4. Interpretasi Peta
Interpretasi dilakukan untuk memberi makna pada data-data sekunder yang telah dikumpulkan. Interpretasi peta dilakukan untuk
mendeskripsikan berbagai variabel yang digunakan dalam kaitannya dengan penelitian risiko bencana gerakan tanah. Beberapa macam peta
yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: a.
Peta Rupabumi Indonesia RBI Peta RBI digunakan untuk menyusun deskripsi wilayah penelitian.
Dalam peta ini juga termuat batas administratif, jalan, sungai, fasilitas umum, dan penggunaan lahan. Peta RBI yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu Peta RBI lembar Kepil, lembar Mungkid, dan lembar Sendangagung Skala 1: 25.000 yang diterbitkan oleh
Bakosurtanal sekarang Badan Informasi Geografis. b.
Peta Administratif Kabupaten Magelang Tahun 2016 Peta adminitratif Kabupaten Magelang digunakan untuk melengkapi
penggunaan peta RBI dalam menyusun batas-batas wilayah penelitian. Peta ini diperoleh dari BAPPEDA Kabupaten Magelang.
c. Peta Curah Hujan Kabupaten Magelang Tahun 2016
Peta curah hujan Kabupaten Magelang digunakan ntk menyusun persebaran intensitas curah hujan di wilayah Kecamatan Salaman.
Peta ini diperoleh dari BAPPEDA Kabupaten Magelang.
d. Peta Struktur Geologi Kabupaten Magelang Tahun 2016
Peta struktur geologi Kabupaten Magelang digunakan untuk menyusun dan mendeskripsikan struktur geologi wilayah
Kecamatan Salaman. Peta ini diperoleh dari BAPPEDA Kabupaten Magelang.
e. Peta Kemiringan Lereng Kabupaten Magelang Tahun 2016
Peta kemiringan lereng digunakan untuk menyusun deksripsi tingkat kemiringan lereng Kecamatan Salaman. Peta ini diperoleh dari
BAPPEDA Kabupaten Magelang. f.
Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Magelang Tahun 2016 Peta penggunaan lahan ini digunakan untuk melengkapi data
pengggunaan lahan yang diperoleh dari peta RBI dan Peta penggunaan lahan dari BAPPEDA Kabupaten Magelang. Data ini
sekaligus melengkapi data jenis penggunaan lahan, luas lahan produktif yang termasuk dalam variabel kerentanan ekonomi dan
lingkungan. Peta ini diperoleh dari website Badan Informasi Geografis.
g. Peta Ketebalan Tanah Kabupaten Magelang Tahun 2016
Peta ketebalan tanah digunakan untuk menyusun deskripsi tingkat ketebalan tanah di Kecamatan Salaman yang termasuk dalam salah
satu variabel bahaya penentu tingkat gerakan tanah. Peta ini diperoleh dari Bepedaa Kabupaten Magelang.
F. Metode Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis SIG dan analisis deskriptif. Analisis SIG yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu scoring dan overlay sedangkan analisis deskriptif digunakan untuk
mendeskripsikan hasil analisis SIG. Variabel yang akan diharkat diantaranya:
1. Bahaya
Tingkat bahaya gerakan tanah di Kecamatan Salaman dilakukan berdasarkan peta bahaya gerakan tanah yang divalidasi dengan data
kejadian. Peta bahaya gerakan tanah tersebut diperoleh melalui overlay beberapa variabel diantaranya curah hujan, kemiringan lereng, ketebalan
tanah, dan geologi. a.
Curah hujan Tabel 2. Pengharkatan Variabel Curah Hujan
No Kriteria mm
Tingkat Skor
1 3500
Tinggi 30
2 2750-3500
Agak tinggi 20
3 2250-2750
Sedang 10
Sumber: Bappeda Kab Magelang, 2010. Variabel curah hujan diklasifikasikan menjadi tiga tingkat
bahaya diantaranya tingkat bahaya tinggi dengan curah hujan 3500 mmth, agak tinggi dengan curah hujan 2750-3500 mmth, dan tingkat
bahaya sedang dengan jumlah curah hujan 2250-2750 mmth. Jumlah curah hujan yang semakin tinggi akan meningkatkan bahaya gerakan
tanah di wilayah tersebut. Jumlah curah hujan yang termasuk dalam tingkat bahaya tinggi memiliki skor paling besar yaitu 30, sedangkan
jumlah curah hujan yang termasuk dalam tingkat bahaya sedang memiliki skor paling kecil yaitu 10.
