DAS dan Hutan sebagai Pengatur Tata Air

5. Pola spasial aksesibilitas 6. Tingginya resiko dan ketidakpastian 7. Sistem nilai masyarakat tentang sumberdaya lahan Anwar 1999, mengemukakan bahwa penyebab utama dari degradasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup terletak dari keterpisahan antara kelangkaan dan sistem penentuan harga, manfaat dan biaya, hak-hak dan tanggungjawab, tindakan dan akibat yang ditimbulkannya. Terlalu banyak sumberdaya alam yang tidak jelas hak-hak kepemilikannya dan tidak dihargai secara wajar dalam sistem pasar yang berlaku. Sedangkan sumberdaya lainnya dihargai terlalu rendah, dan pengurasannnya malah disubsidi. Mencegah terjadinya kenaikan harga karena bertambahnya kelangkaan sumberdaya akan meningkatkan biaya-biaya sosial yang timbul dari terjadinya distorsi terhadap isyarat-isyarat pasar untuk bekerja dengan baik, yang sebenarnya dapat menghalangi terjadinya peningkatan efisiensi, substitusi, konservasi dan inovasi untuk memulihkan keseimbangan antara permintaan dan penawaran. Karenanya terjadinya degradasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup bukan disebabkan karena pertumbuhan ekonomi sendiri, melainkan karena terjadinya kekeliruan dan kegagalan dalam kebijaksanaan dan kegagalan pasar. Beberapa ketidakmampuan sistem pengorganisasian ekonomi tercermin diantaranya dalam bentuk kekeliruan kebijaksanaan yang membuat terjadinya distorsi dari bekerjanya sistem pasar yang efisien melalui subsidi kapital, batas pagu sukubunga, subsidi pestisida, subsidi enegi, pengurangan pajak, kuota dan beberapa hak-hak dan kemudahan-kemudahan yang diberikan pada segolongan penduduk. Kegagalan pasar dan kelangkaan sumberdaya alam tersebut tercermin dari terjadinya akses terbuka, tidak jelasnya hak-hak, terjadinya eksternalitas dan sifat-sifat dari barang bebas publis good, pasar yang bersifat monopoli, tingginya biaya-biaya transaksi, konsesi-konsesi pengusahaan sumberdaya jangka pendek, keputusan sistem pasar yang bersifat jangka pendek dan banyaknya sumberdaya alam yang tidak dinilai.

2.7 DAS dan Hutan sebagai Pengatur Tata Air

Manan 1985, mengemukakan bahwa DAS diartikan sebagai kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis yang menampung, menyimpan, dan mengalirkan air hujan yang jatuh diatasnya beserta sedimen dan bahan larut lainnya kedalam sungai yang akhirnya bermuara ke danau atau ke laut. Kegiatan tataguna lahan yang merubah tipe atau jenis penutup lahan dalam suatu DAS seringkali dapat memperbesar atau memperkecil hasil air. Pada batas-batas tertentu kegiatan ini juga dapat mempengaruhi status kualitas air, akan tetapi perubahan vegetasi dari jenis vegetasi ke jenis vegetasi lain ialah hal yang umum dalam pengelolaan DAS atau pengelolaan sumberdaya alam Asdak, 2002. Dalam pengelolaan DAS haruslah diorientasikan kepada segi-segi konservasi tanah dan air dengan titik berat kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat yang dapat dirasakan oleh segenap lapisan masyarakat, baik dari kalangan petani industri dan lainnya.hasil akhir yang menjadi titik sentral perhatian dalam pengelolaan DAS ialah kondisi tata air yang stabil dari wilayah DAS tersebut. Penutupan hutan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap perubahan iklim dan air. Hutan mengintersepsi butir hujan, mengurangi limpasan permukaan, meningkatkan kelembaban nisbi dan menghambat erosi tanah, serta pengeringan permukaan. Dari pengaruh-pengaruh hutan tersebut, yang terpenting adalah pengaruh pasokan air ke sungai-sungai dan keteraturan lainnya Lee,1998. Asdak 2002, mengemukakan bahwa hutan memegang peranan penting dalam proses hidrologi dimana dengan adanya vegetasi maka ketika turun hujan akan meningkatkan infiltrasi sehingga mereduksi volume aliran air dan besarnya debit sungai pada saat banjir. Vegetasi ini memiliki sifat dapat merubah sifat fisika dan kimia tanah dalam hubungan dengan air, dapat mempengaruhi kondisi permukaan tanah dan pada akhirnya akan mempengaruhi besar kecilnya aliran permukaan tanah. Ada tiga pengaruh penting dari adanya hutan, yaitu : 1 Hutan menahan tanah di tempatnya, 2 Tanah hutan menyimpan air lebih banyak, 3 Hutan menyebabkan tingginya peresapan. Suparmoko 1989, mengemukakan bahwa air merupakan produk penting dari hutan. Tanah di hutan merupakan busa raksasa yang mampu menahan air hujan sehingga meresap perlahan-lahan ke dalam tanah. Banyak daerah yang menggantungkan diri terhadap persediaan air dari hutan dengan sungai-sungai yang mengalir sepanjang tahun. Tetapi bila pohon-pohon di hutan di tebang, maka tanah lansung terbuka sehingga bila turun hujan, air hujan akan lansung mengalir ke sungai dan menyebabkan erosi serta banjir Sungai merupakan bagian dari siklus hidrologi yang mengalirkan air dari hasil penurunan dari tempat ketinggian ke laut. Dalam perjalanannya sungai dapat melewati berbagai daerah seperti daerah pertanian, permukiman, perkotaan dan industri. Dengan demikian sungai dapat berfungsi sebagai tempat penyimpan dan penyedia air, media transportasi, sumber makanan dan lain-lain, juga dapat berfungsi sebagai tempat pembuangan limbah. Indonesia, sebagian besar dari air yang mengalir ke sungai berasal dari daerah aliran sungai yang berhutan, khususnya hutan lindung. Oleh karena itu luas hutan dan perlakuan yang diberikan dalam pengelolaannya akan mempengaruhi jumlah dan kualitas air yang dihasilkannya Manan, 1976 . Selanjutnya Lee 1989, menjelaskan apabila daerah-daerah aliran sungai berhutan ditebang habis dan dimanfaatkan secara sembarangan tanpa memperhatikan nilai-nilai jangka panjang, maka biaya yang harus ditanggung oleh kawasan hilir dalam bentuk sedimentasi, pencemaran, kerusakan akibat banjir dan kekeringan, mungkin jauh melebihi nilai kayu yang dihasilkan. Oleh karena itu, penebangan yang dilakukan harus sesuai dengan kondisi daerah aliran sungai. Demikian pula pengkonversian lahan hutan menjadi lahan pertanian, perumahan, industri akan menyebabkan turunnya air tanah,s mata air dan sumur-sumur tidak berair sepanjang musim.

2.8 DAS sebagai Suatu Kesatuan Ekosistem