5. Pinjaman Daerah
Untuk membiayai kebutuhan daerah berkaitan dengan penyediaan prasarana yang dapat menghasilkan pengeluaran modal, maka daerah dapat melakukan
pinjaman baik dari dalam negeri Pemerintah Pusat dan Lembaga Keuangan maupun dari luar negeri dengan persetujuan dan melalui pemerintah pusat. Dengan
demikian sumber pinjaman daerah dapat berasal dari sumber di luar keuangan negara, yaitu pinjaman yang berasal dari lembaga swasta atau masyarakat langsung.
Pinjaman daerah yang bersifat jangka panjang, digunakan untuk membiayai pembangunan prasarana yang akan menjadi aset daerah. Selain memberikan manfaat
bagi pelayanan umum, diharapkan dari pengelolaan aset tersebut nantinya dapat menghasilkan penerimaan untuk pembayaran pinjaman. Adapun pinjaman daerah
yang bersifat jangka pendek, hanya dapat dilakukan dalam rangka pengelolaan kas daerah yang sifatnya hanya untuk membantu likuiditas.
Kebijakan Pemerintah terhadap pinjaman luar negeri penerusan pinjaman dalam kerangka desentralisasi fiscal, belum diikuti dengan aturan hukum yang jelas
dari segi mekanisme penyaluran, mekanisme pembayaran kembali, jaminan dan akuntabilitas. Akibat dari semua itu, sebagian besar perjanjian pinjaman luar negeri
untuk pemerintah paerah telah ditandatangani, namun belum dapat disalurkan karena persoalan aturan hukum yang disebutkan tadi tidak jelas.
B. Konflik Aturan Hukum dan Disharmoni Tata Kelola Sektor Keuangan Pusat dan Daerah
Konflik aturan hukum dan disharmoni mengenai tata kelola sektor keuangan antara pusat dan daerah diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Kurang efektifnya koordinasi antara Departemen Keuangan, Departemen
Teknis, dan Pemerintah Daerah dalam menentukan besarnya realisasi Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam SDA sehingga penyalurannya
terlambat.
147
2. Peluang terjadinya penyalahgunaan kebijakan Pemerintah Pusat yang
memberikan perintah untuk segera mencairkan Dana Alokasi Khusus tanpa melihat kesiapan Pemerintah Daerah untuk merealisasikannya.
3. Tidak adanya harmonisasi dan konsistensi antara ketentuan Pasal 4 ayat 3
Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2006 tentang Penetapan Alokasi DAU dengan peraturan yang lebih tinggi sehingga beberapa daerah
mendapat alokasi DAU lebih daripada seharusnya. 4.
Penghitungan alokasi DAK tidak mengikuti kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis yang ditetapkan sehingga alokasi DAK tersebut
tidak mempunyai dasar. 5.
Penerimaan Dana Perimbangan oleh banyak Pemerintah Daerah dilakukan tanpa melalui kas daerah, di antaranya digunakan secara
langsung tanpa melalui mekanisme APBD dan ada yang belum disetorkan ke daerah.
C. Isu Hukum Mendasar dan Aktual dalam Pengaturan Keuangan Pusat dan Daerah Serta Solusinya
Lemahnya koordinasi antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat dalam mengimplementasikan ketentuan Dana Perimbangan Undang-Undang No. 33 Tahun
2004 dan Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 berakibat pada adanya pertentangan pada kedua ketentuan tersebut dalam hal penetapan Dana Perimbangan
sehingga berpotensi pada ketidakadilan dan ketidakselarasan dalam pengalokasian dana tersebut.
Pasal 18A ayat 2 UUD 1945 menentukan bahwa hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan
selaras. Ketentuan tersebut mempunyai arti bahwa pengaturan hubungan keuangan tersebut harus memberikan kemanfaatan bagi seluruh rakyat Indonesia, meskipun
proses pendistribusian tidak secara merata atau sama besarnya antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya.
Pengaturan hubungan keuangan tersebut harus memberikan jaminan terciptanya kesesuaian antara besarnya kewenangan yang diserahkan kepada daerah
148
dengan sumber-sumber keuangan yang dapat dikelola oleh daerah, serta sesuai dengan tujuan negara sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
Penggunaan istilah ”perimbangan keuangan” dalam UU Nomor 33 Tahun 2004, dapat dikatakan merupakan upaya untuk memenuhi jiwa dan semangat Pasal 18A
ayat 2 UUD 1945 , khususnya kata-kata adil dan selaras. Hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah itu dapat
berlangsung dengan adil dan selaras jika dipenuhi beberapa aspek: 1.