b. Ketebalan Tanah
Tabel 3. Pengharkatan Variabel Ketebalan Tanah No
Kriteria meter Tingkat
Skor Kemiringan lereng 8
1 4 m
Sangat Tinggi 40
2 2-4 m
Tinggi 30
3 1-2 m
Sedang 20
4 1 m dan Semua jenis
tebal tanah pada dataran kemiringan
lereng 8 Rendah
10
Sumber: Bapedda Kabupaten Magelang, 2002. Ketebalan tanah merupakan salah satu variabel yang
mempengaruhi tingkat bahaya gerakan tanah. Semakin tebal tanah di suatu tempat maka akan semakin rentan mengalami gerakan tanah
dengan catatan tanah tersebut berada pada kemiringan 8. Apabila suatu tempat pada kemiringan 8 memiliki tanah yang tebal maka
tingkat kerentanannya tetap rendah. Ketebalan tanah dibagi menjadi 4 kriteria yaitu ketebalan tanah 4 meter pada kemiringan 8
memiliki tingkat bahaya gerakan tanah yang sangat tinggi, ketebalan tanah 2-4 meter pada kemiringan 8 memiliki tingkat bahaya
gerakan tanah yang tinggi, ketebalan tanah 1-2 meter pada kemiringan lereng 8 tingkat bahaya gerakan tanah sedang, serta ketebalan
tanah 1 meter dan semua jenis tebal tanah dengan kemiringan 8 termasuk dalam tingkat bahaya gerakan tanah rendah.
c. Kemiringan Lereng
Tabel 4. Pengharkatan Variabel Kemiringan Lereng No
Kriteria Tingkat
Skor 1
40 Sangat Tinggi
50 2
25-40 Tinggi
40 3
15-25 Sedang
20 4
8-15 Rendah
20 5
0-8 Sangat Rendah
10 Sumber:
Lutfi Muta’ali 2012 : 201 Kemiringan lereng merupakan salah satu variabel yang
mempengaruhi tingkat bahaya gerakan tanah. Semakin curam lereng, maka tingkat bahaya gerakan tanah semakin tinggi.
Kemiringan lereng diklasifikasikan menjadi lima kelas. Kemiringan lereng 40 dengan skor 50, kemiringan lereng 25-40 dengan
skor 40, dan kemiringan lereng 15-25 dengan skor 30, kemiringan lereng 8-15 dengan skor 20, dan kemiringan lereng 0-8 dengan
skor 10. d.
Geologi Tabel 5. Pengharkatan Variabel Geologi
No Kriteria Batuan
Tingkat Bahaya Skor
1 Bukit basal, clay shale,
Bukit batuan sedimen Tinggi
30 2
Perbukitan granit Sedang
20 3
Dataran aluvial,
perbukitan kapur Rendah
10 Sumber: Paimin et al., 2006 dalam Paimin at al 2009:37 dengan
modifikasi.
Struktur geologi merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi tingkat bahaya gerakan tanah. Struktur geologi yang
berupa bukit basal, lempung, dan sedimen merupakan struktur
geologi yang memiliki tingkat bahaya gerakan tanah yang tinggi. Struktur geologi berupa perbukitan granit merupakan struktur
geologi yang memiliki tingkat bahaya gerakan tanah sedang. Struktur geologi yang berupa dataran aluvial dan perbukitan kapur
merupakan struktur geologi yang memiliki tingkat bahaya gerakan tanah rendah.
Variabel-variabel di atas merupakan variabel yang mempengaruhi tingkat bahaya gerakan tanah. Masing-masing variabel dianggap memiliki
pengaruh yang sama sehingga tidak perlu dilakukan pembobotan. Penentuan tingkat bahaya gerakan tanah di Kecamatan Salaman dilakukan
sebagai berikut. �������� =
� ��ℎ � � � �� −
��ℎ � � �ℎ
��ℎ ��
�������� =
−
= 36,66 = 37
Jumlah skor tertinggi diperoleh dari skor tertinggi masing-masing variabel bahaya, kemudian skor terendah diperoleh dari skor terendah
masing-masing variabel bahaya. Jumlah kelas ditentukan oleh peneliti. Kriteria dan interval skor tingkat bahaya gerakan tanah di
Kecamatan Salaman ditunjukkan pada Tabel berikut.
Tabel 6. Penentuan Kelas Bahaya Gerakan Tanah Interval
Kriteria Kelas
Skor 114-150 Tingkat Bahaya Tinggi
I 30
77-114 Tingkat Bahaya Sedang
II 20
40-76 Tingkat Bahaya Rendah
III 10
Sumber: Analisis Data, 2016. 2.
