C. Pembangunan Hukum
Pembangunan hukum secara tepat memerlukan desain pembangunan hukum secara tepat pula, yaitu pemahaman yang tepat terhadap karakteristik objek
pembangunan tersebut. Hingga saat ini masih berkembang berbagai pandangan tentang ruang lingkup ilmu hukum. Sebab utamanya adalah besarnya pengaruh dari
perkembangan ilmu pengetahuan abad 17 sd 19 terhadap ilmu hukum. Akibat yang harus diterima oleh hukum sebagai akibat perkembangan itu yaitu terjadinya
reduksi hukum sebagai objek ilmu hukum dan terhadap hukum sebagai suatu keutuhan. Pendefinisian hukum secara sempit oleh berbagai ahli, misalnya oleh ahli
politik dan ahli ilmu sosial, telah mengakibatkan makna hukum tercabut dari keutuhan sistemnya dan menjadi sebagai norma yang sangat sempit.
Di kalangan ahli hukum sendiri masih sangat kuat cara pandang yang sempit terhadap hukum tersebut, hal ini tak lepas dari kuatnya pengaruh perkembangan ilmu
pengetahuan secara keseluruhan terhadap ilmu hukum. Pendekatan mekanis-analitis yang dikembangkan dalam ilmu fisika, yang meneliti suatu objek yang dipisahkan
dari aspek aksiologisnya, dimanfaatkan pula dalam pengembangan ilmu hukum pada abad ke-18. Hukum dipandang hanya sebagai norma belaka dan terpisah dari
keutuhuan sistem hukum sebagai suatu keseluruhan utuh. Hukum yang dikonsepkan sebagai norma belaka, akan berpengaruh buruk
terhadap pembangunan hukum di Indonesia. Jika hukum dikonsepkan sebagai norma belaka, maka pembangunan juga akan berorientasi pada pembangunan komponen-
komponen hukum yang hanya terbatas pada sistem pembentukan norma dan penerapan norma itu. Dengan cara seperti itu akan menghasilkan pembangunan
hukum yang berlangsung dalam proses yang tidak dapat ditentukan efektivitasnya. Hanya dengan desain sistem hukum yang tepatlah dapat diciptakan desain
pembangunan hukum secara tepat pula. Untuk itu diperlukan pendekatan yang mampu mengkonstruksi keseluruhan komponden sistem hukum dan menggambarkan
hukum sebagai suatu keutuhan, yaitu pendekatan sistem. Suatu sistem hukum itu bermula dari masyarakat dan berakhir pada masyarakat
pembentuknya, tempat dimana hukum itu akana diterapkan. Konstruksi sistem hukum memiliki susunan sebagai berikut: masyarakat hukum-- budaya hukum --
filsafat hukum -- pendidikan hukum ilmu hukum -- konsep desain hukum -- pembentukan hukum lembaga pembentuk hukum-- bentuk hukum tertulistidak
14
tertulis -- penerapan hukum lembaga penyelenggara hukum-- evaluasi hukum -- masyarakat hukum --.
Konstruksi sistem hukum tersebut di atas, selaras dengan kenyataan hukum, baik pada sistem masyarakat yang sangat sederhana maupun sampai pada
masyarakat bangsa negara dan masyarakat global. Masing-masing komponen sistem tersebut bersifat otonom yang integralis.
Komponen bentuk perundang-undangan di Indonesia tersusun atas UUD, UUPerpu, PP, Perpres, Perda, dan seterusnya. Komponen pembentuk hukum,
misalnya dalam pembentukan UU, maka lembaga pembentuknya terdiri atas DPR, Presiden, dan DPD.
Pembentukan hukum merupakan masalah yang menonjol dalam peta permasalahan hukum. Dalam perspektif permasalahan ini, maka profesionalisme
dalam bidang legal drafting memegang peranan penting. Penelitian hukum juga memainkan peranan penting sebagai proses awal yang mendahului pembentukan
hukum. Penelitian hukum merupakan proses pembentukan hukum dalam kerangka desain sistem.
Kualitas hukum yang dibentuk sangat ditentukan oleh komponen pendidikan hukum yang bersinergis dengan komponen pembentukan hukum. Komponen
pendidikan hukum membawahi sub-sistem pendidikan hukum dan sub-sistem penelitian hukum, masing-masing menentukan kualitas profesionalisme ahli hukum,
kualitas pembentuk hukum, dan penerapan hukum. Komponen pembentukan hukum membawahi sub-sistem pembentukan hukum yang akan mempengaruhi kualitas
hukum yang akan dibentuk dan diterapkan.
D. Perubahan Masyarakat dan Perubahan Hukum