Tata Kelola Wilayah Pesisir dan Laut oleh Daerah

para pelaku pembangunan secara terpadu, berdaya guna, berhasil guna, selaras, seimbang, dan berkelanjutan. Undang-undang penataan ruang UU No. 26 Tahun 2007, baru terfokus pada tata ruang daratan, oleh karena itu penataan dan pengelolaan ruang laut dan udara diatur dengan undang-undang tersendiri Pasal 6 ayat 5. Secara aktual penataan ruang laut dan ruang udara hampir tidak pernah dilakukan.

C. Tata Kelola Wilayah Pesisir dan Laut oleh Daerah

Berdasarkan ketentuan Pasal 18 ayat 3 dan 4 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, kewenangan daerah untuk mengelola sumberdaya di wilayah laut paling jauh 12 mil laut diukur dari garis pantai dan sepertiga 13 dari wilayah kewenangan provinsi untuk kabupatenkota, antara lain pengaturan tata ruang. Oleh karena itu, Pemerintah daerah harus pula melakukan pembangunan di daerah dan kelautan secara seimbang. Peran pemerintah daerah dapat menggerakkan potensi masyarakat di daerahnya untuk menggali potensi laut, baik melalui eksploitasi yang bertanggung jawab maupun budidaya dengan tetap memelihara kearifan lokal, sehingga ketersediaan pangan yang bersumber pada laut tetap lestari. Dengan kewenangan di wilayah laut tersebut, Daerah berkewajiban dan bertanggungjawab untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya melalui pengelolaan dan pemanfaatan wilayah laut tersebut. Konsekwensi dari kewenangan tersebut, Daerah berkewajiban pula untuk ikut melindungi dan mengamankan wilayah laut dan segala aktivitas yang berkaitan dengan pemanfaatan wilayah laut dan sumber daya alamnya. Sebagai contoh, selama ini nelayan tradisional seringkali kehilangan lahan untuk penangkapan ikan karena sudah dikuasai oleh nelayan asing yang menggunakan perlengkapan modern, maka sekarang Daerah mempunyai kewenangan untuk melindungi nelayan setempat. Memang sempat terjadi konflik horizontal di masyarakat dan mengarah pada ego-kedaerahan sehubungan dengan implementasi kewenangan daerah di wilayah laut, seperti pelarangan bagi nelayan dari Daerah lain untuk melaut dalam suatu Daerah. Hal tersebut bukanlah disebabkan oleh kesalahan kebijakan Otonomi Daerah, namun lebih merupakan dinamika transisi implementasi Otonomi Daerah. Pada tahap awal suatu undang-undang sangat mungkin timbul keragaman pemahaman dan interpretasi dari banyak kalangan terhadap suatu ketentuan aturan, 140 dalam hal ini otonomi Daerah di wilayah laut. Oleh karena itu, antara pemerintah Pusat, pemerintah Daerah, masyarakat dan pelaku ekonomi dibutuhkan pemahaman dan persepsi yang sama terhadap kewenangan Daerah di wilayah laut, antara lain sehubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya laut. Pengaturan wewenang dan hubungan antara Pemerintah dan pemerintah daerah dalam tata kelola sumber daya alam sektor kelauatan wilayah pesisir dan laut, tidak sekedar difokuskan pada pengaturan terhadap objeknya saja sumberdaya alam, tapi ditekankan pula kewajiban dan tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

D. Penegakan Hukum dan Kebijakan Sektor Kelautan Multi Dimensi