Kerentanan a.
Kerentanan Fisik 1
Jumlah Rumah Tabel 7. Pengharkatan Variabel Jumlah Rumah
No Kriteria buah
Tingkat Skor
1 1000
Tinggi 30
2 500-1000
Sedang 20
3 500
Rendah 10
Sumber: Peraturan Kepala BNPB No. 2 Tahun 2012 dengan modifikasi.
Jumlah rumah yang banyak akan menimbulkan tingkat kerentanan fisik yang tinggi. Semakin banyak jumlah rumah
maka tingkat kerentanan fisik wilayah dalam menghadapi bencana gerakan tanah akan semakin tinggi. Jumlah rumah
1000 buah dengan skor 30, jumlah rumah 500-1000 buah dengan skor 20, dan jumlah rumah 500 buah dengan skor 10.
2 Jumlah Fasilitas Umum
Tabel 8. Pengharkatan Variabel Jumlah Fasilitas Umum No
Kriteria buah Tingkat
Skor 1
30 Tinggi
30 2
10-30 Sedang
20 3
10 Rendah
10 Sumber: Peraturan Kepala BNPB No. 2 Tahun 2012 dengan
modifikasi.
Jumlah fasilitas umum yang semakin besar akan meningkatkan tingkat kerentanan fisik suatu wilayah dalam
menghadapi bencana gerakan tanah. Jumlah fasilitas umum dalam suatu wilayah 30 buah dengan skor 30, jumlah fasilitas
umum 10-30 buah dengan skor 20, dan jumlah fasilitas umum 10 buah dengan skor 10.
Kerentanan fisik dipengaruhi oleh kedua variabel di atas, namun pengaruh variabel-variabel tersebut berbeda antara satu
dengan yang lainnya. Persentase pembobotan masing-masing variabel kerentanan fisik yaitu sebagai berikut.
Tabel 9. Pembobotan Variabel Kerentanan Fisik No
Variabel Bobot
1 Jumlah rumah
60 2
Jumlah Fasilitas Umum 40
Sumber: Peraturan Kepala BNPB No. 2 Tahun 2012 dengan modifikasi.
Penentuan tingkat kerentanan fisik di Kecamatan Salaman dilakukan sebagai berikut.
�������� =
� ��ℎ � � � �� −
��ℎ � � �ℎ
��ℎ ��
�������� =
−
= 6,67 Jumlah skor tertinggi diperoleh dari skor tertinggi masing-
masing variabel kerentanan fisik, kemudian skor terendah diperoleh dari skor terendah masing-masing variabel kerentanan fisik. Jumlah
kelas ditentukan oleh peneliti.
Kriteria dan interval skor tingkat kerentanan fisik di Kecamatan Salaman ditunjukkan pada Tabel berikut.
Tabel 10. Penentuan Kelas Kerentanan Fisik Gerakan Tanah Interval
Kriteria Kelas
Skor 24-30
Tingkat Kerentanan Tinggi I
30 17-23
Tingkat Kerentanan Sedang II
20 10-16
Tingkat Kerentanan Rendah III
10 Sumber: Analisis Data, 2016.
b. Kerentanan Sosial
1 Jumlah Penduduk
Tabel 11. Pengharkatan Variabel Jumlah Penduduk No
Kriteria jiwa Tingkat
Skor 1
3000 Tinggi
30 2
3000-1000 Sedang
20 3
1000 Rendah
10 Sumber: Peraturan Kepala BNPB No.2 Tahun 2012 dengan
modifikasi.
Jumlah penduduk yang tinggi akan menimbulkan kerentanan sosial bencana gerakan tanah yang tinggi. Variabel
jumlah penduduk dikategorikan menjadi tiga kelas yaitu jumlah penduduk 3000 jiwa diberi skor 30, jumlah penduduk 3000-
1000 diberi skor 20, dan jumlah penduduk 1000 diberi skor 10. 2
Tingkat Kepadatan Penduduk Tabel 12. Pengharkatan Variabel Tingkat Kepadatan Penduduk
No Kriteria jiwakm
2
Tingkat Skor
1 1000
Tinggi 30
2 500-1000
Sedang 20
3 500
Rendah 10
Sumber: Peraturan Kepala BNPB No.2 Tahun 2012 dengan modifikasi.
