cenderung eksploitatif dan destruktif. Dalam cara pandang ecocentrisme dimana ekonomi setara dengan ekologi setiap elemen ekosistem manusia, hewan,
tumbuhan memiliki kedudukan sederajat dalam mendapatkan kepentingannya. Sistem ekonomi yang diberlakukan terhadap benda-benda alam dikaitkan
dengan intrinsic value yang tidak dapat dinilai secara konvensional oleh piranti ekonomi. Cara pandang mana yang akan dipegang dan dianut dalam pengelolaan
sumberdaya air akan sangat tergantung pada kepentingan dari domain yang ada pada suatu negara. Selain itu, akan sangat tergantung pula pada bagaimana
stakeholders memperlakukan sumberdaya air sebagai dasar bagi pembangunan secara keseluruhan, termasuk pembangunan untuk sumberdaya manusianya.
Secara rinci Sanim 2003, juga menjelaskan bahwa kerangka pemanfaatan sumberdaya air, apakah akan menganut antropocentrisme atau ecocentrisme akan
sangat tergantung pada tiga domain, yaitu : ruang sektor masyarakat, ruang sektor swasta, dan ruang sektor publik. Jika ruang sektor masyarakat dilandaskan pada
antropocentrisme maka air akan dipandang sebagai public goods and global commons dengan konsekuensi pemanfaatan yang tidak efisien tanpa dilandasi
perlunya keberlanjutan dan keberadaan sumberdaya air tersebut. Sebaliknya jika dilandaskan pada ecocentrisme maka efisiensi dan keberlanjutan menjadi pusat
perhatiannya. Untuk ruang sektor swasta, pengelolaan sumberdaya air diserahkan melalui
rekayasa kebijakan di sektor swasta, dimana desentralisasi kekuasaan dan manajemen dilakukan melalui privatisasi, dalam domain ini kerangka filosofis
balik antropocentrisme maupun ecocentrisme jelas-jelas harus diperhatikan. Untuk ruang sektor publik, pengelolaan sumberdaya air diserahkan melalui
rekayasa kebijakan publik, dimana desentralisasi kekuasaan dan manajemen dilakukan oleh Pemerintah daerah atau regionalisasi, dalam domain ini kerangka
filosofis baik antropocentrisme maupun ecocentrisme juga tetap harus menjadi bahan pertimbangan.
2.3 Konsep Ekonomi Sumberdaya Air
Air haruslah dipandang sebagai barang ekonomi sehingga untuk mendapatkannya memerlukan pengorbanan baik waktu maupun biaya.
Sebagaimana barang ekonomi yang lain, air mempunyai nilai bagi penggunanya.
Nilai air bagi pengguna adalah jumlah maksimum yang bersedia dibayarkan untuk penggunaan sumberdaya tersebut, dimana pengguna akan menggunakan air
selama manfaat dari tambahan setiap meter kubik air yang digunakan melebihi biaya yang dikeluarkan Briscoe, 1996. Sumberdaya air dapat dialokasikan secara
efisien dengan menggunakan prinsip nilai guna batas yang sama bagi setiap penggunaan Suparmoko, 1995.
Secara ekonomi, sumberdaya air tergolong ke dalam sumberdaya milik bersama. Sumberdaya ini biasanya akan mengalami masalah apabila dieksploitasi
secara tidak terkendali atau melebihi daya dukung regenerasinya. Munculnya berbagai masalah adalah akibat sulit ditegaskan hak-hak kepemilikan terhadap
sumberdaya yang bersangkutan. Sedangkan syarat sumberdaya dapat dikelola secara efisien, yaitu jika sistem kepemilikan terhadap sumberdaya itu dibangun di
atas sistem hak-hak kepemilikan yang efisien. Syarat-syarat hak-hak kepemilikan yang efisien, antara lain : 1 Universality, artinya semua sumberdaya memiliki
secara privat dan semua entitlement terspesifikasikan dengan jelas. 2 Exclusivity, artinya semua manfaat dan biaya yang disebabkan oleh kepemilikan harus
kembali kepada pemiliknya. 3 Transferability, artinya semua hak kepemilikan harus dapat dipindahtangankan secara sukarela. 4 Enforceability, artinya semua
hak kepemilikan harus bebas dari gangguan pihak luar. Sumberdaya air sering menghadapi permasalahan seperti disebutkan diatas,
sehingga sering mengarah kepada sumberdaya air yang bersifat akses terbuka Fauzi, 2004. Sulit ditegaskan hak-hak atas sumberdaya air itu sendiri, antara lain
terkait dengan : mobilitas air, skala ekonomi yang melekat, penawaran air yang berubah-ubah, kapasitas daya asimilasi dari badan air, dapat dilakukannya
penggunaan secara beruntun, penggunaan yang serbaguna, berbobot besar dan memakan tempat, dan nilai kultural yang melekat pada sumberdaya air.
