Penelitian Mengenai Belimbing Tinjauan Studi Terdahulu

14 prosedur pelaksanaan saja, akan tetapi juga berisikan definisi, tujuan, validasi, alat dan bahan serta fungsi dari setiap kegiatan dalam budidaya belimbig dewa. Penjelasan lebih lengkap dari setiap SOP ini dijelaskan dalam isi dan pembahasan pada bagian teknik budidaya.

2.3. Tinjauan Studi Terdahulu

Penelitian mengenai belimbing dan analisis kelayakan usaha telah dilakukan sebelumnya, namun penelitian tersebut memiliki persamaan dan perbedaan tersendiri.

2.3.1. Penelitian Mengenai Belimbing

Penelitian Husen 2006 yang berjudul Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Buah Belimbing Depok Varietas Dewa Dewi Kasus kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok, Propinsi Jawa Barat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerimaan usahatani belimbing dengan sistem penjualan per Kilogram SPK lebih besar dibandingkan sistem penjualan per buah SPB. Analisis pendapatan dihitung berdasarkan hasil perhitungan rata-rata dari 30 orang responden yang ada di Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok. Disumpulkan bahwa pendapatan atas biaya total per 30 pohon pada umur pohon belimbing lima tahun untuk SPB adalah sebesar Rp 8.121.946,67 dan untuk SPK adalah senilai Rp 13.644.946,67. Adapun nilai RC tunai dan total pada petani dengan sistem penjualan per buah masing-masing adalah sebesar 2,69 dan 2,29. Sedangkan pada petani yang menjual hasil produksinya dengan sistem per kilogram memperoleh penerimaan tunai dan total masing-masing sebesar Rp 4,36 dan Rp 3,6 untuk setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan. Rantai pasokan belimbing depok terdiri dari tiga rantai pasokan. Fungsi pemasaran yang dilakukan adalah fungsi pertukaran, fisik dan fasilitas. Hasil analisis margin yang diterima petani farmer’s share tidak tersebar secara merata antara ketiga pasokan yang ada. Zamani 2008 juga mengkaji sistem usahatani buah belimbing yang kini menjadi ikon Kota Depok. Penelitian ini berjudul “Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Usahatani Belimbing Depok Varietas Dewa-Dewi” dilakukan dengan metode membandingkan pendapatan 15 usahatani Belimbing Dewa-Dewi yang menerapkan Standar Operasional Prosedur SOP dan yang tidak menerapkan SOP. Responden dari penelitian ini adalah petani yang ada di enam kecamatan di Kota Depok. Analisis pendapatan usahatani Belimbing Dewa-Dewi dalam penelitian Zamani 2008 adalah analisis usahatani selama satu musim panen dengan luas lahan 1000 meter persegi. Hasil penelitian diperoleh bahwa pendapatan usahatani belimbing baik atas biaya tunai maupun total pada petani yang menerapkan SOP lebih tinggi dibandingkan dengan petani yang tidak menerapkan SOP. Pendapatan usahatani belimbing atas biaya tunai petani SOP untuk luas kebun 1000 meter persegi per satu kali musim panen sebesar Rp 3.701.019 dan pada petani non SOP sebesar Rp 2.816.139. Sedangkan pendapatan usahatani atas biaya total sebesar Rp 2.261.114 dan Rp 1.002.916 masing-masing untuk petani yang menerapkan SOP dan yang tidak menerapkan SOP. Hasil analisis imbangan penerimaan dan biaya RC rasio usahatani belimbing untuk petani SOP dan petani non SOP, menunjukkan bahwa usahatani belimbing ini menguntungkan untuk diusahakan. Hal ini dapat dilihat dari nilai RC rasio baik atas biaya tunai dan total yang lebih besar dari satu. Nilai RC rasio atas biaya tunai petani SOP dan petani non SOP adalah sebesar 2,43 dan 2,42. Analisis fungsi produksi yang dilakukan pada penelitian Zamani 2008 menggunakan fungsi produksi eksponensial. Peubah bebas yang digunakan yaitu pupuk NPK, pupuk kandang, insektisida Curacron, insektisida Decis, pupuk Gandasil dan tenaga kerja. Dari hasil pendugaan terhadap model I pada petani SOP dan non SOP, ditemukan masalah multikolinieritas yang ditandai dengan nilai VIF yang lebih besar dari 10. Oleh karena itu, untuk membuat model penduga II baik pada petani SOP dan non SOP digunakan metode best subsets. Dari metode ini maka akan dihasilkan model regresi terbaik dengan cara mengkombinasikan variabel-variuabel bebas yang ada. Analisis yang dilakukan setelah menemukan model regresi terbaik adalah analisis skala usaha return to scale. Berdasarkan analisis ini diketahui bahwa usahatani belimbing dari masing-masing petani berada pada skala increasing returns to scale. Sedangkan untuk analisis efisiensi fungsi produksi, tingkat penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani belimbing untuk petani SOP 16 dan non SOP masih belum efisien yang ditandai dengan rasio NPM-BKM yang tidak sama dengan satu. Penelitian Haris 2008 yang berjudul strategi pemasaran Belimbing Manis di Pusat Koperasi Pemasaran Belimbing Dewa Depok. Penelitian ini menyatakan bahwa hasil matriks IFE menunjukkan faktor produk yang berkualitas, letak yang strategis, serta bentuk kemasan dan penggunaan merk sebagai kekuatan utama PKPBDD. Fluktuasi kuantitas dan kontinyuitas pasokan, fasilitas penyimpanan belum memadai, serta ketergantungan modal pada pemerintah menjadi kelemahan utama PKPBDD. Total skor matriks IFE sebesar 2,406 menunjukkan posisi internal PKPBDD sedikit di bawah rata-rata. Hasil matriks EFE menyatakan bahwa faktor yang menjadi peluang utama PKPBDD adalah potensi pasar lokal yang besar, peningkatan jumlah permintaan dari pelanggan tetap, dan dukungan pemerintah yang diwujudkan dalam bentuk kebijakan maupun pendanaan. Faktor yang menjadi ancaman utama PKPBDD adalah kesulitan dalam pengaturan waktu panen, persaingan dengan pesaing lokal, dan tingkat persaingan yang tinggi dengan produk subtitusi. Total skor matriks EFE adalah 2,801 berarti bahwa kemampuan PKPBDD dalam merespon peluang untuk menghindari ancaman berada diatas rata-rata.

2.3.2. Penelitian Mengenai Sudi Kelayakan Usaha dan Skenario Risiko