IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Pemasaran Produk Olahan Hasil Perikanan
Untuk mengetahui kondisi pemasaran produk olahan hasil perikanan terutama dari jenis ikan teri dan pindang di DKI Jakarta, maka berbagai
komponen terkait dengan kegiatan pemasaran ini perlu diidentifikasi. Supaya hasil identifikasi dan analisisnya lebih akurat, maka semua komponenfaktor
yang terkait tersebut perlu dikelompokkan secara internal maupun eksternal. Hal ini penting untuk melihat secara menyeluruh dan dari berbagai sudut
pandang kondisi pemasaran produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan teri dan pindang selama ini. Penilaian terhadap semua faktor internal dan faktor
eksternal akan memperlihatkan kondisi dan posisi pemasaran produk olahan tersebut saat ini, terutama bila dibandingkan kondisi pemasaran
optimalterbaik yang mendapat dukungan penuh semua faktor pemasaran terkait.
1. Identifikasi Faktor Internal
Secara umum, faktor internal yang mempengaruhi pemasaran produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan teri dan pindang di DKI Jakarta, ada
dua jenis faktor yang menjadi kekuatan dan faktor yang menjadi kelemahan dalam pemasaran. Faktor yang menjadi kekuatan merupakan
faktor internal yang bila berkembang dengan baik akan memperkuat posisi tawar pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan teri dan
pindang, sedangkan faktor kelemahan meruapakan faktor internal yang bila tidak dikontrol dengan baik atau dibiarkan terlalu bebas dapat
menghambat kegiatan pemasaran produk olahan hasil perikanan tersebut. Terkait dengan ini, maka perimbangan faktor kekuatan dan kelemahan ini
akan menentukan posisi atau kondisi pengelolaan internal dari pemasaran produk olahan hasil perikanan saat ini di DKI Jakarta. Tabel 5 menyajikan
hasil indentifikasi kelompok faktor internal yang mempengaruhi pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan teri dan pindang di
DKI Jakarta.
34
Tabel 5 Kelompok faktor internal pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan teri dan pindang di DKI Jakarta
Faktor Internal Bobot
Rating Skor
Kekuatan :
Kekompakan pelaku pemasaran produk
0.14 4
0.56 Kemampuan modal mandiri
0.12 3
0.36 Keawetan produk
0.09 3
0.27 Penguasaan jaringan pemasaran
0.11 3
0.33 Keterampilan pengemasan produk
yang dipasarkan 0.06
3 0.18
Kemampuan pengadaan alat bantu pemasaran secara mandiri
0.04 4
0.16
Kelemahan :
Kontinuitas produksi 0.16
1 0.16
Keseragaman ukuran fisik produk 0.09
2 0.18
Konflik antar pelaku pemasaran produk olahan
0.05 2
0.1 Peralatan distribusitransportasi
pemasaran 0.1
2 0.2
Penanganan produk reject di pasar 0.04
2 0.08
Total 1
2.58
Pelaku pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan asin dan ikan umum dari rumah tangga nelayan RTN. Oleh karena anggota RTN,
maka kekompokkan yang terjadi diantara pelaku pemasaran produk olahan ikan asin dan pindang ini sangat kental rating = 4, sangat tinggi.