Keadaan diatas, lebih lanjut menimbulkan gejala eksternalitas yang meluas. Yaitu terjadi, jika ada pihak lain yang menanggung manfaat atau biaya dari proses
penggunaan sumberdaya oleh pemiliknya. Dengan perkataan lain, eksternalitas menimbulkan manfaat dan biaya yang dinilai oleh pihak swasta dengan manfaat
dan biaya yang dinilai oleh masyarakat. Dengan adanya eksternalitas ini menurut Randal 1987,
menjelaskan pada penentuan harga dari unit sumberdaya secara
tidak efisien. Artinya, harga-harga yang menjadi standar pertukaran tidak mencerminkan sifat kelangkaan dari sumberdaya tesebut.
Untuk itu didalam ekonomi sumberdaya air ada beberapa alokasi sumberdaya air yang menjadi permasalahan dalam pengelolaan sumberdaya air
adalah alokasi dan distribusi air. Alokasi air merupakan masalah ekonomi untuk menentukan bagaimana penawaran air yang tersedia harus dialokasikan kepada
pengguna atau calon pengguna. Penggunaan air sendiri pada dasarnya terbagi dalam dua kelompok yaitu kelompok konsumtif, yakni mereka yang
memanfaatkan suplai untuk konsumsi dan kelompok non konsumtif. Kelompok konsumtif antara lain rumah tangga, indsutri, pertanian, kehutanan, kelompok ini
memanfaatkan air melalui proses yang disebut diversi, baik melalui transpormasi penguapan, penyerapan ke tanah, maupun pendegradasian kualitas air secara
lansung pencemaran. Kelompok pengguna ini memperlakukan sumberdaya air sebagai sumberdaya yang tidak terbarukan Fauzi, 2004, Tabel 1, ada tiga kriteria
alokasi sumberdaya air beserta tujuan yang dikemukakan oleh Fauzi, 2004. Tabel 1 Kriteria Alokasi Sumberdaya Air
Kriteria Tujuan Efficiensi
• Biaya penyediaan air yang rendah • Penerimaan per unit sumberdaya air yang tinggi
• Mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Equity
• Akses terhadap air bersih untuk semua masyarakat Sustainability
• Menghindari terjadinya deplesi pada air bawah tanah ground water depletion
• Menyediakan cadangan air yang cukup untuk memelihara ekosistem dan meminimalkan pencemaran air
Sumber : Fauzi, 2004.
Selain kriteria pada Tabel 1, Howel et al., 1996 menambahkan kriteria alokasi sumberdaya air antara lain :
1. Fleksibilitas dalam penyediaan air sehingga sumberdaya air dapat digunakan
pada periode waktu yang berbeda dan dari satu tempat ke tempat lainnya sesuai dengan perubahan permintaan.
2. Keterjaminan bagi pengguna yang haknya sudah terkukuhkan sehingga mereka
dapat memanfaatkan air seefisien mungkin. 3.
Akseptabilitas politik dan publik sehingga tujuan pengelolaan bisa diterima oleh masyarakat.
Untuk itu lebih lanjut Fauzi 2004, menjelaskan beberapa kriteria pada Tabel 1, yaitu pengelolaan sumberdaya air, khususnya yang menyangkut alokasi,
memang menjadi sangat kompleks. Namun secara umum ada beberapa mekanisme alokasi yang umum digunakan, yakni Queuing system, water pricing,
alokasi public, dan user based allocation. Namun alokasi air yang cocok diterapkan terhadap kota-kota besar adalah water pricing dan Alokasi berbasis
pasar water market, berikut masing-masing mekanisme alokasi : 1.
Queuing system : sistem antrian ini mengacu pada dua sistem alokasi yang cukup dominan, yakni Riparian Water Rights dan Prior Appropriation Water
Rights. Istilah Riparian sebenarnya mengacu pada daerah yang berada atau berdekatan dengan sungai maupun danau. Tapi sistem riparian ini banyak
memiliki kelemahan karena alokasi air tidak berdasarkan kriteria ekonomi, sehingga sering menimbulkan ekksternalitas pada sumberdaya yang bersifat
common property. Kedua adalah Prior Appropriation Water Rights di dasarkan pada prinsip bahwa hak atas kepemilikan air diperoleh melalui penemuan
maupun kepemilikan bersifat mutlak, artinya pemilik hak atas air diperbolehkan untuk tidak membagi pemanfaatan atas air kepada pihak lain.
2. Water Pricing : sebagaimana dikemukakan diatas, sistem alokasi yang
berdasarkan pada antrian banyak menimbulkan inefisiensi dalam pemanfaatan air karena ketiadaan kriteria ekonomi. Maka melalui sistem penentuan harga
yang tepat melalui water pricing yang mencerminkan biaya yang sebenarnya akan memberikan sinyal kepada pengguna mengenai nilai dari air dan dapat
menjadi insentif untuk pemanfaatan air yang lebih bijaksana.
2.4 Penilaian Sumberdaya Alam 2.4.1 Persepsi Masyarakat terhadap Pengelolaan Sumberdaya Alam