggi, dan sedang adalah teknik mitigasi struktural dan non struktural, sedangkan untuk zonasi tingkat risiko rendah dan sangat rendah adalah mitigasi non struktural.

B. Saran

1. Bagi Peneliti

a. Perlu adanya penelitian tentang risiko bencana di wilayah-wilayah lain yang berpotensi terjadi bencana baik bencana alam maupun bencana non alam. b. Perlu adanya pengembangan metode dalam penelitian risiko bencana.

2. Bagi Masyarakat

a. Perlu adanya sosialisasi hasil penelitian risiko bencana gerakan tanah di Kecamatan Salaman hingga tingkat Desa. b. Perlu adanya sosialisasi teknik mitigasi yang sesuai dengan karakteristik wilayah untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dalam mengurangi tingkat risiko bencana gerakan tanah di Kecamatan Salaman. DAFTAR PUSTAKA Ance Gunarsih Kartasapoetra. 2006. Klimatologi Pengaruh Iklim Terhadap Tanaman. Jakarta: Bumi Aksara. Akhmad Ganang Hasib. 2014. Analisis Risiko Bencana Erupsi Gunungapi Sundoro di Kecamatan Ngadirejo Kabupaten Temanggung. Skripsi. Yogyakarta: FIS UNY. Bayong Tjasyono. 2004. Klimatologi. Bandung: ITB. Data Kejadian Bencana BPBD Kab Magelang Djauhari Noor. 2006. Geologi Lingkungan. Jakarta: Graha Ilmu Hadi Sabari Yunus. 2010. Metodologi Penelitian Wilayah Kontemporer. Metodologi Penelitian Wilayah Kontemporer. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hari Christady Hardiyatmo. 2012. Tanah Longsor dan Erosi – Kejadian dan Penanganan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Herman Th. Verstappen. 2013. Garis Besar Geomorfologi Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Heru Pramono SU Arif Ashari. 2014. Geomorfologi Dasar. Yogyakarta: UNY Press. Hery Tjahyono. 2009. Kerentanan Medan terhadap Longsoran dan Stabilitas Lereng di daerah Kecamatan Gunungpati Kota Smearang Suatu Aplikasi Pendekatan Survey Medan. Tesis. Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM Ida Bagus Mantra. 2007. Demografi Umum. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Imam Sudjagad Saleh. 1981. Geomorfologi Kulon Progo. Yogyakarta: FKIS-IKIP Yogyakarta. Isa Darmawijaya, M. 1997. Klasifikasi Tanah Dasar Teori Bagi Peneliti Tanah dan Pelaksana Pertanian di Indonesia. Yogyakarta: UGM Press. Juliansyah Noor. 2011. Metodologi Penelitian Skripsi, Tesis, Disertasi, Karya Ilmiah. Jakarta: Kencana. Junun Sartohadi dkk. 2013. Pengantar Geografi Tanah.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Kartasapoetra, A.G. dkk. 1991. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Jakarta: Rineka Cipta. Lutfi Muta’ali. 2012. Daya Dukung Lingkungan Untuk Perencanaan Pengembangan Wilayah. Yogyakarta: UGM Press. Moh Pabundu Tika. 2005. Metode Penelitian Geografi. Jakarta: PT Bumi Aksara. Nurjannah dkk. 2013. Manajemen Bencana. Bandung: Alfabeta. Nursid Sumaatmadja. 1981. Studi Geografi Suatu Pendekatan dan Analisa Keruangan. Bandung: Penerbit Alumni. Paimin dkk. 2009. Teknik Mitigasi Banjir dan Tanah Longsor. Balikpapan: Tropenbos International Indonesia Programme. Pelaksana Harian BAKORNAS PB. 2007. Pengenalan Karakteristik Bencana Dan Upaya Mitigasinya Di Indonesia. Jakarta: Direktorat Mitigasi Lakhar BAKORNAS PB. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 02 Tahun 2012 Tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana. Robert Kodoatie dan Roestam Sjarief. 2006. Pengelolaan Bencana Terpadu. Jakarta: IKAPI. Sitanala Arsyad. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bandung: IPB Press. Soehatman Ramli. 2010. Pedoman Praktis Manajemen Bencana Disaster Management. Jakarta: Dian Rakyat. Sudibyakto. 2011. Manajemen Bencana Di Indonesia Kemana?. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R D. Bandung: Alfabeta. Suhadi Purwantara. ____. Kapan Pembelajaran Mitigasi Bencana Akan Dilaksanakan?. Diunduh dari http:staff.uny.ac.idsitesdefaultfilesPembelajaran20Mitigasi 20Bencana20920Mei.docx pada hari Rabu, 07 Januari 2015 pukul 13.03. Suharyono, Moch. Amin. 1994. Pengantar Filsafat Geografi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sutikno. 1994. Pendekatan Geomorfologi Untuk Mitigasi Bencana Alam Akibat Gerakan Massa TanahBatuan. Prosiding, Seminar Mitigasi Bencana Alam. Yogyakarta: UGM. Syamsul Ma’arif dan Dyah Rahmawati Hizbaron. 2015. Strategi Menuju Masyarakat Tangguh Bencana dalam Perspektif Sosial. Yogyakarta: UGM Press. Tim. 2004. Petunjuk Teknis Pengamatan Tanah. Bogor: Balai Penelitian Tanah, Puslitbangtanak, Badan Penelitan dan pengembangan Pertanian. Tim. 2002. Buku Akhir Penelitian Gerakan Tanah Rawan Bencana Alam di Kabupaten Magelang. Yogyakarta: Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik UGM. Taryati dkk. 2012. Pemahaman Masyarakat Terhadap Daerah Rawan Ekologi di Kabupaten Sragen dan Bojonegoro. Yogyakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional.