maupun di hilir sebagai daerah resapan air. Apabila kondisi ini dibiarkan, maka akan terjadi defisit terhadap ketersediaan air bersih, maupun akan terjadi kualitas
air yang lebih buruk lagi. Sehingga jelaslah bahwa untuk mengantisipasi kekurangan terhadap ketersediaan air minum dan kualitas air yang lebih baik
maka perlu dilakukan perbaikan lingkungan baik di Hulu DAS Citarum maupun di hilir sebagai daerah resapan air, khususnya pada saat musim kemarau.
5.2.3 Persepsi Masyarakat terhadap Peranan untuk Jasa Perbaikan
Lingkungan
Gambar 15 Persentase Masyarakat Persepsi terhadap Peranan untuk Perbaikan Lingkungan.
Berdasarkan Gambar 15 persepsi untuk ketersediaan air maka responden lebih memandang bahwa masyarakat Hulu tidak berperan untuk perbaikan
lingkungan sebesar 30 dan Berperan sebesar 70. Keadaan ini diasumsikan karena kurangnya informasi tentang jasa perbaikan lingkungan terhadap peranan
masyarakat hulu untuk perbaikan lingkungan. Selain itu responden lebih memandang bahwa pemerintah lebih berperan dalam perbaikan lingkungan,
dibandingkan dengan masyarakat hulu Gambar 15. Pada persepsi masyarakat hulu tidak berperan menduduki urutan ke kedua, hal ini juga menunjukkan bahwa
masyarakat hilir sebagai pengguna air masih mengganggap jasa perbaikan lingkungan masih rendah, sehingga mereka menganggap masyarakat hulu tidak
berperan dalam perbaikan lingkungan.
5.2.4 Persepsi terhadap Kesetujuan untuk Jasa Perbaikan Lingkungan
Setelah responden mengetahui peranan masyarakat hulu dalam kegiatan perbaikan lingkungan di DAS Citarum Hulu, maka responden ditanyakan
kesetujuan dilakukan kegiatan perbaikan lingkungan. Secara umum responden
Persepsi Terhadap Peranan
70 30
Berperan Tidak Berperan
setuju untuk dilakukannya kegiatan perbaikan lingkungan Gambar 16. keadaan ini dikarenakan responden semakin merasakan kurangnya ketersediaan air dan
buruknya kualitas dan kuantitas air yang didapatkan dari pemerintah dan melalui pelayanan PDAM. Realitas ini juga menunjukkan apabila para masyarakat
mengetahui peranan masyarakat hulu melalui informasi yang diberikan, sebenarnya akan terdapat partisipasi berupa kesetujuan dilakukan kegiatan
perbaikan lingkungan.
Gambar 16 Persentase Persepsi Responden terhadap Kesetujuan untuk Perbaikan Lingkungan
Responden lebih memandang bahwa masyarakat hulu berperan untuk perbaikan lingkungan sehingga mereka menyatakan setuju sebesar 69,45 dan tidak
sebesar setuju 30,55 Gambar 16, hal ini responden menganggap bahwa masyarakat hulu tidak berperan dalam perbaikan lingkungan. Hal ini diasumsikan
juga karena kurangnya informasi mengenai jasa lingkungan terhadap peranan masyarakat Hulu dalam dalam perbaikan lingkungan. Selain itu responden lebih
memandang bahwa pemerintah lebih berperan dalam perbaikan lingkungan. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan membuat persentase persepsi lebih baik.
Gambar 17 Persentase Responden Berdasarkan Peranan Masyarakat Hulu
Pada Gambar 17 dapat dilihat dua parameter untuk melihat peluang kemauan membayar, yaitu persepsi terhadap ketersediaan air dan persepsi
Persepsi Terhadap Kesetujuan
30.55
69.45 Setuju
Tidak Setuju
Persepsi Terhadap Ketersediaan Air
65.30 33.70
Buruk Baik
terhadap peranan masyarakat hulu dalam melakukan perbaikan lingkungan. Berdasarkan Gambar 17 didapatkan bahwa semakin baik persepsi responden
terhadap perbaikan lingkungan baik di hulu maupun di hilir maka akan semakin baik pula peluang kemauan dalam membayar. Begitu juga halnya dengan keadaan
persepsi terhadap kesetujuan peranan masyarakat hulu dalam melakukan perbaikan lingkungan. Responden yang menyatakan setuju terhadap peranan
masyarakat hulu dalam melakukan perbaikan lingkungan mempunyai peluang kemauan membayar yang lebih tinggi dibandingkan dengan responden yang tidak
setuju terhadap peranan masyarakat hulu.
