tanah lansung terbuka sehingga bila turun hujan, air hujan akan lansung mengalir ke sungai dan menyebabkan erosi serta banjir
Sungai merupakan bagian dari siklus hidrologi yang mengalirkan air dari hasil penurunan dari tempat ketinggian ke laut. Dalam perjalanannya sungai dapat
melewati berbagai daerah seperti daerah pertanian, permukiman, perkotaan dan industri. Dengan demikian sungai dapat berfungsi sebagai tempat penyimpan dan
penyedia air, media transportasi, sumber makanan dan lain-lain, juga dapat berfungsi sebagai tempat pembuangan limbah.
Indonesia, sebagian besar dari air yang mengalir ke sungai berasal dari daerah aliran sungai yang berhutan, khususnya hutan lindung. Oleh karena itu luas
hutan dan perlakuan yang diberikan dalam pengelolaannya akan mempengaruhi jumlah dan kualitas air yang dihasilkannya
Manan, 1976 . Selanjutnya
Lee 1989,
menjelaskan apabila daerah-daerah aliran sungai berhutan ditebang habis dan dimanfaatkan secara sembarangan tanpa memperhatikan nilai-nilai jangka
panjang, maka biaya yang harus ditanggung oleh kawasan hilir dalam bentuk sedimentasi, pencemaran, kerusakan akibat banjir dan kekeringan, mungkin jauh
melebihi nilai kayu yang dihasilkan. Oleh karena itu, penebangan yang dilakukan harus sesuai dengan kondisi daerah aliran sungai. Demikian pula pengkonversian
lahan hutan menjadi lahan pertanian, perumahan, industri akan menyebabkan turunnya air tanah,s mata air dan sumur-sumur tidak berair sepanjang musim.
2.8 DAS sebagai Suatu Kesatuan Ekosistem
Daerah Aliran Sungai DAS secara umum didefinisikan sebagai suatu hamparan wilayah atau kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi punggung
bukit yang menerima, mengumpulkan air hujan, sediment, dan unsur hara dan mengalirkan melalui anak-anak sungai dan keluar pada satu titik.
Manan 1983 ,
mengemukakan bahwa Daerah Aliran Sungai adalah sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis yang menampung, menyimpan dan mengalirkan
curah hujan yang jatuh ke sungai utama yang bermuara ke danau atau lautan. Pemisah topografi adalah punggung bukit dan pemisah bawah berupa batuan.
Daerah Aliran Sungai sebagai suatu ekosistem, dimana unsur organisme dan lingkungan biofisik serta unsur kimia berinteraksi secara dinamis dan di dalamnya
terdapat keseimbangan keluaran dan masukan dari material dan energi. Ekosistem
DAS, terutama DAS bagian hulu merupakan bagian yang penting karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan bagian DAS, seperti fungsi
tata air, sehingga perencanaan DAS bagian hulu sering kali menjadi indikator karena mengingat bagian hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui
daur hidrologi Pasaribu, 1999. Aktivitas perubahan tataguna lahan atau berbagai aktivitas konversi lahan yang dilaksanakan didaerah hulu dapat memberikan
dampak terhadap sumberdaya air dalam bentuk perubahan fluktuasi debit air antar waktu dan transpor sedimen serta material terlarut lainnya. Adanya keterkaitan
antara sumberdaya air dengan perubahan tataguna lahan merupakan suatu kesatuan sistem yang tidak bisa dipisahkan maka kondisi suatu DAS dapat
digunakan sebagai satuan unit perencanaan sumberdaya alam.
2.9. DAS sebagai Satuan Unit Perencanaan dan Pengelolaan Sumberdaya
Keberadaan DAS secara yuridis formal tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1970 tentang perencanaan hutan. Batasan DAS dalam
PP tersebut adalah suatu daerah tertentu yang bentuk dan sifat alamnya sedemikian rupa sehingga berfungsi untuk menampung air yang berasal dari curah
hujan dan sumber air lainnya, penyimpanan serta pengaliran dihimpun dan ditata berdasarkan hukum alam sekelilingnya demi keseimbangan sumberdaya alam
tersebut Syahrir, 2002. Pasaribu 1999, mengemukakan bahwa dalam pelaksanaan pengelolaan
DAS akan bertumpuh pada aktivitas-aktivitas yang berdimensi biofisik seperti pengendalian erosi, penghutanan kembali lahan-lahan kritis, pengelolaan lahan
pertanian konservatif, serta berdimensi kelembagaan seperti insentif dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan bidang ekonomi.
