2.7 Pendekatan Sistem
Sistem adalah suatu kesatuan atau penggabungan dari elemen, komponen atau subsistem yang terkait satu dengan yang lainnya untuk mencapai tujuan
Eriyatno, 2003; Alisadono et al., 2006. Terkait dengan proses input – output, maka sistem dipahami sebagai media yang menghubungkan antara variabel input
dengan variabel output Wellstead, 2000, sementara menurut Johnston, et al. 2000, sistem dipahami sebagai suatu area yang memiliki batas, memiliki
komponen yang saling berhubungan, memiliki tujuan dan kinerja serta memiliki sumber daya dan hadir serta berhubungan dengan lingkungannya.
Pendekatan sistem adalah metodologi dalam penyelesaian masalah yang disusun secara tentatif untuk mendapatkan hasil yang berupa sistem operasional
Alisadono et al., 2006, sedangkan menurut Shannon 2011 pendekatan sistem adalah analisis terhadap sistem secara utuh dan menyeluruh mulai dari bagian
terkecil, sub bagian sampai sistem sebagai sesuatu yang terpadu itu sendiri dan menelaah bagaimana setiap bagian tersebut bekerja dan berhubungan.
Menurut Eriyatno 2003, tahapan dalam pendekatan sistem mencakup analisis sistem, rekayasa model, implementasi rancangan serta implementasi dan
operasi sistem. Di lain pihak, Alisadono et al. 2006, menyatakan bahwa pendekatan sistem melibatkan faktor-faktor yang penting dalam mencapai
pemecahan masalah dan menggunakan metode kuantitatif yang tepat pada berbagai tahap untuk mencapai tujuan sistem tersebut.
Terdapat beberapa penelitian yang memanfaatkan pendekatan sistem dalam penyelesaian suatu persoalan seperti yang dilakukan oleh Chapman et al.
2001 dalam penelitian tentang efek jatuh dari meteor atau asteroid terhadap bumi dan kepanikan penduduk. Sonar 2009 melakukan penelitian tentang
pengembangan bisnis cerdas business intelligence yang memanfaatkan berbagai metode kecerdasan buatan artificial intelligence serta dapat digunakan melalui
internet dengan waktu seketika real time - on line, sedangkan Prakash 2010 memanfaatkan pendekatan sistem dalam penelitian tentang resistensi terhadap
perubahan dari pustakawan yang bekerja di sektor akademik dan institusi riset di India.
2.8 Modal Sosial Social Capital
Social capital atau modal sosial adalah suatu pendekatan sosial
kemasyarakatan yang memandang bahwa masyarakat dengan semua norma dan strukturnya adalah aset atau modal yang dapat dipergunakan untuk mendapatkan
manfaat dalam kehidupan masyarakat. Manfaat bagi masyarakat tersebut dapat berbentuk manfaat ekonomi, manfaat psikologi, manfaat keamanan dan
kenyamanan serta manfaat pendidikan bagi masyarakat itu sendiri. Menurut Woolcock dan Narayan 2000, modal sosial adalah norma atau jaringan yang
memungkinkan satu kelompok masyarakat dapat bertindak secara bersama-sama, sementara menurut Fukuyama 2001, modal sosial adalah norma yang
mendorong interaksi antara dua individu atau lebih untuk bekerja sama. Misal norma tersebut dapat berupa norma sederhana di antara dua orang sahabat sampai
dengan norma yang komplek dan rumit di antara dua kelompok masyarakat yang memiliki dua ajaran agama yang berbeda.
Menurut Dudwick et al. 2006, dilihat dari faktor pendukungnya, terdapat enam dimensi dalam modal sosial yaitu adanya kelompok dan jaringan,
kepercayaan dan solidaritas, tindakan kolektif dan kerjasama, informasi dan komunikasi, kohesi sosial dan inklusi, serta pemberdayaan dan tindakan politik.
Menurut Knorringa dan Steveren 2006, dimensi dalam modal sosial dapat dilihat dari tingkat kompleksitas struktur sosial. Tingkat tersebut dapat berbentuk mikro
microlevel, menengah mesolevel maupun makro macrolevel. Secara mendasar, menurut Scheffert 2009, jaringan dalam modal sosial dibentuk dari
tiga faktor yaitu jaringan ikatan bonding network, jaringan penghubung linking network
dan jaringan jembatan bridging network. Ilustrasi jaringan tersebut dapat dilihat pada Gambar 14.
Pada penelitian ini, dibahas hubungan antara konsep modal sosial yang berasal dari konsep sosial kemasyarakatan dengan konsep rantai pasokan yang
berasal dari konsep strategi bisnis. Seperti McGrath dan Sparks 2005 yang menyatakan para pelaku usaha dalam rantai pasokan semakin kuat ikatannya
apabila didasarkan pada modal sosial, sedangkan penelitian Segura dan Anghel 2011 menjelaskan hubungan modal sosial di antara pembeli dengan para
pemasoknya.
Gambar 14. Jaringan Dalam Modal Sosial Scheffert, 2009.