Apakah Pemerintah Pusat telah menyerahkan sumber-sumber keuangan yang cukup terutama yang berhubungan dengan pajak daerah, retribusi daerah, dan
bagi hasil pajak dan SDA. Pemberian sumber-sumber penerimaan tersebut akan mencerminkan kemampuan atau potensi di bidang keuangan dari suatu
daerah. Hal ini dikarenakan kemampuan keuangan daerah sangat ditentukan oleh ketersediaan sumber-sumber pajak dan dan retribusi serta hasil dari
objek pajak dan retribusi tersebut. Adapun tingkat hasil sangat dipengaruhi oleh sejauh mana sumber pajak responsif terhadap kekuatan-kekuatan yang
mempengaruhi objek pengeluaran seperti inflasi, pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Sumber-sumber pendapatan potensial yang dimiliki
Daerah akan menentukan juga tingkat kemampuan keuangannya. Setiap daerah mempunyai potensi pendapatan yang berbeda karena perbedaan
kondisi ekonomi, sumber daya alam, besaran wilayah, tingkat pengangguran, dan besaran penduduk.
2. Sejauh
mana pemerintah daerah mempunyai kemampuan untuk
menentukan secara objektif kebutuhan akan keuangan yang diperlukan untuk menyediakan pelayanan yang diperlukan masyarakat daerah.
3. Sejauh mana pemerintah pusat memberikan subsidi yang adil dan terukur
kepada masing-masing daerah untuk membiayai kekurangan dana. Penyerahan sumber-sumber keuangan kepada daerah oleh pemerintah pusat
sangat erat kaitannya dengan penyerahan urusan pemerintahan kepada daerah sebagai konsekuensi dianutnya asas desentralisasi. Oleh karena itu, sumber-sumber
keuangan yang diserahkan kepada daerah mestinya sebanding dengan tugas dan tanggung jawab yang diserahkan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan. Dengan perkataan lain, perimbangan keuangan harus menunjukkan, bahwa penyerahan urusan pemerintahan kepada daerah
149
mencerminkan adanya keseimbangan dengan penyerahan pengelolaan dan pemanfaatan sumber-sumber keuangan yang ada di daerah.
Penyerahan sumber-sumber keuangan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah belum mencerminkan besarnya urusan pemerintahan yang
diserahkan kepada Daerah. Luasnya urusan pemerintah daerah, tidak dibarengi dengan penyerahan sumber-sumber keuangan potensial yang berada di wilayah
daerah otonom sebagai pemasok utama PAD, khususnya yang berkaitan dengan pajak dan retribusi daerah.
Masih ada keengganan pemerintah pusat untuk memberikan dana bagi hasil yang lebih besar kepada daerah, khususnya dari sektor pertambangan minyak dan
gas bumi. Hasil sektor pertambangan minyak bumi 84,5 untuk pemerintah pusat dan sisanya dibagi antara provinsi dan kabupatenkota, dan hasil sektor
pertambangan gas bumi 69,5 untuk pemerintah pusat dan sisanya untuk daerah. Memang perimbangan keuangan tidak berarti pemberian sumber-sumber keuangan
dibagi secara secara sama rata sama besar antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, karena perimbangan keuangan hakikatnya merupakan subsidi dari pusat
kepada daerah. Pemerintah daerah harus mempunyai kemampuan untuk menentukan secara
objektif kebutuhan akan keuangan yang diperlukan untuk membiayai penyelenggaraan pelayanan yang diperlukan masyarakat daerah. Pemerintah daerah
juga harus dapat melakukan perhitungan secara matang dan rasional mengenai rencana kegiatan yang akan dilaksanakan sehubungan dengan penyerahan urusan
pemerintahan kepada daerah. Berdasarkan rencana kegiatan itu, akan dapat diketahui kebutuhan keuangan yang diperlukan dalam satu tahun anggaran.
D. Langkah Penyempurnaan Hubungan Keuangan Antara Pusat dan Daerah