Dimensi ekonomi dan sosial dalam pengelolaan DAS lebih diarahkan pada pemahaman kondisi ekonomi dan sosial budaya setempat dan menggunakan
kondisi tersebut sebagai pertimbangan untuk merencanakan strategi aktivitas pengelolaan DAS yang berdaya guna tinggi serta efektif. Keseluruhan rangkaian
kegiatan tersebut masih dalam kerangka kerja yang mengarah pada usaha-usaha tercapainya keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan manusia dengan
kemampuan sumberdaya alam untuk mendukung kebutuhan manusia tersebut secara lestari.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka menurut Pasaribu 1999, DAS dapat dimanfaatkan secara penuh dan pengembangan ekosistem daerah Hulu
dapat dilaksanakan sesuai dengan kaidah-kaidah preservasi, reservasi, dan konservasi. Pelaksanaan pengelolaan DAS umumnya melalui empat upaya pokok,
yaitu : 1 pengelolaan tanah melalui konservasi dalam arti luas. 2 pengelolaan sumberdaya air melalui usaha-usaha pengembangan sumberdaya air. 3
pengelolaan huta. 4 pembinaan kegiatan manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam melalui usaha penerangan dan penyuluhan Syahrir, 2002.
Berdasarkan rumusan yang dihasilkan dari lokakarya pengelolaan DAS yang diselenggarakan di Yogyakarta pada tahun 1995, maka ada tiga hal yang
dianggap penting untuk diperhatikan dalam upaya pengelolaan DAS, yaitu : 1.
Bahwa pengelolaan DAS merupakan bagian penting dari kegiatan pembangunan di Indonesia, khususnya dalam rangka pemanfaatan sumberdaya
hutan, tanah dan air, sehubungan dengan perlindungan lingkungan. 2.
Pada dasarnya pengelolaan DAS bersifat multidisiplin dan lintas sektoral sehinggan keterpaduan mutlak diperlukan agar diperoleh hasil yang maksimal.
3. Dalam pelaksanaan sistem perencanaan pengelolaan DAS terpadu, perlu
diterapkan asas ’Integrated Watershed Mangement Plan’, untuk itu dalam setiap rencana pemanfaatan DAS seharusnya diformulasikan dalam bentuk
paket perencanaan terpadu dengan memperhatikan kejelasan keterkaitan antar sektor pada tingkat regionalwilayah dan nasional serta kesenambungannya
Pasaribu, 1999. Dalam menjabarkan konseptual perencanaan dan pengelolaan DAS pada
prinsipnya sama aplikasinya untuk setiap unit DAS, namun demikian secara substansi dan strateginya, bentuk-bentuk DAS harus dipelajari dengan seksama.
Hal ini perlu dilakukan karena bentuk DAS merupakan refleksi kondisi biofisik dan merupakan wujud dan merupakan wujud proses alamiah yang ada.
Implikasi dari perencanaan dan pengelolaan DAS sebagai suatu sistem hidrologi dan sistem produksi adalah peluang terjadinya konflik kepentingan antar
institusi terhadap pengelolaan komponen-komponen sistem DAS. Konflik
kepentingan terjadi, karena adanya perbedaan visi terhadap pengelolaan sumberdaya air sebagai proses dan sumberdaya air sebagai produk. Pengelolaan
sumberdaya air sebagai proses akan melibatkan seluruh peubah yang ada dalam sistem DAS. Baik peubah masukan, peubah karakteristik DAS proses maupun
peubah keluaran. Sedangkan pengelolaan sumberdaya air sebagai produk lebih banyak menekankan pengelolaan secara kualitatif dan kuantitatif terhadap peubah
keluaran. Pandangan konseptual pengelolaan sumberdaya air oleh setiap instansi sebenarnya sangat dipengaruhi oleh jenis dan tingakat kepentingan antar sektor
Syahrir, 2002. 2.10 Alih Fungsi Lahan
Sitorus 2001, mengemukakan bahwa lahan merupakan bagian dari bentang lahan yang mencakup pergertian lingkungan fisik termasuk iklim,
topografirelief, hidrologi termasuk keadaan vegetasi alami yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan. Penggunaan lahan adalah
hasil usaha manusia dalam mengelola sumberdaya yang tersedia untuk memenuhi berbagai kebutuhannya.
