Dampak Perubahan Tata Guna Lahan dan Kerusakan Hutan terhadap Sumberdaya Air

Semak belukar adalah daerah yang ditutupi oleh pohon baik alami maupun yang dikelola, dengan tajuk yang relatif kurang rimbun Heikal, 2004. Saefulhakim dan Nasution 1995, menyatakan bahwa penggunaan lahan merupakan suatu proses yang dinamis, perubahan yang terus menerus sebagai hasil dari perubahan pola dan besarnya aktivitas manusia sepanjang waktu. Perubahan penggunaan lahan atau alih fungsi lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan lahan dari satu sisi penggunaan ke penggunaan lainnya diikuti dengan berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain pada suatu waktu ke waktu berikutnya, atau berubahnya fungsi suatu lahan pada suatu daerah pada kurun waktu yang berbeda Martin, 1993. Alih fungsi lahan dari segi pengembangan sumberdaya merupakan suatu bentuk dari perubahan alokasi sumberdaya antar sektor penggunaan. Kondisi tersebut merupakan suatu fenomena dinamik yang menyangkut aspek fisik dan aspek kehidupan masyarakat Winoto, 1995. Manuwoto 1992 menjelaskan secara umum pengalihan fungsi lahan dipengaruhi oleh faktor sosial atau kependudukan, pembangunan ekonomi, penggunaan jenis teknologi dan kebijakan pembangunan makro. Keempat faktor ini mempengaruhi peruntukan lahan bagi berbagai penggunaan. Perubahan penggunaan lahan yang terjadi, pada dasarnya bersifat dinamis mengikuti perkembangan penduduk dan pola pembangunan wilayah. Akan tetapi perubahan pola penggunaan lahan yang tidak terkendali dan terencana dapat berpengaruh buruk terhadap pembangunan itu sendiri dan pembangunan semacam ini tidak akan berkelanjutan Utomo, 1992.