Kekompakkan ini merupakan faktor internal yang sangat mempengaruhi kegiatan pemasaran produk yang dilakukan nelayan bobot = 0,14, atau
14 dari total peran semua faktor internal. Meskipun pada kondisi tertentu keuntungan yang didapat tidak bagus misalnya, tetapi mereka
tetap semangat, karena sedikit banyak keuntungan akan dinikmati bersama. Kondisi ini terjadi pada beberapa sentra produk olahan hasil
perikanan DKI Jakarta, seperti di Muara Baru, Kalibaru dan Kamal Muara. Modal kerja termasuk faktor internal yang juga penting bagi
pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asing
35
dan pindang di DKI Jakarta. Secara umum pelaku pemasaran produk olahan hasil perikanan DKI Jakarta termasuk keluarga nelayanmasyarakat
kecil dan menengah yang mempunyai peralatan pengolah sederhana dan dapat memasarkan produknya secara mandiri, meskipun terkadang dalam
jumlah terbatas. Kemampuan modal kerja mereka umumnya relatif sama dengan pelaku pemasaran produk perikanan lainnya di tanah air, yang dari
segi jumlah masih termasuk kecil DKP, 2008. Kalaupun ada pelaku pemasaran dengan modal besar, umumnya dalam skala perusahaan atau
pemilik pabrikusaha olahan di lokasi, namun secara rata-rata berdasarkan populasi, pelaku pemasaran produk perikanan di DKI Jakarta dengan basis
di Jakarta Utara mempunyai kemampuan pemodalan mandiri yang baik rating = 3tinggi. Terkait dengan ini, maka dukungan modal kerja ini
terhadap pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang ini perlu dipertahankan. Secara umum, kemampuan
mereka dalam pemodalan selama ini telah banyak membantu pengembangan usaha pemasaran produk olahan hasil perikanan yang
dilakukan. Keawetan produk merupakan faktor internal penting dalam
mendukung ketahanan produk dipasaran dan secara jangka panjang mendukung keberlanjutan pemasaran produk ikan asin dan pindang di DKI
Jakarta. Kepentingan pengelolaan pemasaran terhadap faktor internal ini diduga mencapai 9 bobot 0,09 dari 11 faktorkomponen dalam
kelompok faktor internal. Selama ini, pelaku pemasaran produk olahan Muara Baru, Kalibaru dan Kamal Muara memanfaatkan teknik
pengeringan alami matahari yang cukup untuk mempertahankan keawetan produk yang dipasarkan. Sedangkan ikan pindang
mengandalkan ramuan bumbu pindang garam, rempah-rempah dan kadar air minimal untuk mempertahankan keawetan ikan pindang yang
dihasilkan DKPP DKI Jakarta, 2009. Teknik pengeringanpengawetan ini sangat membantu pemasaran produk olahan ikan asin dan pindang,
sehingga ketahanannya lebih lama rating = 3tinggi. Penguasaan jaringan pemasaran juga menjadi kekuatan penting dalam pemasaran
36
produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta. Semakin banyak tahu perilaku konsumen ibu kota dan lokasi yang
banyak konsumsi produk olahan hasil perikanan, maka pemasaran produk berkembang pesat bobot = 0,11. Hal ini banyak dimanfaatkan oleh
sebagian besar pelaku pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta. Disamping dipasarkan di lokasi terdekat,
mereka juga mengirim produknya ke pasar potensial di Jakarta Timur, Jakarta Selatan, Bogor, dan Bekasi baik dengan tujaun pasar trasional
maupun swalayan rating = 2tinggi. Keterampilan dalam pengemasan produk juga berperan besar bagi
kelangsungan pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan asin dan pindang. Selama ini, pelaku pemasaran di sekitar PPS Nizam Zachman,
Muara Baru, Kalibaru dan Kamal Muara umumnya akan membungkus ikan asin yang dihasilkan setelah benar-benar kering, dan untuk ikan asin
ukuran besar akan dipotong lebih kecil untuk menurunkan kadar airnya dan membungkusnya ke dalam kotak karton sehingga penampilannya lebih
menarik rating = 3tinggi. Perhatian terkait pengemasan ini juga terjadi pada ikan pindang. Untuk ikan pindang ukuran besar dan sedang
dibungkus daun pisang dan ikan pindang ukuran kecil dikemas dalam anyaman bambu. Menurut DKPP DKI Jakarta 2009, teknis pengemasan
ini dipilih supaya ikan pindang tidak lengketnempel satu sama lain yang dapat mengurangi penampilan produk.
Pelaku pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan asin dan pindang ini umumnya dapat menyiapkan alat bantu pemasaran secara
manidiri, seperti anyaman bambu untuk wadah, alat ukurtakar, peralatan pikul produk, dan lainnya. Kemampuan pengadaan alat bantu pemasaran
secara mandiri ini, memberi keuntungan bagi pelaku pemasaran tersebut untuk biaya operasional. Selama ini pelaku pemasaran ini hanya tinggal
membeli bahan yang diperlukan, seperti bambu, rotan, tali rapia, dan lainnya. Menurut Moeljanto 1996, pelaku pemasaran produk olahan
hasil perikanan, umumnya terbiasa memperbaiki sendiri alat pendukung pemasaran yang yang rusakrobek di saat santai. Di DKI Jakarat hal ini
37
terjadi, dimana bila ada waktu senggang, beberapa di antara pengolahpedagang ikan menyibukkan diri dengan membuat alat bantu
pemasaran baru baik untuk kepentingan sendiri maupun dijual kemudian rating = 4sangat tinggi. Dukungan faktor internal ini terhadap
pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan ini di DKI Jakarta mempunyai skor sekitar 0,16.