Gambar 18 Persentase Peluang Kemauan Membayar Berdasarkan Kesetujuan
Berdasarkan Gambar 18 menunjukkan bahwa semakin baik persepsi resoponden terhadap ketersediaan air untuk memperbaiki kualitas air dan kuantitas
air maka peluang kemauan membayar akan semakin baik. Selanjutnya dapat diartikan juga bahwa masyarakat hilir yang memandang setuju dilakukan perbaikan
lingkungan maka peluang kemauan membayarnya akan semakin baik. 5.3 Hasil Analisis Kemauan Membayar Masyarakat
Willingness to Pay 5.3.1 Deskripsi Kemauan Membayar dan Nilai WTP
Analisis kemauan membayar WTP untuk jasa perbaikan lingkungan pertama kali yang harus diketahui adalah jumlah responden yang mau membayar
kompensasi atau mau memberikan insentif. Dalam penelitian ini, responden ditanyakan dan diberikan pilihan antara mau membayar atau tidak mau membayar
konpensasi untuk perbaikan lingkungan baik.
Persepsi Terhadap Ketersediaan Air
62.00 38.00
Baik Buruk
Gambar 19 Persentase Responden yang MauBersedia Membayar
Pada Gambar 19 didapatkan persentase responden yang lebih besar mau membayar dibandingkan dengan tidak mau membayar kompensasi Gambar 19.
Keadaan ini memperlihatkan bahwa secara umum mayoritas responden mempunyai kepedulian yang tinggi untuk perbaikan lingkungan. Persentase
responden yang menyatakan mau membayar sebesar 83 dan tidak mau sebesar 17. Keadaan ini dikarenakan perbedaan kondisi sosial ekonomi yang berbeda
dari setiap responden baik pelanggan rumah tangga dan non pelanggan rumah tangga. Berdasarkan karakteristik responden, tingkat pendapatan, tingkat
pengeluaran, tingkatan umur, strata pendidikan, status rumah . Selain itu, responden yang maubersedia membayar kompensasi untuk jasa perbaikan
lingkungan. Hal ini menunjukkan tingkat kepedulian masyarakat khususnya masyarakat Jakarta Timur terhadap kerusakan lingkungan lebih tinggi baik di
Hulu maupun di Hilir. Secara keseluruhan berdasarkan data yang ada nilai rata-rata kemauan
membayar WTP responden sebesar Rp.652,08 Hal ini dikarenakan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang tinggi.
Gambar 20 Persentase Sebaran WTP
Kemauan Membayar WTP
83 17
Mau Membayar Tidak Mau
Secara khusus sebaran WTP masyarakat yang maubersedia membayar seperti pada Gambar 20. Berdasarkan Gambar 20 dapat dilihat bahwa pada
tingkatan yang membayar untuk masyarakat pelanggan Rp.250,00 yang paling tinggi 18,33, 500.00 38,33, 1000,00 21,67, 1500,00 11,67, 2000,00
8,33, 2500,00 1,67, dan 3000,00 0, sehingga kemauan membayar masyarakat pelanggan rata-rata mau membayar tetapi nilai WTPnya sangat kecil,
hal ini mungkin karena kondisi sosial ekonomi yang saat ini sedang menurun karena dengan adanya krisis moneter. Sedangkan untuk masyarakat non
pelanggan Rp.250,00 26,67, Rp.500,00 20,33, Rp.1000,00 6,67, Rp.1500,00 3,33 Rp.2000,00 6,67, dan Rp.2500,00 0,00. Sedangkan
yang tidak mautidak bersedia membayar adalah sebesar 17. Pada tingkatan pembayaran yang paling banyak adalah 500, hal ini menunjukkan tingkat
perbedaan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang beragam. Mayoritas responden yang mau membayar kompensasi terbanyak Rp.500,00, oleh karena
ukuran ini merupakan ukuran terbaik buat masyarakat dalam jasa lingkungan karena terkait dengan tingkat pendapatan dan pengeluaran masyarakat.
5.3.2 Hasil Analisis Pelaksanaan Contingent Valuation Method CVM