Kepadatan penduduk merupakan perbandingan jumlah penduduk dengan luas wilayah. Semakin tinggi tingkat
kepadatan penduduk maka tingkat kerentanan sosial juga semakin tinggi. Kepadatan penduduk yang tinggi di suatu
wilayah akan meningkatkan tingkat kerentanan sosial wilayah dalam menghadapi bencana gerakan tanah. Kepadatan
penduduk 1000 jiwakm
2
dengan skor 30, kepadatan penduduk 500-1000 jiwakm
2
dengan skor 20, kepadatan penduduk 500 dengan skor 10.
3 Rasio Kelompok Rentan
a Jumlah Penduduk Perempuan
Tabel 13. Pengharkatan Variabel Jumlah Penduduk Perempuan
No Kriteria
Tingkat Skor 1
Jumlah penduduk perempuan 40
Tinggi 30
2 Jumlah penduduk perempuan
20-40 Sedang
20 3
Jumlah penduduk perempuan 20
Rendah 10
Sumber: Peraturan Kepala BNPB No. 2 Tahun 2012 dengan modifikasi.
Penduduk perempuan
mempunyai tingkat
kerentanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk laki-laki. Jumlah penduduk dengan perempuan
persentase 40 memiliki skor 30, jumlah penduduk
perempuan persentase 20-40 memiliki skor 20, jumlah penduduk perempuan persentase 20 memiliki skor 10.
b Jumlah Penduduk Usia Anak-anak dan Tua
Tabel 14. Pengharkatan Variabel Jumlah Penduduk Usia Anak-anak dan Tua
No Kriteria
Tingkat Skor 1
Jumlah penduduk usia anak- anak dan tua 40
Tinggi 30
2 Jumlah penduduk usia anak-
anak dan tua 20-40 Sedang
20 3
Jumlah penduduk usia anak- anak dan tua 20
Rendah 10
Sumber: Peraturan Kepala BNPB No. 2 Tahun 2012 dengan modifikasi.
Jumlah penduduk usia anak-anak 0-14 tahun dan usia tua 64 tahun merupakan kelompok umur yang
memiliki kerentanan sosial yang tinggi terhadap bencana gerakan tanah. Jumlah penduduk usia anak-anak dan tua
dengan persentase 40 memiliki skor 30, jumlah penduduk usia anak-anak dan tua dengan persentase 20-
40 memiliki skor 20, dan jumlah penduduk usia anak- anak dan tua dengan persentase 20 memiliki skor 10.
Kerentanan sosial dipengaruhi oleh variabel-variabel di atas. Masing-masing variabel mempunyai pengaruh yang berbeda-beda
sehingga persentase pembobotan yang dilakukan juga berbeda. Berikut ini merupakan persentase pembobotan variabel kerentanan
fisik.
Tabel 15. Pembobotan Variabel Kerentanan Sosial No
Variabel Bobot
1 Jumlah penduduk
30 2
Tingkat Kepadatan Penduduk 30
3 Rasio Kelompok Rentan
Jumlah Penduduk Perempuan 20
Jumlah Penduduk Usia Anak-anak dan Tua 20
Sumber: Analisis Data, 2016. Penentuan tingkat kerentanan sosial di Kecamatan Salaman
dilakukan sebagai berikut. �������� =
� ��ℎ � � � �� −
��ℎ � � �ℎ
��ℎ ��
�������� =
−
= 6,67 Jumlah skor tertinggi diperoleh dari skor tertinggi masing-
masing variabel kerentanan sosial, kemudian skor terendah diperoleh dari skor terendah masing-masing variabel kerentanan
sosial. Jumlah kelas ditentukan oleh peneliti. Kriteria dan interval skor tingkat kerentanan sosial di
Kecamatan Salaman ditunjukkan pada Tabel berikut. Tabel 16. Penentuan Kelas Kerentanan Sosial Gerakan Tanah
Interval Kriteria
Kelas Skor
24-30 Tingkat Kerentanan Tinggi
I 30
17-23 Tingkat Kerentanan Sedang
II 20
10-16 Tingkat Kerentanan Rendah
III 10
Sumber: Analisis Data, 2016.
c. Kerentanan Ekonomi
1 Luas Lahan Produktif
Tabel 17. Pengharkatan Variabel Luas Lahan Produktif No Kriteria ha
Tingkat Skor
1 Luas 200
Tinggi 30
2 Luas 100-200
Sedang 20
3 Luas 100
Rendah 10
Sumber: Peraturan Kepala BNPB No. 2 Tahun 2012 dengan modifikasi.
