83 akan dapat dikembalikan pada tahun ke enam bulan ke sembilan. Payback periode
memiliki  periode  lebih  kecil  dibandingkan  dari  umur  usaha  budidaya  belimbing dewa  Kota  Depok  yakni  15  tahun.  Sehingga,  dapat  disimpulkan  bahwa  usaha
budidaya belimbing dewa kota depok layak untuk dijalankan pada kriteria ini.
6.3.     Risiko Usaha
Usaha  budidaya Belimbing Dewa di  Kota Depok dengam pengembangan pola  produksi  melalui  SOP,  dipengaruhi  oleh  risiko  yang  dapat  menimbulkan
kerugian.  Risiko  utama  yang  dirasakan  oleh  para  petani  budidaya  adalah  risiko produksi serta risiko harga output dalam hal ini belimbing dewa segar. Data serta
informasi yang digunakan diperoleh dari data primer pada kurun waktu tiga tahun terakhir.  Pada  waktu  tersebut  petani  budidaya  belimbing  dewa  di  Kota  Depok
mulai menerapkan SOP secara keseluruhan.
6.3.1. Risiko Produksi
Risiko  produksi  terjadi  pada  output  berupa  belimbing  dewa  segar  yang dihasilkan oleh para petani budidaya. Indikasi adanya risiko produksi dalam usaha
budidaya  Belimbing  Dewa  yaitu  ditunjukkan  oleh  adanya  variasi  atau  fluktuasi produksi yang diperoleh.
Pada  risiko  produksi  dilakukan  skenario  pada  tiga  kondisi,  yaitu  risiko produksi  saat  kondisi  tertinggi  terbaik,  kondisi  normal  serta  kondisi  terendah
terburuk.  Produksi  Belimbing  Dewa  tertinggi  kondisi  tertinggi  dalam  jumlah pohon rata-rata 62 pohon mencapai 18.083,3 kg. Kondisi ini terjadi selama 3 kali
dalam periode tiga tahun terakhir 10 kali panen. Semantara itu, kondisi terburuk yang dihadapi para petani adalah saat jumlah produksi belimbing dewa mencapai
titik terendahnya yaitu 6.200 Kg, dengan intensitas 2 kali selama periode 10 kali panen. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Kondisi Tiga Skenario Risiko Produksi yang Terjadi pada Usaha
Budidaya Belimbing Dewa Melalui SOP Kondisi
Produksi Intensitas
Periode
Tertinggi terbaik 18.083,3 Kg
3 10 panen
Normal 10.333 Kg
5 10 panen
Terendah terburuk 6.200 Kg
2 10 panen
84 Dalam melakukan usaha budidaya Belimbing Dewa terdapat faktor-faktor
yang  menjadi  penyebab  munculnya  risiko  produksi  kondisi  tertinggi,  normal, terendah.  Penyebab  munculnya  risiko  produksi  pada  yaitu,  curah  hujan  dan
serangan hama dan penyakit. Faktor-faktor tersebut antara lain: a.
Iklim dan cuaca Iklim  dan  cuaca  sangat  mempengaruhi  produksi  belimbing  dewa.  Cuaca
yang  ekstrim  dapat  menurunkan  produksi  belimbing  dewa.  Banyak  buah  yang busuk  sehingga tidak dapat dipanen. Curah  hujan  yang cukup, akan  memberikan
pengairan alami  yang baik  bagi tanaman  belimbing. Hal  ini  mengakibatkan pada peningkatan  produksi  buah  belimbing.  Bunga  dari  tanaman  belimbing  tidak
banyak yang rontok sehingga semua dapat menjadi buah. b.
Serangan hama dan penyakit Rendahnya hama dan penyakit yang menyerang tanaman Belimbing Dewa
akan  menyebabkan  peningkatan  produktivitas.  Hal  ini  dikarenakan  buah  yang dipanen akan baik gradenya. Rendahnya serangan hama dan penyakit ini mebuat
petani  tidak  memerlukan  obat-obatan  yang  berlebihan  pada  tanaman  Belimbing Dewa. Ketika  hama dan penyakit tinggi, akan  menyebabkan penurunan produksi
belimbing  dewa.  Banyak  buah  yang  tidak  dapat  dibungkus  dan  dipanen  karena rusak dan tidak memenuhi standar.
c. Human Error
Pengetahuan  para  pekerjapun  dapat  menentukan  produktivitas  belimbing dewa.  Pengetahuan  dalam  membungkus  belimbing  sangat  diperlukan.  Ketika
terjadi  kesalahan  pembungkusan,  buah  tidak  dapat  berkembang  serta  ketika  ada satu  buah  yang  jatuh,  akan  menimpa  buah  yang  ada  dibawahnya.  Sehingga,
produktivitas menurun. Adanya  risiko    dalam  produksi  akan  mempengaruhi  jumlah  penerimaan
yang  diterima  oleh  petani  Tabel  20.  Biaya  investasi  dan  re-investasi  yang dikeluarkan untuk usaha budidaya belimbing dewa Kota Depok melalui SOP pada
kondisi  risiko  sama  dengan  biaya  investasi  dan  re-investasi  pada  kondisi  tanpa risiko  normal.  Total  investasi  pada  tahun  pertama  yaitu  sebesar  Rp
376.341.771,00.  Biaya  variabel  pada  kegiatan  budidaya  belimbing  dewa  Kota Depok melalui SOP yang komponennya merupakan input yang digunakan dalam
85 usaha  ini.  Pada  kondisi  risiko  tidak  terdapat  perubahan  input  sehingga  jumlah
input  yang  digunakan  dalam  usaha  ini  pada  kondisi  risiko  sama  dengan  jumlah input  pada  kondisi  normal  tanpa  risiko.  Jadi,  biaya  variabel  yang  digunakan
untuk  kegiatan  usaha  budidaya  belimbing  dewa  Kota  Depok  Melalui  SOP  pada kondisi risiko sama dengan biaya variabel pada kondisi tanpa risiko normal.