2.9 Definisi Prakiraan Forecasting Definition
Terdapat banyak pemahaman tentang prakiraan, namun secara umum prakiraan didefinisikan sebagai proses menganalisis data saat ini dan data pada
masa lalu untuk menentukan tren di masa depan. Prakiraan sudah banyak digunakan di berbagai bidang seperti untuk prakiraan pemasaran Armstrong,
1987, prakiraan nilai tukar mata uang Halim, 2000, prakiraan cuaca Coiffier, 2008, prakiraan pertanian Kahforoushan, 2010, prakiraan untuk produktivitas
Mouli, 2006, prakiraan keuangan pada suatu bank Kumar, 2006 dan prakiraan penjualan Traudes, et al, 2008. Beberapa kategori metode prakiraan termasuk
time series Derby, 2009, metode ekonometrik Allen, 2001 dan jaringan syaraf
tiruan Makridakis, 1998; Tkacz, 1999; Betker, 2003 dan Patuelli, 2006. Pada penelitian ini, proses prakiraan dipergunakan untuk memperkirakan pasokan beras
dan memperkirakan harga beras di wilayah DKI Jakarta. Data yang digunakan adalah time series dan metode yang digunakan adalah jaringan syaraf tiruan
backpropagation .
Beberapa Sifat dari Prakiraan
Dalam membuat prakiraan atau menerapkan hasil suatu prediksi, maka ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan. Menurut Santoso 2009 prakiraan
pasti mengandung kesalahan, artinya prakiraan hanya dapat mengurangi ketidakpastian yang akan terjadi, tetapi tidak dapat menghilangkan ketidakpastian
tersebut. Selain itu juga prakiraan jangka pendek lebih akurat dibandingkan prakiraan jangka panjang, hal ini disebabkan karena pada prakiraan jangka
pendek, faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan relatif masih konstan, sedangkan semakin panjang periode prediksi, maka semakin besar pula
kemungkinan terjadinya perubahan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan. Menurut Hanaa 2009, prakiraan kebutuhan dipandang sebagai kunci untuk
menyeimbangkan resiko kelebihan pasokan dan kekurangan pasokan.
2.10 Pemilihan Pemasok Supplier Selection
Menurut Boran et al. 2009, Razmi 2009, Gulsen 2010 dan Hsu 2010, pemilihan pemasok adalah salah satu kegiatan rantai pasokan yang
strategis dan sangat penting dalam menjamin kesinambungan dan efektifitas rantai pasokan. Menurut Boran et al. 2009 pemilihan pemasok adalah proses untuk
mendapatkan pemasok yang tepat yang dapat menyediakan pihak pembeli mutu barang maupun jasa yang tepat dengan harga yang tepat, pada waktu dan jumlah
yang tepat. Menurut Gulsen 2010, tujuan dari pemilihan pemasok adalah untuk mereduksi resiko pembelian, memberi nilai yang optimal, membangun relasi
jangka panjang dan handal antara pembeli dan pemasok. Proses pengambilan keputusan dalam pemilihan pemasok menurut Jadidi
2009, Boran et al.2009 dan Gulsen 2010 umumnya dilaksanakan melalui pengambilan keputusan multi atribut multi attribute decision making MADM
yang dipengaruhi oleh faktor kuantitatif maupun kualitatif , melibatkan banyak resiko, sulit dan kompleks. Sehubungan dengan pemilihan pemasok beras untuk
PIBC, alternatif yang dipertimbangkan adalah para pemasok beras yang selama ini sudah melakukan transaksi perberasan dengan PIBC maupun pemasok
prospektif di masa mendatang yang berpeluang bertransaksi dengan PIBC. Kriteria yang dipertimbangkan adalah kriteria yang berhubungan dengan
perberasan, baik yang terkait dengan mutu beras, yang terkait dengan karakteristik pemasok maupun kriteria yang berhubungan dengan proses transaksi antara
pemasok dengan PIBC. Kriteria tersebut dapat berbentuk kuantitatif maupun kualitatif.
Menurut pimpinan FSTJ, terdapat delapan belas daerah pemasok beras yang masuk ke PIBC selama ini, yaitu Subang, Karawang, Indramayu, Cirebon,
Bandung, Garut, Tasik, Sumedang, Tegal, Solo, Demak, Pati, Kediri, Lumajang, Surabaya, Lampung, Palembang dan Makasar. Adapun kriteria yang dapat
dipergunakan untuk menentukan jenis beras apa dan dari daerah mana dipasoknya, dapat dipergunakan kriteria dari SNI yaitu derajat sosoh, kadar air,
beras kepala, butir utuh, butir patah, butir menir, butir merah, butir kuningrusak, butir mengapur, benda asing, butir gabah dan campuran varietas lain. Kriteria lain
yang dapat dipergunakan misal harga dan waktu pengantaran.
2.11 IDSS Intelligent Decision Support System
Menurut Daihani 2001, sistim informasi manajemen SIM lebih berorientasi pada dukungan tidak langsung seperti memberikan laporan,
sedangkan Decision Support System DSS memberikan dukungan lebih langsung pada permasalahan dengan menyediakan alternatif pilihan. Menurut Marimin
2005, SIM merupakan sistem yang berfungsi meneruskan mentransformasikan data menjadi informasi sedangkan DSS merupakan sistem yang berfungsi
mentransformasikan data dan informasi menjadi alternatif keputusan dan prioritasnya.
Menurut Eriyatno 2003, ilmu manajemen mengarah pada usaha mengklasifikasikan perihal keputusan menjadi berbagai kategori. Melalui
taksonomi fungsi keputusan, pengklasifikasian ini menentukan teknologi mana yang tepat untuk setiap kelas keputusan sehingga diperlukan sejenis kaitan antara
ilmu informatika dan ilmu manajemen yang dikenal dengan DSS. Menurut Turban 2005, DSS adalah suatu sistem interaktif berbasis komputer yang dapat
membantu para pengambil keputusan dalam menggunakan data dan model untuk memecahkan persoalan yang bersifat tidak terstruktur. Dari definisi tersebut, DSS
memiliki empat karakteristik utama sebagai berikut :