Kontinuitas produksi selama ini sering menjadi menjadi kelemahan utama dari pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis
ikan hasil di DKI Jakarta. Selama ini, produk ikan asin dan pindang umumnya diproduksi pada musim puncak banyak ikan, sedangkan pada
musim lainnya, terutama paceklik tidak banyak. Hal ini tentu kurang baik untuk memperluas pemasaran produk, padahal kontinuitas penting untuk
kestabilan pememuhan pemintaan produk di pasaran bobot = 0,16. Praktek penyediaan produk olahan hasil perikanan yang hanya banyak
pada musim puncak banyak ikan telah berlangsung lama di lokasi dan sering dianggap hanya sebagai bentuk pengalihan diwaktu harga ikan
segar turun di musim puncak rating = 1. Hal ini perlu dicari jalan keluar yang tepat, sehingga pengelolaan pemasaran produk olahan hasil
perikanan lebih baik, apalagi sentra kegiatan ini sangat dekat pasar potensial Ibukota Jakarta.
Keseragaman ukuran fisik produk olahan yang dijual pelaku pemasaran hasil perikanan juga termasuk rendah di DKI Jakarta, dan juga
menjadi kelemahan serius dalam pengelolalaan pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta. Selama ini,
produk yang diasinkan umumnya berasal dari ikan segar yang kondisinya kurang baik dan ikan segar tujuan ekspor yang tidak masuk size. Kondisi
ini tentu membuat ukuran ikan yang telah diasinkan dan dipindang tersebut lebih beragam dari umumnya ikan hasil perikanan rating = 2biasa.
Konflik internal merupakan faktor internal yang juga menjadi kelemahan dalam pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan di
DKI Jakarta. Beberapa konflik yang pernah terjadi di lokasi, seperti perebutan tempat mangkal, konflik tentang perbedaan harga jual untuk
38
menarik minat pembeli, dan lainnya DKPP DKI Jakarta, 2009. Sampai saat ini ada yang berhasil diselesaikan dengan baik, dan ada yang belum
karena sifatnya berulang rating = 2biasa. Oleh karena kondisi ini, maka dukungan terkait penanganan konflik ini perlu ditingkatkan, sehingga
pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan di DKI Jakarta lebih baik lagi.
Peralatan distribusitransportasi pemasaran juga tidak dimiliki oleh kebanyakan pelaku pemasaran hasil perikanan di DKI Jakarta, meskipun
punya kemampuan dalam penyediaan peralatan pendukung yang dibuat manual. Hal ini menjadi kelemahan pengelolaan pemasaran produk
olahan hasil perikanan selama ini di DKI Jakarta, dan belum dapat dipecahkannya karena kontinyuitas produk yang dipasarkan juga kurang
stabil rating = 2biasa. Penanganan produk reject masih kurang baik dilakukan oleh pelaku pemasaran hasil perikanan ini. Radawati 2010
dalam penelitiannya menyatakan bahwa ikan asin yang sudah berjamur dengan yang bagus sering disatukan oleh pelaku pemasaran perikanan
supaya tetap dijual. Padahal hal ini kurang bagus dan justru mempercepat jamuran ikan asin lainnya. Hal yang sama juga terjadi pada ikan pindang,
dimana ikan pindang sudah lama sering satukan dengan ikan pindang baru, padahal tetesan airnya dapat mempercepat membusuknya ikan pindang
baru. Namun demikian, hal ini sudah mulai berkurang dalam dua tahun terakhir rating = 2biasa, setelah ada penyuluhan dari instansi terkait
akan dampak pembusukan bagi produk lainnya dan citra produk yang jelek di konsumen. Penyuluhan ini perlu dilakukan lebih intensif, sehingga
pemahaman dan keterampilan pelaku pemasaran produk olahan hasil perikanan tentang penanganan produk reject lebih baik.
2. Identifikasi Faktor Eksternal