Tipe penggunaan lahan secara umum meliputi pemukiman, kawasan budidaya pertanian, padang pengembalaan kawasan rekreasi dan lainnya. Badan
Pertahanan Nasional mengelompokan jenis penggunaan lahan sebagai berikut : 1 Permukiman, berupa kombinasi antara jalan, bangunan, tegalanpekarangan, dan
bangunan itu sendiri kampung dan emplasemen. 2 Kebun, kebun meliputi kebun campuran dan kebun sayuran merupakan daerah yang ditumbuhi vegetasi
tahunan satu jenis maupun campura, baik dengan pola acak maupun teratur sebagai pembatas tegalan. 3 Tegalan merupakan daerah yang ditanami,
umumnya tanaman semusim, namun pada sebagian lahan tak ditanami dimana vegetasi yang umum dijumpai adalah padi gogo, singkong, jagung, kentang,
kedelai dan kacang tanah. 4 Sawah merupakan daerah pertanian yang ditanami padi sebagai tanaman utama dengan rotasi tertentu yang biasanya dialiri sejak saat
penanaman hingga beberapa hari sebelum panen. 5 Hutan merupakan wilayah yang ditutupi oleh vegetasi pepohonan, baik alami maupun dikelola, dengan tajuk
rimbun dan tajuk yang besar serta lebar. 6 Lahan terbuka, merupakan daerah yang tidak terdapat vegetasi maupun penggunaan lain akibat aktivitas manusia. 7
Semak belukar adalah daerah yang ditutupi oleh pohon baik alami maupun yang dikelola, dengan tajuk yang relatif kurang rimbun Heikal, 2004.
Saefulhakim dan Nasution 1995, menyatakan bahwa penggunaan lahan merupakan suatu proses yang dinamis, perubahan yang terus menerus sebagai
hasil dari perubahan pola dan besarnya aktivitas manusia sepanjang waktu. Perubahan penggunaan lahan atau alih fungsi lahan adalah bertambahnya suatu
penggunaan lahan dari satu sisi penggunaan ke penggunaan lainnya diikuti dengan berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain pada suatu waktu ke waktu
berikutnya, atau berubahnya fungsi suatu lahan pada suatu daerah pada kurun waktu yang berbeda Martin, 1993.
Alih fungsi lahan dari segi pengembangan sumberdaya merupakan suatu bentuk dari perubahan alokasi sumberdaya antar sektor penggunaan. Kondisi
tersebut merupakan suatu fenomena dinamik yang menyangkut aspek fisik dan aspek kehidupan masyarakat Winoto, 1995. Manuwoto 1992 menjelaskan
secara umum pengalihan fungsi lahan dipengaruhi oleh faktor sosial atau kependudukan, pembangunan ekonomi, penggunaan jenis teknologi dan kebijakan
pembangunan makro. Keempat faktor ini mempengaruhi peruntukan lahan bagi berbagai penggunaan.
Perubahan penggunaan lahan yang terjadi, pada dasarnya bersifat dinamis mengikuti perkembangan penduduk dan pola pembangunan wilayah. Akan tetapi
perubahan pola penggunaan lahan yang tidak terkendali dan terencana dapat berpengaruh buruk terhadap pembangunan itu sendiri dan pembangunan semacam
ini tidak akan berkelanjutan Utomo, 1992.
2.11 Dampak Perubahan Tata Guna Lahan dan Kerusakan Hutan terhadap Sumberdaya Air