Luas lahan produktif merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi tingkat kerentanan ekonomi. Semakin luas lahan
produktif di suatu wilayah maka semakin tinggi tingkat kerentanan ekonominya, sedangkan semakin sempit luas lahan
produktif maka
semakin rendah
tingkat kerentanan
ekonominya. Luas lahan produktif 200 ha dengan skor 30, luas lahan produktif 100-200 ha dengan skor 20, luas lahan produktif
100 ha dengan skor 10. 2
Jumlah Ternak Tabel 18. Pengharkatan Variabel Jumlah Ternak
No Kriteria ekor
Tingkat Skor
1 8000
Tinggi 30
2 4000-8000
Sedang 20
3 4000
Rendah 10
Sumber: Peraturan Kepala BNPB No. 2 Tahun 2012 dengan modifikasi.
Jumlah ternak yang semakin besar akan meningkatkan tingkat kerentanan ekonomi sautu wilayah. Jumlah ternak
8000 ekor dengan skor 30, jumlah ternak 4000-8000 ekor dengan skor 20, jumlah ternak 4000 dengan skor 10.
Kerentanan ekonomi dipengaruhi oleh semua variabel di atas. Masing-masing variabel memiliki pengaruh yang berbeda-beda.
Persentase pembobotan variabel kerentanan ekonomi ialah sebagai berikut.
Tabel 19. Pembobotan Variabel Kerentanan Ekonomi No
Variabel Bobot
1 Luas Lahan Produktif
60 2
Jumlah Ternak 40
Sumber : Peraturan Kepala BNPB No. 2 Tahun 2012 dengan modifikasi.
Penentuan tingkat kerentanan ekonomi di Kecamatan Salaman dilakukan sebagai berikut.
�������� =
� ��ℎ � � � �� −
��ℎ � � �ℎ
��ℎ ��
�������� =
−
= 6,67 Jumlah skor tertinggi diperoleh dari skor tertinggi masing-
masing variabel kerentanan ekonomi, kemudian skor terendah diperoleh dari skor terendah masing-masing variabel kerentanan
ekonomi. Jumlah kelas ditentukan oleh peneliti. Kriteria dan interval skor tingkat kerentanan ekonomi bencana
gerakan tanah di Kecamatan Salaman ditunjukkan pada Tabel berikut.
Tabel 20. Penentuan Kelas Kerentanan Ekonomi Gerakan Tanah Interval
Kriteria Kelas
Skor 24-30
Tingkat Kerentanan Tinggi I
30 17-23
Tingkat Kerentanan Sedang II
20 10-16
Tingkat Kerentanan Rendah III
10 Sumber: Analisis Data, 2016.
d. Kerentanan Lingkungan Jenis Penggunaan Lahan
Tabel 21. Pengharkatan Variabel Jenis Penggunaan Lahan No
Klasifikasi Kategori
Skor 1
Lahan kosong, pemukiman Tinggi
30 2
Semakbelukarrumput, sawah,
Tegalpekarangan Sedang
20 3
Hutan alam, hutan lindung, Hutanperkebunan
Rendah 10
Sumber: Paimin et al, 2006 dalam Paimin et al, 2009 dengan modifikasi.
Penggunaan lahan merupakan wujud campur tangan manusia terhadap lingkungan. Jenis penggunaan lahan yang berbeda
memiliki dampak yang berbeda-beda terhadap bencana gerakan tanah. Penggunaan lahan berupa lahan kosong dan permukiman
memiliki skor 30. Penggunaan lahan untuk semakbelukarrumput, sawah dan tegalpekarangan memiliki skor 20. Sedangkan
penggunaan lahan untuk hutan alam, hutan lindung dan hutanperkebunan memiliki skor 10.
Kerentanan total dipengaruhi oleh keseluruhan variabel kerentanan dengan tingkat pengaruh yang berbeda-beda. Persentase
bobot pada setiap variabel kerentanan total yaitu sebagai berikut.
Tabel 22. Pembobotan Variabel Kerentanan Total No
Variabel Bobot
1 Kerentanan Sosial
30 2
Kerentanan Fisik 20
3 Kerentanan Ekonomi
25 4
Kerentanan Lingkungan 25
Sumber: Peraturan Kepala BNPB No. 2 Tahun 2012 dengan modifikasi.
Penentuan tingkat kerentanan total di Kecamatan Salaman dilakukan sebagai berikut.
�������� =
� ��ℎ � � � �� −
��ℎ � � �ℎ
��ℎ ��
�������� =
−
= 4 Jumlah skor tertinggi diperoleh dari skor tertinggi masing-
masing variabel kerentanan total yang sudah dibobot, kemudian skor terendah diperoleh dari skor terendah masing-masing variabel
kerentanan total yang sudah dibobot. Jumlah kelas ditentukan oleh peneliti.
