Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur

Tabel 40 menunjukkan angka beban ketergantungan penduduk di Kecamatan Salaman. Angka Beban Ketergantungan penduduk tertinggi terdapat di Desa Kebonrejo yaitu sebesar 52,12 sedangkan angka beban ketergantungan terendah terdapat di Desa Kaliabu yaitu sebesar 50,84.

d. Jumlah Penduduk Perempuan

Jumlah penduduk perempuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kerentanan wilayah terhadap bencana gerakan tanah. Jumlah penduduk perempuan yang tinggi menyebabkan tingkat kerentanan wilayah semakin tinggi, sedangkan junlah penduduk perempuan yang rendah menyebabkan tingkat kerentanan wilayah semakin rendah. Jumlah penduduk perempuan tertinggi terdapat di Desa Menoreh sebesar 3.697 jiwa atau 10,73 dari keseluruhan penduduk perempuan di Kecamatan Salaman. Jumlah penduduk perempuan terendah terdapat di Desa Banjarharjo sebesar 673 atau 1,95 dari seluruh penduduk perempuan di Kecamatan Salaman. Rata-rata jumlah penduduk perempuan di Kecamatan Salaman sejumlah 1722 jiwa. Tabel 41. Jumlah Penduduk Perempuan No DesaKelurahan Jumlah Perempuan Persentase 1 Ngargoretno 1.467 4,26 2 Paripurno 1.573 4,57 3 Kalirejo 2.372 6,89 4 Menoreh 3.697 10,73 5 Ngadirejo 2.394 6,95 6 Sidomulyo 2.085 6,05 7 Kebonrejo 2.775 8,06 8 Salaman 2.298 6,67 9 Kalisalak 1.902 5,52 10 Sriwedari 1.931 5,61 11 Jebengsari 800 2,32 12 Tanjunganom 727 2,11 13 Banjarharjo 673 1,95 14 Purwosari 834 2,42 15 Ngampeldento 901 2,62 16 Sidosari 1.214 3,52 17 Sawangargo 1.115 3,24 18 Krasak 1.924 5,59 19 Margoyoso 1.831 5,32 20 Kaliabu 1.932 5,61 Jumlah Total 34.445 100,00 Sumber: Analisis Data Sekunder, 2016.

B. Bahaya, Kerentanan, dan Kapasitas terhadap Bencana Gerakan Tanah di

Kecamatan Salaman 1. Bahaya a. Tingkat I Bahaya gerakan tanah tingkat I dengan karakteristik sering terjadi gerakan pada salah satu lereng apabila terjadi pemicu. Pemicu ini dapat berupa hujan deras, getaran-getaran, penggalian atau pemotongan lereng, penebangan atau penanaman pohon secara sembarangan dan penambahan beban pada lereng. Zona bahaya tingkat I secara umum terletak pada daerah akumulasi air misalnya daerah lereng pada lembah sungai atau lereng-lereng di sekitar parit alamiah dengan sudut kemiringan lebih dari 15 hingga lebih dari 40. Lereng-lereng tersebut tersusun oleh batuan vulkan berupa lahar breksi, breksi andesit formasi Andesit tua, dan batupasir dengan sisipan lempung formasi Nanggulan yang memiliki ketebalan tanah 2-4 meter mendekati 4 meter. Gerakan tanah yang terjadi pada zona bahaya tingkat I umumnya berupa nendatan, luncuran, jatuhan, serta tipe kompleks kombinasi atau rayapan pada lereng yang relatif landai kemiringan 15 .

b. Tingkat II

Bahaya gerakan tanah tingkat II dengan karakteristik kadang- kadang terjadi gerakan pada salah satu lereng apabila terjadi pemicu. Pemicu ini dapat berupa setelah terjadi hujan deras, penggalian dan pomotongan lereng, penanaman atau penebangan pohon secara sembarangan, dan pembebanan yang berlebihan pada lereng. Zona bahaya tingkat II terletak pada kemiringan lereng 8-15 dengan mayoritas lebih mendekati kemiringan 15. Batuan tersebut tersusun dari lahar breksi hasil pengendapan gunungapi dan tuff pasiran dengan sisipan lempung formasi Nanggulan dengan ketebalan tanah 2-4 meter. Gerakan tanah yang terjadi dapat berupa nendatan, jatuhan serta tipe kompleks kombinasi dan rayapan.

c. Tingkat III

Bahaya gerakan tanah tingkat III dengan karakteristik jarang terjadi gerakan pada salah satu lereng meskipun terjadi pemicu. Zona ini terletak pada kemiringan lereng 0-8. Lereng tersebut tersusun dari endapan aluvial, batuan terobosan seperti dasit, dan andesit dengan ketebalan tanah 1-2 meter. Gerakan tanah yang terjadi berupa rayapan tanah.

2. Kerentanan

a. Kerentanan Sosial

1 Jumlah Penduduk Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kerentanan suatu wilayah adalah jumlah penduduk. Jumlah penduduk yang banyak akan meningkatkan tingkat kerentanan bencana di suatu wilayah. Hal ini dikarenakan, jumlah penduduk yang besar akan meningkatkan tingkat kerugian baik dari segi materiil maupun nonmateriil. Jumlah penduduk yang banyak akan menyulitkan ketika terjadi bencana. Selain itu, penanganan bencana di wilayah dengan jumlah penduduk yang banyak akan membutuhkan biaya dan tenaga yang lebih besar dibandingkan dengan wilayah dengan jumlah penduduk sedikit.