Tabel 20. Penerimaan Usaha Budidaya Belimbing Dewa Melalui SOP pada
Kondisi Risiko Produksi Penerimaan
Belimbing Dewa Tahun ke-
1 Rp Tahun ke-2
Rp Tahun ke-5
Rp Tahun ke-15
Rp Kondisi tertinggi
72.057.509 288.229.719
641.527.740 Kondisi normal
tanpa risiko 41.174.422
164.697.687 517.995.700
Kondisi terendah 24.705.450
98.821.800 452.119.821
Penerimaan  awal  yang  didapat  petani  pada  usaha  budidaya  belimbing dewa pada kondisi risiko sama dengan kondisi tanpa risiko. Belimbing dewa baru
dapat berproduksi pada tahun ke-2 serta produksi optimal 100 pada tahun ke- 5. Demikian halnya pada harga jual belimbing dewa diasumsikan tetap sebesar Rp
5.313,00.  Namun  pada  kondisi  risiko  produksi  perbedaan  terdapat  pada  jumlah produksi, yang telah dijelaskan sebelumnya.
Pada  kondisi  tertinggi,  di  tahun  ke-2  penerimaan  yang  dihasilkan  dari penjualan  belimbing  dewa  segar  sebesar  Rp  72.057.509,00.  Pada  tahun  ke-5
mengalami  peningkatan  penerimaan  menjadi  Rp  288.229.719,00  karena produktivitas  telah  optimal.  Pada  kondisi  terendah  pun  demikian,  terjadi
peningkatan penerimaan yaitu sebesar Rp 24.705.450,00 pada tahun ke-2 menjadi Rp  98.821.800,00  pada  tahun  ke-5.  Pada  tahun  terakhir  ke-15  terjadi
penambahan penerimaan  selain dari penjualan  belimbing dewa  yaitu penerimaan yang berasal dari nilai sisa komponen investasi yang masih bernilai.
Dengan  adanya  perubahan  penerimaan,  kriteria  investasi  pada  kondisi risiko pun memiliki nilai yang berbeda denga kriteria yang terdapat pada kondisi
tanpa  risiko  normal.  Kriteria  yang  terdapat  pada  kondisi  risiko  sama  dengan kriteria  yang  terdapat  pada  kondisi  tanpa  risiko  yakni  NPV,  IRR,  Net  BC  serta
PP.
86
Tabel 21. Kriteria Investasi pada Kondisi Risiko Produksi
Kriteria Kondisi Tertinggi
Kondisi Normal tanpa risiko
Kondisi Terendah
NPV Rp 1.565.577.984,88  Rp 694.054.839,45
Rp 229.298.171,61 IRR
40,80 23,97
13,02 Net BC
5,30 2,91
1,70 Payback
Periode 4 tahun 8 bulan
6 tahun 9 bulan 12 tahun 6 bulan
Berdasarkan  perhitungan  kriteria  investasi  untuk  risiko  produksi,  pada skenario  tertinggi,  nilai  NPV  yang  dihasilkan  Rp  1.565.577.984,88;  artinya
kegiatan  budidaya  belimbing  dewa  Kota  Depok  melalui  SOP  pada  kondisi tertinggi selama umur usaha yaitu 15 tahun dengan menggunakan tingkat discount
factor  6,75  memberikan  keuntungan  sebesar  Rp  1.565.577.984,88.  Nilai  IRR sebesar  40,80  serta  Net  BC  5,30.  Hasil  yang  ada  menunjukkan  bahwa  usaha
budidaya belimbing dewa Kota Depok melalui SOP pada risiko produksi kondisi tertinggi layak untuk dijalankan dengan waktu pengembalian atas investasi selama
empat tahun delapan bulan. Pada  kondisi  terendah,  usaha  budidaya  belimbing  dewa  Kota  Depok
melalui  SOP  juga  menunjukkan  kelayakan.  Hal  ini  terlihat  dari  NPV  yang diperoleh  lebih  besar  dari  0,  yakni  Rp  229.298.171,61yang  artinya  kegiatan
budidaya belimbing dewa Kota Depok melalui SOP pada kondisi terendah selama umur  usaha  yaitu  15  tahun  dengan  menggunakan  tingkat  discount  factor  6,75
memberikan  keuntungan  sebesar    Rp  229.298.171,61.  Nilai  IRR  yang  didapat lebih besar dari tingkat diskonto dan nilai Net BC lebih besar sama dengan satu,
yakni 13,02 dan 1,70 dengan payback periode selama 12 tahun enam bulan
6.3.2. Risiko Harga