Kriteria dan interval skor tingkat kerentanan total bencana gerakan tanah di Kecamatan Salaman ditunjukkan pada Tabel 23
berikut. Tabel 23. Penentuan Kelas Kerentanan Total Gerakan Tanah
Interval Kriteria
Kelas Skor
26-30 Tingkat Kerentanan Sangat Tinggi
I 50
22-25 Tingkat Kerentanan Tinggi
II 40
18-21 Tingkat Kerentanan Sedang
III 30
14-17 Tingkat Kerentanan Rendah
IV 20
10-13 Tingkat Kerentanan Sangat
Rendah V
10 Sumber: Analisis Data, 2016.
3. Kapasitas
Tabel 24. Pembobotan Variabel Kapasitas No
Indikator Kelas
Bobot Total
Tinggi Sedang
Rendah 1
Kelembagaan Penanggulangan Bencana
Tingkat Kapasitas
3 Tingkat
Kapasitas 2
Tingkat Kapasitas
1 100
2 Keberadaan
dan Jenis
Sistem Peringatan Dini Early Warning System
3 Keberadaan
Sosialisasi Kebencanaan
4 Keberadaan
dan Jenis
Pengurangan Faktor
Risiko Dasar 5
Keberadaan Mitigasi
Bencana Sumber: Peraturan Kepala BNPB No. 2 Tahun 2012 dengan modifikasi.
Perhitungan kapasitas didasarkan pada lima variabel di atas diantaranya kelembagaan penanggulangan bencana, keberadaan dan jenis
sistem peringatan dini early warning system, keberadaan sosialisasi kebencanaan, keberadaan dan jenis pengurangan faktor risiko dasar, serta
keberadaan mitigasi bencana. Masing-masing variabel kapasitas bencana memiliki pengaruh yang sama terhadap bencana gerakan tanah sehingga
tidak perlu dilakukan pembobotan terlebih dahulu. Penentuan tingkat kapasitas bencana di Kecamatan Salaman sebagai berikut.
�������� =
� ��ℎ � � � �� −
��ℎ � � �ℎ
��ℎ ��
�������� =
−
= 2 Jumlah skor tertinggi diperoleh dari skor tertinggi masing-masing
variabel skor kapasitas total, kemudian skor terendah diperoleh dari skor terendah variabel kapasitas total. Jumlah kelas ditentukan oleh peneliti.
Kriteria dan interval skor tingkat kapasitas bencana di Kecamatan Salaman ditunjukkan pada Tabel berikut.
Tabel 25. Penentuan Kelas Kapasitas Bencana Gerakan Tanah Interval
Kriteria Kelas
Skor 13-15
Tingkat Kapasitas Sangat Tinggi I
50 11-12
Tingkat Kapasitas Tinggi II
40 9-10
Tingkat Kapasitas Sedang III
30 7-8
Tingkat Kapasitas Rendah IV
20 5-6
Tingkat Kapasitas Sangat Rendah V
10 Sumber: Analisis Data, 2016.
Penentuan tingkat risiko bencana dipengaruhi oleh variabel bahaya, kerentanan, dan kapasitas. Bahaya meruapakan faktor alam yang tidak
dapat dikurangi, sedangkan kerentanan dan kapasitas merupakan faktor dari manusia yang dapat dirubah. Semakin besar kerentanan, maka risiko
bencana akan semakin besar sedangkan semakin besar kapasitas maka risiko bencana akan semakin kecil. Berikut ini merupakan rumus
penghitungan risiko bencana.
� =
� � � �
Penentuan tingkat risiko bencana di Kecamatan Salaman sebagai berikut.
