Perumusan Masalah Analisis kelayakan usaha budidaya belimbing dewa pada kondisi risiko di kota Depok

4 Namun demikian, dalam melaksanakan budidaya Belimbing dewa sehingga mampu dijadikan sebagai icon Kota Depok tidak terlepas dari munculnya risiko yang harus dihadapi oleh para pelaku bisnis budidaya belimbing Dewa. Risiko yang ada dapat berupa risiko harga dari output serta risiko produksi dari output yang dihasilkan. Risiko ini dapat mempengaruhi kelayakan dari usaha budidaya belimbing dewa. Berdasarkan hal tersebut, sebelum kegiatan usaha ini dilakukan maka perlu dilakukan analisis kelayakan usaha baik secara non finansial maupun finansial yang melibatkan unsur-unsur ketidakpastian yang mungkin terjadi dengan memasukkan risiko kedalam analisis kelayakan finansial.

1.2. Perumusan Masalah

Secara global perkiraan permintaan belimbing manis setiap tahun diperkirakan akan meningkat. Besar peningkatannya adalah sekitar 6.1 persen per tahun 1995-2000; 6.5 persen per tahun 2000-2005; 6.8 persen pertahun 2005- 2010; dan mencapai 8.9 persen pertahun 2010-2015. Hal ini menunjukkan bahwa prospek agribisnis belimbing manis sangat cerah jika dikelola secara intensif dan komersial. Untuk permintaan pasar lokal khususnya konsumen DKI Jakarta diperkirakan mencapai 4000-4500 ton per tahun. Belum lagi kebutuhan kota-kota besar lainnya seperti Bandung, Surabaya, Medan, Batam dan lainnya. Namun demikian, hingga saat ini kemampuan produksi buah belimbing Kota Depok hanya berkisar 2800-3000 ton per tahun.Dinas Pertanian Kota depok,2007 Didalam pencapaian target pemenuhan pangsa pasar dan pelaksanaan program pembangunan pertanian tersebut, Dinas Pertanian Kota Depok melakukan Program Kegiatan Pengembangan Komoditas KPK Belimbing sebagai Icon Kota Depok, yang merupakan kegiatan dimana outputnya adalah meningkatnya populasi yang ditanam, peningkatan produksi dan produktivitas serta peningkatan income petani pemula dan petani produktif. Sebagai sebuah komoditas unggulan Kota Depok, pengembangan belimbing dewa juga dihadapi berbagai masalah dalam pelaksanaan. Masalah fluktuasi harga yang terjadi pada saat penjualan hasil produksi merupakan permasalahan yang terkait dengan suatu faktor ketidakpastian yang harus diterima oleh petani. Hal ini terjadi karena faktor harga bergantung kepada fluktuasi 5 penawaran dan permintaan akan hasil produk. Faktor ketidakpastian ini sangat berpengaruh besar dalam kelayakan pembudidayaan belimbing dewa Kota Depok. Selain itu produksi belimbing yang sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim dan angin juga merupakan suatu faktor ketidakpastian dimana ketika terdapat banyak angin banyak bunga bahkan buah yang rontok. Kondisi permasalahan yang lain yaitu ancaman berkurangnya pasokan belimbing dari Kota Depok yang merupakan akibat dari perubahan fungsi lahan untuk kegiatan properti, proyek sutet, rencana pelebaran jalan protokol, dan pembuatan jalan tol. Hampir sebagian besar lahan proyek dan kegiatan tersebut, kebanyakan merupakan alih fungsi lahan yang sebelumnya merupakan lahan pertanian atau perkebunan. Hal ini pula yang menjadikan komoditi belimbing di Kota Depok akan mengalami kesulitan dikembangkan secara baik. Pengembangan belimbing di Kota Depok saat ini tidak lagi bersifat ekstensifikasi mengingat keterbatasan lahan, tetapi lebih difokuskan pada pola intensifikasi dengan perbaikan pola produksi melalui SOP Standar Operasional Prosedur. SOP yang dikeluarkan Dinas Pertanian Kota Depok ini berisikan teknik-teknik budidaya Belimbing Dewa yang dapat meningkatkan produksi dan mengantasi risiko serta lebih menguntungkan dari teknik budidaya yang ada selama ini. Selain dikarenakan keterbatasan lahan, pengembangan melalui SOP ini diterapkan karena hingga saat ini belum ada kepastian jumlah pasokan, jumlah riil produktivitas tanaman yang menghasilkan dan hal lainnya yang berhubungan dengan kualitas, kuantitas, dan kesinambungan komoditi yang diperdagangkan. Untuk jangka panjang kondisi seperti ini tidak menguntungkan. Dalam melakukan investasi di pembudidayaan belimbing dewa ini,melalui SOP maupun tidak, modal yang diperlukan tidaklah kecil. Sehingga perlu dilihat sejauh mana usaha melalui pengembangan ini layak atau tidak untuk diusahakan atau pada usaha budidaya belimbing dewa yang telah ada selanjutnya dapat dikembangkan menjadi agribisnis perkotaan. Penentuan kelayakan dari suatu usaha dilakukan melalui analisis-analisis lebih mendalam terhadap berbagai aspek yang terkait. Menurut Nurmalina, dkk 2009, terdapat berbagai aspek utama yang harus dianalisa, yaitu aspek: pasar, 6 teknis, manajemen dan hukum, sosial-ekonomi-budaya, lingkungan, serta finansial. Aspek pasar, teknis, manajemen dan hukum, sosial-ekonomi-budidaya, serta lingkungan merupakan aspek non finansial yang akan dipaparkan secara deskriptif. Sedangkan aspek finansial akan dipaparkan secara kuantitatif. Adapun teknik yang digunakan untuk menilai kelayakan finansial adalah melalui perhitungan kriteria investasi tanpa memasukkan risiko serta untuk mengetahui sejauh mana pengaruh adanya perubahan komponen manfaat dan biaya dari usaha budidaya belimbing dewa terhadap kelayakan usaha, dilakukan analisis skenario dimana melibatkan unsur ketidakpastian dan risiko yang ada kedalam perhitungan secara finansial. Berdasarkan ulasan diatas, maka pembahasan akan dibatasi pada masalah: 1. Bagaimana kelayakan usaha pembudidayaan belimbing dewa dengan pengembangan melalui SOP di Kota Depok dilihat dari aspek non finansial? 2. Bagaimana kelayakan usaha pembudidayaan belimbing dewa dengan pengembangan melalui SOP di Kota Depok secara finansial? 3. Bagaimana dampak adanya risiko volume produksi dan harga terhadap kelayakan usaha pembudidayaan belimbing dewa dengan pengembangan melalui SOP di Kota Depok secara finansial?

1.3. Tujuan Penelitian