2.11 Dampak Perubahan Tata Guna Lahan dan Kerusakan Hutan terhadap Sumberdaya Air

Dalam dekade terakhir ini tekanan terhadap penggunaan lahan semakin besar baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Kekhawatiran yang timbul adalah karena semakin meningkatnya degradasi yang akan berpengaruh terhadap proses pembangunan yang berkelanjutan. Kekhawatiran yang timbul adalah wilayah DAS Citarum dan Subdas-subdas yang merupakan daerah tangkapan banjir rutin cekungan Bandung yang saat ini kondisi semakin memperihatinkan yang dicirikan dengan tingkat erosi yang semakin tinggi. Luasan banjir Bandung melebihi 2,200 ha. Tinggi muka air yang semakin menurun. Dalam penyediaan air minum terdapat suatu bentuk yang tidak seimbang dengan ketersediaan air minum yang disuplai sungai citarum semakin menurun yaitu tahun 1992 sebesar 7,462.99 km 3 dan pada tahun 2000 sebesar 4,996.58 km 3 . sedangkan kebutuhan air minum semakin besar yaitu dari tahun 1992 sebesar 9,77 km 3 dan tahun 2005 sebesar 1,419.12 km 3 . hal ini sebagai akibat dari semakin pesatnya laju pertumbuhan penduduk, daya dukung lahan yang melebihi kapasitasnya. Kurangnya kesadaran masyarakat akan manfaat dan fungsi hutan dan lahan.serta, semakin merosotnya keadaan ekonomi masyarakat pada era reformasi. Karena itu wilayah daerah tangkapan air di Hulu merupakan prioritas utama yang perlu dilakukan rehablitasi lahan dan hutan agar proses degradasi dapat diperkecil sehingga tidak dapat membahayakan kelanjutan pembangunan serta mampu mempertahankan hutan dan tanah seoptimal mungkin sebagai fungsi produksi dan fungsi lindung. Berdasarkan hasil analisis Boer 2004, menunjukkan bahwa tahun 2000 dengan tingkat pengambilan air permukaan 10 dari total jumlah aliran pertahun, hampir semua Kecamatan yang ada di DAS Citarum mengalami kekurangan air. Pada tahun 2020, banyaknya Kecamatan yang mengalami kekurangan air akan semakin bertambah. Dengan meningkatnya tingkat pengambilan air permukaan 10 menjadi 25, sebagian besar kebutuhan air Kecamatan dapat dipenuhi kecuali beberapa Kecamatan seperti Bandung, Karawang, Bekasi dan Sumedang. Namun demikian, tingkat pengambilan air 25 dari total sudah jauh melampaui debit sehingga resiko kekurangan air, khususnya musim kemarau akan tetap tinggi. Dampak perubahan yang terjadi secara dapat dilihat ketika terjadi musim hujan tiba dan ketika musim kemarau tiba, seperti beberapa Kecamatan di Kabupaten Bandung terjadi banjir dan ketika kemarau akan terjadi kekeringan, hal ini merupakan akibat dari perubahan tataguna lahan dan kerusakan hutan di wilayah hulu yang berdampak terhadap sumberdaya air di wilayah hilir. Berbagai fenomena yang terjadi merupakan ulah perilaku manusia yang tidak memperhitungkan daya dukung lahan dan hutan. Oleh karenanya perubahan harus diikuti dengan konservasi kembali sehingga ada keseimbangan dalam perubahan tesebut, bukan hanya sumberdaya alam bersifat eksploitatif. Tabel 2 Neraca Kebutuhan Air dan Pemenuhan Sumber Air dari DAS Citarum, 1990-2005 1990 2005 2025 Uraian m 3 detik m 3 detik m 3 detik m 3 detik m 3 detik m 3 detik I.Sumber Citarum 182.33 5,750.00 182.33 5,750.00 182.33 5,750.00 Sungai Lain 60.25 1,900.00 61.83 1,950.00 63.42 2,000.00 Jumlah 7,650.00 7,700.00 7,750.00 II.Kebutuhan Irigasi 177.33 5,592 175.00 551,880 168 529,805 Industri 7.91 24,945 15.00 47,304 25 78,840 Air Minum 9.77 30,811 21.3 67,172 45 141,912 Perikanan 1.00 3,154 10.00 31,536 20 63,072 Pengelontoran 2.00 6,307 10.00 31,536 15 47,304 Beban Puncak Listrik 9.51 300.00 3.17 100.00 - - Jumlah 71,108.71 729,528 860,933 III.Neraca Sumber 24,258 7,650.00 24,416 7,700.00 24,575 7,750.00 Kebutuhan 20,749 654,388 23,447 739,428 273,00 860,933.00 Jumlah 662,038.00 747,128.00 868,683.00 Jumlah Total 669,688.00 754,828.00 876,433.00 Sumber : PJT II Jatiluhur 2003. Defisitnya air dari DAS Citarum dari tahun ke tahun telah di prediksi oleh Perusahaan Umum Jasa Tirta II Jatiluhur Tabel 2. Sementara itu, berdasarkan data yang didapatkan dari DKI Jakarta terjadi peningkatan terhadap permintaan air minum mulai tahun 2006 sebanyak 7500 m 3 . Hal ini menunjukkan bahwa akan terjadi peningkatan permintaan air minum seiring dengan pertambahan waktu dan peningkatan jumlah penduduk. Hal ini sangat jelas bahwa permintaan air untuk pertanian juga meningkat, sementara suplai air dari DAS Citarum tidak berubah. Pada kondisi ini konflik penggunaan air akan terjadi meningkat pula. Keadaan ini menunjukkan bahwa peningkatan permintaan air seiring dengan konflik antara pengguna air akan meningkat dan kelangkaan air akan menjadi permasalahan yang serius. Hernowo 2001 memperkirakan pada tahun 2010, DAS Citarum tidak akan lagi memenuhi permintaan air. Berdasarkan data yang didapatkan dari PJT II Jatiluhur didapatkan bahwa pada tahun 2025 secara umum akan terjadi defisit air untuk berbagai kebutuhan yang berasal dari DAS Citarum Hulu. Keadaan akan berkurangnya ketersediaan air pada masa yang akan datang dapat mulai diantisipasi dengan memperbaiki kondisi lingkungan di DAS Citarum Hulu.Berdasarkan skenario penurunan persentase penutupan lahan oleh hutan sebanyak 50 dan 75 diperoleh bahwa keragaman debit aliran di Citarum Hulu akan meningkat antara 90 sampai 150 Boer, 2004. Penurunan pasokan air karena semakin buruknya kualitas lingkungan di Hulu DAS Citarum dan diperparah dengan penggunaan lahan dan kerusakan hutan yang dirasakan oleh pengguna jasa lingkungan air minum.

2.12 Jasa Lingkungan