�������� =
� ��ℎ � � � �� −
��ℎ � � �ℎ
��ℎ ��
�������� =
−
= 29 Jumlah skor tertinggi diperoleh dari skor tertinggi variabel bahaya
dikalikan skor tertinggi variabel kerentanan dibagi skor terendah variabel kapasitas sehingga diperoleh tingkat risiko sangat tinggi, sedangkan
jumlah skor terendah diperoleh dari skor terendah variabel bahaya dikalikan skor terendah variabel kerentanan dibagi skor tertinggi variabel
kapasitas sehingga diperoleh tingkat risiko sangat rendah. Tabel 26. Penentuan Kelas Tingkat Risiko Bencana Gerakan Tanah
Interval Kriteria
Kelas 119-150
Tingkat Risiko Sangat Tinggi I
90-118 Tingkat Risiko Tinggi
II 61-89
Tingkat Risiko Sedang III
32-60 Tingkat Risiko Rendah
IV 2-31
Tingkat Risiko Sangat Rendah V
Sumber: Analisis Data, 2016. Setelah dilakukan pengharkatan scoring, kemudian dilakukan
overlay tumpang susun peta menggunakan bantuan software Arc GIS 10.1 yang meliputi peta bahaya, peta kerentanan, dan peta kapasitas
sehingga diperoleh sebaran daerah-daerah yang memiliki risiko bencana gerakan tanah baik tingkat sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, maupun
sangat tinggi. Hasil dari analisis overlay berupa peta tingkat risiko bencana
gerakan tanah di Kecamatan Salaman dapat menjadi dasar dalam upaya pengurangan tingkat risiko bencana dengan mengurangi kerentanan
maupun melalui peningkatan kapasitas. Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan peta risiko bencana gerakan tanah di Kecamatan
Salaman yang meliputi lokasi tingkat risiko bencana dan luas wilayah sebaran tingkat risiko bencana gerakan tanah.
61 Gambar 2. Diagram Alir Penelitian
Scoring Overlay
Peta Tingkat dan Sebaran Bahaya
Ketebalan Tanah
Data Curah
Hujan Kemiringan
Lereng Geologi
Data Kelembg
Bencana Data
Jenis EWS
Data Sosialisasi
Bencana Data
Pengura- ngan
Faktor Risiko
Dasat Data
Mitigasi Bencana
Scoring Overlay
Peta Tingkat dan Sebaran Kapasitas
Peta Kerentanan
Lingkungan Peta
Kerentanan Ekonomi
Peta Kerentanan
Sosial Peta
Kerentanan Fisik
Data Jml
Rumah Data
Jml Fas.
Umum Data
Jml Pnddk
Data Tingkat
Kepadatan Pnddk
Data Rasio
Kel. Rentan
Data Luas
Lahan Pro
Data Jml
Ternak Data
Jenis PL
Scoring Overlay Scoring Overlay
Scoring Overlay Scoring
Scoring Overlay Peta Tingkat dan Sebaran
Kerentanan
Peta Tingkat dan Sebaran Risiko
Scoring Overlay
62
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Wilayah Penelitian
1. Kondisi Geografis Wilayah Penelitian
Kecamatan Salaman merupakan salah satu dari 21 kecamatan yang terdapat di Kabupaten Magelang. Kecamatan Salaman terletak di bagian
barat Kabupaten Magelang dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Purworejo. Secara administratif, wilayah Kecamatan Salaman dibagi
menjadi 20 desa yang terdiri dari 167 dusun, 194 RW dan 656 RT dengan ibukota kecamatan berada di Desa Menoreh. Desa di Kecamatan Salaman
meliputi Desa Ngargoretno, Desa Paripurno, Desa Kalirejo, Desa Menoreh, Desa Ngadirejo, Desa Sidomulyo, Desa Kebonrejo, Desa Salaman, Desa
Kalisalak, Desa Sriwedari, Desa Jebengsari, Desa Tanjunganom, Desa Banjarharjo, Desa Purwosari, Desa Ngampeldento, Desa Sidosari, Desa
Sawangargo, Desa Krasak, Desa Margoyoso, dan Desa Kaliabu. Luas wilayah Kecamatan Salaman tercatat sekitar 68,87 km
2
dengan rincian menurut penggunaannya dapat dilihat pada tabel 27 berikut.
Tabel 27. Jenis penggunaan lahan di Kecamatan Salaman. No
Jenis Penggunaan Lahan Luas Ha
Persentase 1.
Lahan Sawah 2.479,32
36,00 2.
Tegalan 2.203,84
32,00 3.
Pekarangan dan Perumahan 1.308,53
19,00 4.
Hutan Negara 826,44
12,00 5.
Lain-lain 68,87
1,00 Sumber: Statistik Kecamatan Salaman, 2015.
