38
menarik minat pembeli, dan lainnya DKPP DKI Jakarta, 2009. Sampai saat ini ada yang berhasil diselesaikan dengan baik, dan ada yang belum
karena sifatnya berulang rating = 2biasa. Oleh karena kondisi ini, maka dukungan terkait penanganan konflik ini perlu ditingkatkan, sehingga
pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan di DKI Jakarta lebih baik lagi.
Peralatan distribusitransportasi pemasaran juga tidak dimiliki oleh kebanyakan pelaku pemasaran hasil perikanan di DKI Jakarta, meskipun
punya kemampuan dalam penyediaan peralatan pendukung yang dibuat manual. Hal ini menjadi kelemahan pengelolaan pemasaran produk
olahan hasil perikanan selama ini di DKI Jakarta, dan belum dapat dipecahkannya karena kontinyuitas produk yang dipasarkan juga kurang
stabil rating = 2biasa. Penanganan produk reject masih kurang baik dilakukan oleh pelaku pemasaran hasil perikanan ini. Radawati 2010
dalam penelitiannya menyatakan bahwa ikan asin yang sudah berjamur dengan yang bagus sering disatukan oleh pelaku pemasaran perikanan
supaya tetap dijual. Padahal hal ini kurang bagus dan justru mempercepat jamuran ikan asin lainnya. Hal yang sama juga terjadi pada ikan pindang,
dimana ikan pindang sudah lama sering satukan dengan ikan pindang baru, padahal tetesan airnya dapat mempercepat membusuknya ikan pindang
baru. Namun demikian, hal ini sudah mulai berkurang dalam dua tahun terakhir rating = 2biasa, setelah ada penyuluhan dari instansi terkait
akan dampak pembusukan bagi produk lainnya dan citra produk yang jelek di konsumen. Penyuluhan ini perlu dilakukan lebih intensif, sehingga
pemahaman dan keterampilan pelaku pemasaran produk olahan hasil perikanan tentang penanganan produk reject lebih baik.
2. Identifikasi Faktor Eksternal
Disamping dilihat dari aspek internal, kondisi pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan di DKI Jakarta saat ini juga dapat dilihat
dari dukungan faktor eksternalnya. Faktor eksternal merupakan faktor yang mempengaruhi pemasaran ikan asin dan pindang di lokasi dan sangat
mempengaruhi dukungan keberlanjutan pemasaran dan penciptaan produk.
39
Hasil identifikasi faktor eksternal pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan di DKI Jakarta disajikan pada Tabel 6.
Pada Tabel 6 terlihat 10 faktor eksternal yang mempengaruhi pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan di DKI Jakarta.
Kedekatan dengan pasar potensial yaitu Ibukota Jakarta dan jalur ekspor dan pola konsumsi konsumen merupakan dua komponen dimensional yang
bersifat peluang bagi pengembangan pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan asin dan pindang, yaitu masing-masing dengan tingkat
kepentinganbobot sekitar 0,20 dan 0,13. Hal ini menunjukkan bahwa dalam mendukung eksistensi pengelolaan pemasaran produk olahan hasil
perikanan, ketergantungan terhadap komponen pasar dan perubahan kondumsi masayarakat yang menyukai produk kolesterol rendah hasil
laut sangat tinggi. Saat ini, kedekatan dengan pasar potensial DKI Jakarta benar-benar
dimanfaatkan oleh pelaku pemasaran produk olahan hasil perikanan, dimana dihampir semua pasar DKI Jakarta telah banyak dipasar ikan asin
dan pindang, baik di pasar tradisional maupun supermarket rating = 4sangat tinggi, dalam tiga tahun terakhir permintaan sekitar terus, sekitar
2-4 per tahun. Pola konsumsi masyarakat lebih menyukai produk kelesterol rendah terutama dari jenis ikan asin teri, juga menjadi peluang
yang besar untuk pengembangan pemasaran produk olahan hasil perikanan yang lebih besar rating =3tinggi. Untuk kebutuhan eksporpun, sebagian
besar produk olahan hasil perikanan tujuan eskpor dari Pelabuhan Tanjung Priok dan Bandara International Soekorno Hatta merupakan produk olahan
hasil perikanan yang berasal sentra perikanan DKI Jakarta, seperti Muara Baru, Kalibaru dan Kamal Muara DKPP, DKI Jakarta, 2009.
40
Tabel 6 Kelompok faktor eksternal pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan teri dan pindang di DKI Jakarta
Faktor Eksternal Bobot
Rating Skor
Peluang :
Kedekatan dengan pasar potensial DKI Jakarta pasar ekspor
0.20 4
0.8 Pola konsumsi konsumen
0.13 3
0.39 Kondusifitas kondisi sosial politik
0.09 3
0.27 Promosi produk perikanan oleh PEMDA
0.07 3
0.21 Trend investasi daya tarik investor perikanan
0.05 3
0.15
Ancaman :
Kemacetan dan polusi udara 0.18
1 0.18
Monopoli dan pengaturan harga 0.09
2 0.18
Ulah pesaing yang merusak citra produk 0.12
2 0.24
Sentralisasi aktivitas pasar produk di lokasi tertentu
0.05 2
0.1 Pungutan liar pemasaran
0.02 1
0.02
1 2.54
Kondisi sosial politik yang diharapkan selalu kondusif sehingga mendukung kegiatan perekonomian nasional termasuk pemasaran produk
olahan hasil perikanan, akhir-akhir ini sering tidak stabil karena konflik kepentingan para elite politik. Dalam era reformasi ini, tidak terhitung lagi
banyaknya tindakan anarkis dalam demo, saling serang antar geng kelompok masyarakat, dan lainnya yang terjadi di ibukota DKI Jakarta.
