16 dan non SOP masih belum efisien yang ditandai dengan rasio NPM-BKM yang
tidak sama dengan satu. Penelitian Haris 2008 yang berjudul strategi pemasaran Belimbing Manis
di Pusat Koperasi Pemasaran Belimbing Dewa Depok. Penelitian ini menyatakan bahwa hasil matriks IFE menunjukkan faktor produk yang berkualitas, letak yang
strategis, serta bentuk kemasan dan penggunaan merk sebagai kekuatan utama PKPBDD. Fluktuasi kuantitas dan kontinyuitas pasokan, fasilitas penyimpanan
belum memadai, serta ketergantungan modal pada pemerintah menjadi kelemahan utama PKPBDD. Total skor matriks IFE sebesar 2,406 menunjukkan posisi
internal PKPBDD sedikit di bawah rata-rata. Hasil matriks EFE menyatakan bahwa faktor yang menjadi peluang utama PKPBDD adalah potensi pasar lokal
yang besar, peningkatan jumlah permintaan dari pelanggan tetap, dan dukungan pemerintah yang diwujudkan dalam bentuk kebijakan maupun pendanaan. Faktor
yang menjadi ancaman utama PKPBDD adalah kesulitan dalam pengaturan waktu panen, persaingan dengan pesaing lokal, dan tingkat persaingan yang tinggi
dengan produk subtitusi. Total skor matriks EFE adalah 2,801 berarti bahwa kemampuan PKPBDD dalam merespon peluang untuk menghindari ancaman
berada diatas rata-rata.
2.3.2. Penelitian Mengenai Sudi Kelayakan Usaha dan Skenario Risiko
Penelitian Sidauruk 2005 tentang perbandingan efektifitas biaya dan kelayakan finansial industri kecil tahu di Kota Bogor, menunjukkan hasil
perhitungan finansial, industri kecil tahu Bandung “Selaeman” dan tahu Sumedang “Kelana Jaya” untuk skenario 1 dan skenario 2 dengan menggunakan
dua tingkat diskonto yaitu 14,67 persen dan 17,48 persen layak untuk diusahakan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai NPV, Net BC, dan IRR yang diperoleh
memenuhi syarat kelayakan usaha. Utami 2008 melakukan penelitian mengenai analisis kelayakan usaha
minuman instan berbasis tanaman obat di Koleksi Taman Obat dan Spa Kebugaran Syifa, Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan
usaha dari aspek finansial dan aspek non finansial. Berdasarkan aspek non finansial, seperti aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial dan
lingkungan, serta aspek hukum usaha ini layak untuk dilaksanakan. Sedangkan
17 aspek finansial usaha ini tidak layak untuk dilaksanakan karena proses usaha yang
akan terjadi selama kurun umur proyek akan menghasilkan kerugian. Oleh sebab itu, perlu adanya perbaikan usaha.
Nia Rosiana pada tahun 2008 melakukan analisis mengenai kelayakan dari usaha pengembangan akar wangi dengan memperhatikan kondisi risiko yang
mempengaruhi usaha tersebut. Fokus utama dari penelitian ini adalah usaha akarwangi dengan usaha penyulingan akar wangi. Usaha akarwangi bergerak pada
proses budidaya akarwangi, sedangkan usaha penyulingan merupakan usaha yang bergerak di bidang pengolahan akar wangi, yakni dengan melakukan penyulingan
terhadap hasil produksi akar wangi yang dihasilkan. Tingkat kelayakan usaha akarwangi dianalisis melalui dua pendekatan
yakni analisis finansial serta non finansial, dimana pada analisis finansial dilakukan perhitungan terhadap risiko yang dialami petani akarwangi selama
jalannya umur usaha. Berdasarkan perhitungan aspek finansial pada kondisi tanpa risiko, didapatkan hasil bahwa usaha budidaya akarwangi memiliki nilai NPV
pada kondisi normal mencapai Rp.1.394.179; IRR 13 ; Net BC 1,08 serta payback period selama 2 tahun 5 bulan, sehingga menyatakan bahwa usaha
budidaya akarwangi pada kondisi tanpa risiko layak untuk dijalankan. Kelayakan budidaya akarwangi pada kondisi risiko, diperhitungkan
berdasarkan nilai kriteria investasi pada masing-masing kondisi skenario. NPV terbesar berada pada kondisi produksi dan harga output tertinggi mencapai Rp
38.512.313. NPV terendah berada pada kondisi produksi dan harga output terendah yang mencapai -Rp. 35.259.949. Selain itu, IRR tertinggi terdapat pada
kondisi produksi dan harga output tertinggi sebesar 202 dan IRR terendah berada pada kondisi produksi terendah yaitu sebesar -19 .