Kalirejo Krasak
Menoreh
Paripurno Margoyoso
Sidosari
Ngargoretno Kalisalak
Sriwedari
Ngadirejo Sidomulyo
Kaliabu
Kebonrejo Sawangargo
Salaman Purwosari
Ngampeldento
Banjarharjo
Jebengsari Tanjunganom
396.000 399.000
399.000 402.000
402.000 405.000
405.000 408.000
408.000 9
.1 5
6 .0
9 .1
5 6
.0 9
.1 5
9 .0
9 .1
5 9
.0 9
.1 6
2 .0
9 .1
6 2
.0 9
.1 6
5 .0
9 .1
6 5
.0 9
.1 6
8 .0
9 .1
6 8
.0
Kec. Tempuran
Kec. Borobudur
Kec. Kajoran
KABUPATEN PURWOREJO
PROVINSI DIY Kec. Salaman
Ü
U
Gambar 4. Peta Administratif Kecamatan Salaman
Skala 1:50.000
1 2
3 4
0,5 Km
Koordinat Sistem: WGS 1984
UTM Zone 49S Disalin Oleh:
Himatul Khoiriyah NIM. 12405241042
Sumber: Peta Rupabumi Indonesia Bakosurtanal
Tahun 2004
Legenda
Sungai Batas Provinsi
Batas KabupatenKota Batas Kecamatan
Batas Desa Jalan ArteriUtama
Jalan Kolektor
Jalan Lain Jalan Lokal
mT mT
mT mT
mT m
U m
U m
U m
U m
U m
U m
U m
U m
U m
U
400.000
400.000 420.000
420.000 440.000
440.000 9
.1 6
.0 9
.1 6
.0 9
.1 8
.0 9
.1 8
.0
Kab. Magelang 1:750.000
m U
mT mT
mT
m U
m U
m U
mT mT
mT
63
PETA ADMINISTRATIF KECAMATAN SALAMAN TAHUN 2016
Kecamatan Salaman berbatasan dengan Kecamatan dan Kabupaten lain yaitu:
a. Batas sebalah utara: Kecamatan Kajoran.
b. Batas sebelah barat: Kabupaten Purworejo.
c. Batas sebelah selatan: Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten
Purworejo. d.
Batas sebelah timur: Kecamatan Tempuran dan Kecamatan Borobudur.
2. Karakteristik Fisik Wilayah Penelitian
Karakteristik fisik wilayah penelitian merupakan kondisi fisiografis wilayah penelitian yang mempengaruhi tingkat risiko bencana.
Karakteristik fisik yang yang akan dibahas meliputi: Iklim, Ketebalan Tanah, Jenis Tanah, Jenis Penggunaan Lahan, dan Kondisi Geologi.
a. Iklim
Faktor iklim yang mempengaruhi tingkat risiko bencana gerakan tanah adalah curah hujan. Curah hujan yang tinggi akan
membuat tanah jenuh air sehingga daya kohesi tanah berkurang sehingga memicu pergerakan tanah. Curah hujan merupakan kondisi
rata-rata hujan yang turun di suatu tempat dalam waktu tertentu. Metode perhitungan iklim Scmidt Ferguson menggunakan data curah
hujan dalam jangka waktu minimal 10 tahun. Tipe iklim ditentukan dengan perbandingan jumlah bulan kering dan bulan basah. Apabila
suatu wilayah memiliki jumlah curah hujan 100 mm maka disebut bulan basah, sedangkan bulan kering apabila suatu wilayah memiliki
curah hujan 60 mm. Apabila suatu wilayah memiliki curah hujan 60- 100 mm disebut bulan lembab. Rumus perhitungan nilai Q menurut
Schimdt Ferguson ialah sebagai berikut. Q =
J −
e J
−
x 100 Dari nilai Q yang ditentukan oleh persamaan di atas kemudian Schmidt
dan Ferguson menentukan jenis iklimnya seperti pada tabel berikut. Tabel 28. Tipe Curah Hujan Menurut Scmidt Ferguson
Tipe Iklim Nilai Q
Kriteria A
≤ Q 0,143 Sangat basah
B 0,143
≤ Q 0,333 Basah
C 0,333
≤ Q 0,600 Agak basah
D 0,600
≤ Q 1,000 Sedang
E 1,000
≤ Q 1,670 Agak kering
F 1,670
≤ Q 3,000 Kering
G 3,000
≤ Q 7,000 Sangat kering
H 7,000 ≤ Q
Luar biasa kering Sumber: Kartasapoetra A. G, 2006 : 21 -22.
Berdasarkan data curah hujan tahunan pada Tabel 29, rata-rata curah hujan di Kecamatan Salaman dalam 10 tahun terakhir sebesar
2820 mmtahun. Rata-rata curah hujan tertinggi sebesar 526,9 mm terjadi pada bulan Januari bulan terbasah. Sedangkan jumlah bulan
terkering terjadi pada bulan Agustus dengan rata-rata curah hujan sebesar 18,4 mm. Rata-rata bulan basah adalah 7,7 bulan, rata-rata
bulan lembab adalah 0,4 bulan, dan rata-rata bulan kering adalah 3,9 bulan.