Kelayakan Usaha Ikan Asin dan Pindang Berdasarkan ROI

51 Bila dilihat lebih detail ketidakmampuan kedua usaha ikan teri untuk memberikan keuntungan yang layak IRR 14, dapat disebabkan oleh intensitas produksi yang rendah rataan hanya 5 hari sekali dan skala pengusahaan yang rendah sekitar 80 kg per batch produksi. Hal ini terjadi karena bahan baku ikan teri tidak mudah diperoleh dari hasil tangkapan nelayan di pesisir utara DKI Jakarta. Untuk usaha ikan layang pindang, IRR yang rendah lebih disebabkan oleh harga bahan baku yang tinggi relatif tinggi Rp 11.000 per kg, sedangkan harga jualnya relatif sama dengan ikan etem yang harga bahan bakunya jauh lebih murah Rp 7.500 per kg.

3. Kelayakan Usaha Ikan Asin dan Pindang Berdasarkan ROI

Parameter ROI penting untuk mengetahui tingkat pengembalian investasi dari benefit penerimaan yang diterima pemilik usaha pengolahan dan pemasaran ikan asin dan pindang. Usaha ikan teri, ikan japuh asin, ikan pari asin, dan ikan jambal asin, ikan selar pindang, ikan tongkol pindang, ikan layang pindang, dan ikan etem pindang layak dilanjutkan bila mempunyai nilai ROI 1 satu. Hasil analisis kelayakan terhadap kedelapan 8 usaha pengolahan dan pemasaran ikan asin dan pindang ini berdasarkan parameter ROI disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Kelayakan usaha ikan asin dan ikan pindang berdasarkan ROI Jenis Usaha Pengolahan dan Pemasaran Standar ROI Nilai ROI Keterangan Usaha ikan teri 1 163,36 Layak Usaha ikan japuh asin 179,75 Layak Usaha ikan pari asin 178,84 Layak Usaha ikan jambal asin 211,01 Layak Usaha ikan selar pindang 262,39 Layak Usaha ikan tongkol pindang 178,86 Layak Usaha ikan layang pindang 249,82 Layak Usaha ikan etem pindang 192,04 Layak 52 Berdasarkan Tabel 10 tersebut, maka dari ROI, usaha ikan teri, ikan japuh asin, ikan pari asin, dan ikan jambal asin, ikan selar pindang, ikan tongkol pindang, ikan layang pindang, dan ikan etem pindang layak dilanjutkan di sentra perikanan DKI Jakarta karena mempunyai nilai ROI 1. Secara umum, nilai ROI kedelapan usaha tersebut termasuk sangat tinggi. Hal ini terjadi karena biaya investasi yang dibutuhkan untuk pengembangan usaha ikan asin dan ikan teri ini sangat rendah, sehingga dengan penerimaan darai beberapa kali produksi sebenarnya sudah dapat ditutupi. Menurut Hanley and Spash 1993 dan Muslich 1993, nilai ROI suatu usaha ekonomi menunjukkan kelipatan jumlah investasi yang bisa dikembalikan bila usaha ekonomi tersebut dijalankan. Usaha ikan tongkol pindang misalnya hanya membutuhkan biaya investasi sekitar Rp 7.100.000, padahal penerimaan usaha mencapai Rp 273.750.000 per tahun, sehingga hanya dalam beberapa saja, karena biaya investasi sudah bisa dikembalikan. Oleh karena kedelapan usaha pengolahan dan pemasaran ikan asin dan pindang tersebut, mempunyai nilai ROI yang lebih dari yang dipersyaratkan, maka usaha ikan teri, ikan japuh asin, ikan pari asin, ikan jambal asin, ikan selar pindang, ikan tongkol pindang, ikan layang pindang, dan ikan etem pindang tidak akan bermasalah dalam pengembalian investasinya, bila dikembangkan lanjut di DKI Jakarta. Namun demikian, nilai ROI harus diperiksa dengan hasil analisis paramteer lainnya, sehingga keputusan kelayakan pengembangan lanjut usaha pengolahan dan pemasaran ikan asin dan pindang lebih tepat, memberi kesejahteraan bagi pelakunya, dan menjamin keberlanjutan usaha di masa mendatang.

4. Kelayakan Usaha Ikan Asin dan Pindang Berdasarkan BC Ratio