Namun dalam beberapa tahun terakhir sudah mulai berkurang dan kondisi lebih stabil, sehingga peluang pasar yang ada lebih dapat dimanfaatkan
secara maksimal dalam pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan termasuk dari jenis ikan teri dan pindang rating = 3tinggi.
Melihat kondisi ini, maka dukungan faktor kondusifitas kondisi sosial politik terhadap pengembangan pemasaran produk olahan hasil perikanan
jenis ikan teri dan pindang di DKI Jakarta mempunyai skor cukup tinggi, yaitu sekitar 0,27.
41
Promosi potensi perikanan terutama Kementeraian Kelautan dan Perikanan KKP dan PEMDA DKI Jakarta merupakan faktor eskternal
dengan tingkat kepentingan yang masih sedang bobot = 0,07 bagi pengelolaan pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis
ikan teri dan pindang. Menurut Nikijuluw 2005, hal ini bisa terjadi karena kegiatan pemasaran produk perikanan biasanya tidak membutuhkan
promosinya yang banyaksering seperti kegiatan ekonomi lain yang dijalankan oleh perusahaan swasta. Meskipun keciljarang terjadi, dari
beberapa kegiatan promosi yang dilakukan oleh KKP dan PEMDA DKI Jakarta telah berpengaruh cukup besar bagi pemasaran produk olahan hasil
perikanan yang meningkat 2-4 per tahun rating = 3tinggi. Trend investasi daya tarik investor pada kegiatan perikanan termasuk
pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan teri dan pindang juga termasuk baik di DKI Jakarta rating = 3tinggi. Hal ini karena pasar
produk olahan hasil perikanan jenis ikan teri dan pindang DKI Jakarta berada di daerah sangat potensial, yaitu DKI Jakarta dan jalur ekspor ke
Singapura, Jepang, Hongkong, maupun pasar Eropa. Disamping bersifat peluang, faktor eksternal ini ada juga yang sifat
ancaman bagi pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan. Kemacetan lalu lintas dan poluasi udara yang tinggi merupakan ancaman
terbesar bagi kelangsungan pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan teri dan pindang di DKI Jakarta. Selama ini, tujuan
pasar yang berjarak hanya 10 km dapat ditempuh dalam waktu setengah hari bahkan sastu hari di DKI Jakarta. Kondisi ini tentu sangat tidak
mendukung bagi pemasaran produk rating = 1rendah. Polusi udara yang tinggi di Jakarta juga dapat menurunkan kualitas produk olahan hasil
perikanan jenis ikan teri dan pindang baik pada saat dipasarkan maupun dalam distribusinya. Hal ini tentu bertolak belakang dari kecenderungan
pasar produk selama ini yang menginginkan pelayanan cepat dengan mutu terbaik
Kegiatan monopoli, pengaturan harga dan ulah pesing yang merusak citra produk isu formalin, belatung, dan lainnya merupakan dua faktor
42
eksternal yang juga bersifat ancaman bagi pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan teri dan pindang di DKI Jakarta. Pada
tahun 1990-an, monopolipengaturan harga sangat kentara terjadi dalam kegiatan pemasaran hasil perikanan DKI Jakarta terutama Muara Baru dan
Kali Baru, dimana seorang tengkulakpengusaha besar dapat dengan mudahnya menurunkan harga terutama bila terjadi musim banyak ikan
Radarwati, 2010. Beberapa dari pengusaha produk olahan besar baik bidang perikanan maupun non perikanan, sengaja menyebarkan isu bahwa
produk olahan tradisional tidak sehat dan diolah menggunakan bahan berbahaya. Hal ini bahkan sempat diberitakan di media massa sehingga
produk olahan tradisonal banyak tidak laku di pasaran rating = 2biasa. Sentralisasi aktivitas pasar produk pada lokasi tertentu dianggap
sebagai ancaman bagi pelaku pemasaran produk olahan hasil perikanan. Hal ini karena mereka dibatasi untuk menjajakan produk olahannya di
sekitar tempat tinggal mereka rating = 2biasa. Hal ini terjadi sebagai dampak lanjutan dari kegiatan penertiban pedagang kaki lima di DKI
Jakarta. Oleh kegiatan pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan asin dan pindang ini umumnya dilakukan di pinggir jalan dan
menyebabkan kemacetan, maka kegiatan pemasaran ini tidak luput dari upaya penertiban yang selama ini terus berlanjut di DKI Jakarta.
Pungutan liar juga menjadi faktor eksternal dengan ancaman serius di DKI Jakarta. Pungutan liar yang ada saat ini dan terjadi pada pelaku
pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan teri dan pindang diantaranya pungutan parkir, setoran wilayah oleh preman penguasa
wilayah, setoran kepada Satpol PP, biaya keamanan, dan lainnya rating = 1. Pengutan liar ini terus berlanjut di beberapa sentra ekonomi padat di
DKI Jakarta termasuk yang banyak menjual produk olahan hasil perikanan. Hal ini merupakan gambaran kondisi pengelolaan pemasaran
produk olahan hasil perikanan termasuk jenis ikan teri dan pindang, yang luput dari perhatian banyak orang. Kelebihan dan kelemahan, peluang dan
ancaman yang terjadi dalam pengelolaan pemasaran produk olahan hasil
43
perikanan akan menentukan keberlanjutan dan prospek pengembangannya di masa yang akan datang.
4.2 Ploting Kondisi dan Solusi Pengelolaan Prospektif