Net BC tertinggi berada pada kondisi produksi dan harga output tertinggi yaitu sebesar 6,20 dan Net BC terendah berada pada kondisi produksi dan harga
output terendah yaitu 0,05. Hal ini mengindikasikan bahwa kegiatan budidaya pada kondisi risiko tidak layak untuk dijalankan. Payback periode tercepat ketika
berada pada kondisi produksi dan harga output tertinggi yaitu 1 tahun 2 bulan. Penilaian risiko dalam investasi diukur dengan tiga hal yaitu NPV yang
diharapkan, standar deviasi, dan koefisien variasi. NPV yang diharapkan dari
18 ketiga kondisi yang paling tinggi adalah NPV yang diharapkan pada kondisi
produksi dan harga output yaitu sebesar Rp 2.220.063 selama umur proyek. Standar deviasi yang paling tinggi yaitu pada kondisi risiko produksi dan harga
output yaitu sebesar 22.427.661 selama umur proyek. Koefisien variasi paling tinggi berada pada kondisi risiko harga output yaitu 31,02. Berdasarkan ketiga
jenis risiko yang memiliki tingkat risiko paling rendah yaitu ketika kegiatan budidaya akarwangi dihadapkan pada risiko produksi.
Analisis kelayakan penyulingan akarwangi pada kondisi tanpa risiko menghasilkan NPV pada kondisi normal mencapai Rp. 1.030.118.304. IRR pada
kondisi normal mencapai 99 ; Net BC pada kondisi normal mencapai 4,98, serta payback period yaitu 3 tahun 6 bulan. Pada kondisi risiko nilai NPV terbesar
berada pada kondisi produksi dan harga output tertinggi yang mencapai Rp 5.444.740.425. NPV terendah berada pada kondisi produksi dan harga output
terendah yang mencapai –Rp. 6.542.335.597. Net BC tertinggi berada pada kondisi normal yaitu sebesar 4,9. Net BC terendah berada pada kondisi produksi
terendah dan kondisi produksi dan harga output terendah yaitu 0. Hal ini mengindikasikan bahwa kegiatan penyulingan tidak layak untuk dijalankan.
Payback periode tercepat ketika berada pada kondisi harga output tertinggi yaitu satu tahun sembilan bulan.
Penilaian risiko pada penyulingan akar wangi diukur dengan tiga hal yaitu yang pertama adalah NPV yang diharapkan dimana dari ketiga jenis risiko yang
paling tinggi adalah NPV yang diharapkan pada risiko harga output yaitu sebesar Rp. 1.033.605.013 selama umur proyek. Kedua adalah pengukuran standar
deviasi, dimana nilai paling tinggi yaitu pada kondisi risiko produksi dan harga output yaitu sebesar 3.382.306.905 selama umur proyek. Ketiga adalah koefisien
variasi. Koefisien variasi paling tinggi berada pada kondisi risiko produksi dan harga output yaitu 14,81. Semakin besar nilai koefisien variasi maka semakin
tinggi tingkat risiko yang dihadapi. Jadi, dari ketiga jenis risiko yang memiliki tingkat risiko paling rendah yaitu ketika kegiatan penyulingan akarwangi
dihadapkan pada risiko harga output. Ningsih pada tahun 2009 melakukan penelitian mengenai analisis
kelayakan finansial dan sensitivitas usaha tanaman apel di Malang. Penelitian
19 dilakukan di Malang Raya. Penganbilan sampel dengan cara accidental sampling.
Data yang diambil data primer. Data dianalisis dengan menggunakan analisis finansial dan sensitivitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usaha penanaman
apel layak diusahakan. Nilai NPV yang diperoleh : Rp. 174.736.579,5. IRR nya adalah 24,556, dan Net BC rasionya 2,924. Adapun waktu pengembalian
modalnya yaitu selama 8 tahun. Usaha tanaman apel ini tidak sensitif terhadap perubahan harga produksi. Harga produksi turun 20, usaha tanaman apel ini
masih layak diusahakan. Ade Nurmarita pada tahun 2010 melakukan analisis mengenai kelayakan
dari usaha peternakan sapi perah dengan pemanfaatan limbah untuk menghasilkan biogas pada kondisi Risiko. Peternakan sapi perah yang dijadikan objek
penelitiannya adalah pada usaha peternakan sapi perah skala besar di KUD Giri Tani yang mendapatkan bantuan reaktor biogas dengan skala 7m
3
. Fokus utama dari penelitian ini adalah pada produk utama sapi perah yaitu susu segar dan juga
biogas yang merupakan hasil dari pemanfaatan limbah ternak. Reaktor biogas yang dibangun diperuntukkan untuk skala rumah tangga dan digunakan sebagai
sumber energi alternatif untuk kebutuhan rumah tangga peternak yang bersangkutan.
Berdasarkan hasil analisis pada aspek pasar, usaha peternakan skala besar layak untuk dijalankan, namun belum menguntungkan secara optimal. Hal ini
disebabkan, masih terbukanya peluang untuk memasarkan susu kepada Cimory dalam kapasitas yang lebih besar. Karena adanya kesepakatan antara Cimory dan
KUD Giri Tani untuk menerima seluruh produksi susu yang dihasilkan oleh peternak yang menjadi anggota koperasi tersebut. Berdasarkan aspek teknis usaha
peternakan sapi perah layak untuk dijalankan. Hampir di setiap kriteria pada aspek teknis, tidak terdapat kendala dan permasalahan yang menghambat jalannya
usaha. Permasalahan yang mungkin timbul, seperti kualitas dan jumlah susu yang dihasilkan dapat diatasi oleh para peternak. Pada aspek manajemen dan hukum,
usaha peternakan layak untuk dijalankan. Walaupun tidak memiliki struktur organisasi yang baku serta tidak memiliki badan hukum secara pribadi, namun
usaha ini dapat dijalankan dengan baik, dan tidak terdapat pekerjaan yang menyimpang dari tugas masing-masing tenaga kerja. Selain itu, dengan menjadi
20 anggota KUD Giri Tani, tanpa adanya badan hukum bagi masing-masing usaha
peternakan yang ada, para peternak tetap memiliki kepastian dalam hal memasarkan susu segar kepada pihak pembeli yakni Cimory. Pada aspek
sosialekonomi- budaya usaha peternakan sapi perah layak untuk dijalankan. Usaha ini telah memberikan manfaat positif bagi ekonomi-sosial-budaya
masyarakat sekitar lokasi usaha peternakan, yakni dalam hal pembukaan lapangan pekerjaan serta peningkatan pendapatan. Sementara itu pada aspek lingkungan,
usaha peternakan sapi perah belum layak untuk dijalankan. Hal ini disebabkan, usaha ini masih menimbulkan pencemaran pada lingkungan sekitar.
Usaha peternakan sapi perah skala besar secara finansial layak untuk dijalankan. Berdasarkan kriteria investasi nilai NPV menunjukkan Rp
366.648.484,00 yang berarti usaha ini memberikan manfaat bersih sebesar Rp 366.648.484,00 selama umur usaha. Sementara nilai IRR 23,01 yang
menunjukkan besarnya tingkat pengembalian dari penanaman modal untuk investasi sebesar 23,01 dari modal yang diinvestasikan. Net BC sebesar 1,72
dimana setiap satu satuan biaya yang dikeluarkan akan memberikan manfaat sebesar 1,72 satuan. Waktu periode pengembalian dari nilai investasi adalah lima
tahun satu bulan, waktu ini lebih rendah dari umur usaha peternakan sapi perah skala besar.
Usaha peternakan sapi perah dengan pemanfaatan limbah ternak sebagai bahan baku untuk menghasilkan biogas layak secara finansial untuk dijalankan.
Nilai NPV yang didapatkan sebesar Rp 527.394.716,00 yang berarti usaha ini memberikan manfaat bersih sebesar Rp 527.394.716,00. Sementara nilai IRR
29,42 yang menunjukkan besarnya tingkat pengembalian dari penanaman modal untuk investasi sebesar 29,42 . Net BC sebesar 2,09 dimana setiap satu
satuan biaya yang dikeluarkan memberikan manfaat sebesar 2,09 satuan. Waktu periode pengembalian dari nilai investasi adalah lima tahun lima bulan.
Kondisi risiko yang terdapat pada usaha peternakan sapi perah skala besar yang memanfaatkan limbah untuk menghasilkan biogas, terdiri dari dua bagian
yakni risiko harga dan risiko produksi. Secara finansial usaha peternakan sapi perah skala besar tetap layak. Tingkat risiko tertinggi terdapat pada risiko poduksi
21 dengan nilai koefisien variasi sebesar 0,59 sementara risiko harga memiliki nilai
koefisien variasi yang lebih rendah yakni 0,08. Pembangunan reaktor pada usaha peternakan sapi perah skala besar dilihat
kelayakannya melalui perhitungan incremental net benefit, yang didapatkan hasil bahwa nilai NPV sebesar Rp 160.746.232,00, sementara nilai IRR yang
didapatkan lebih besar dari tingkat diskonto yang digunakan yakni 6,99 , serta nilai Net BC yang lebih besar dari satu sehingga menunjukkan bahwa manfaat
yang diterima dari seluruh biaya yang dikeluarkan setiap satuannya adalah lebih besar dari satu atau lebih besar dari jumlah biaya yang dikeluarkan. Sementara itu,
payback period adalah selama dua tahun. Secara komersial, usaha pemanfaatan limbah pun memenuhi seluruh kriteria investasi. Sehingga, pembangunan reaktor
biogas menguntungkan dan layak untuk dijalankan. Berdasarkan penelitian terdahulu penulis menggunakan beberapa
komponen yang terdapat pada penelitian tersebut untuk digunakan pada penelitian ini. Pada penelitian yang dilakukan Husen 2006, Zamani 2008 dan Haris
2008, penulis menggunakan informasi mengenai usaha Belimbing Manis. Sementara pada penelitian yang dilakukan oleh Sidauruk 2005, Utami 2008
dan Ningsih 2009 peneliti menggunakan konsep dan informasi mengenai kelayakan usaha yang dianalisis secara finansial maupun non finansial. Sedangkan
analisis mengenai risiko yang dihitung dengan menggunakan analisis skenario diacu penulis dari penelitian yang dilaksanakan oleh Rosiana 2008 dan
Nurmarita 2010 guna mengetahui tiga kondisi skenario yang terjadi pada lokasi penelitian. Semua hasil penelitian terdahulu akan digunakan sebagai pembanding
penelitian ini.
22
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis