melindungi pesisir pulau-pulau terdepan wilayah NKRI. Memang upaya membangun sektor kelauatan memerlukan penguasaan
teknologi rekayasa maritim yang sarat dengan high-tech dan high-cost. Untuk mengadopsi dan mengaplikasikan teknologi yang dimaksud, dibutuhkan sumber
daya manusia yang cerdas, profesional dan berdedikasi tinggi serta memiliki disiplin ilmu berbasis kemaritiman yang dibarengi kerjasama transfer of knowledge melalui
peran aktif semua komponen bangsa. Tidak cukup hanya dengan tekad dan semangat saja, tetapi juga adanya komitmen yang kuat serta keseriusan dari berbagai pihak
untuk melakukan percepatan penguasaan rekayasa teknologi maritim, diantaranya melalui penerbitan aturan hukum dan ditindaklanjuti dengan kerjasama di bidang
pendidikan dan pelatihan serta penelitian.
154
B. Wilayah Pesisir yang Tak Terpisahkan
Tata kelola sumberdaya laut harus dalam konteks keterkaitan dengan ekosistem wilaya pesisir secara terpadu dan berkelanjutan. Ketentuan mengenai
pengelolaan wilayah pesisir dan laut secara terpadu, dapat merujuk kepada hasil United Nations Conference on Environment and Development UNCED di Rio de
Janeiro tahun 1992
155
. UNCED merumuskan tentang pengelolaan wilayah pesisir dan laut secara terpadu integrated coastal management dalam Agenda 21 Chapter
17, sebagai rencana aksi di Abad 21 dengan judul: “Protection of Oceans, All Kinds of Seas, including Enclosed and Semi-enclosed Seas, and Coastal Areas, and the
Protection, Rational use and Development of Their Living Resources”. Salah satu program dalam Chapter 17, yaitu pada program a dirumuskan:
“Integrated management and sustainable development of coastal areas, including exclusive economic zones”. Bagi negara-negara yang mempunyai wilayah laut yang
luas, maka program Integrated management tersebut harus menjadi fokus utama perhatian. Pengelolaan pesisir dan laut secara integral dan berkelanjutan, tidak hanya
mengelola pesisir dan laut dengan sebagian lautnya, melainkan juga mengelola
154
Tejo
Edhy Purdijatno, Laksamana TNI, Kepala Staf Angkatan Laut, pada Seminar Nasional Maritim Tahun 2009 di Sekolah Tinggi Teknologi Angkatan Laut Surabaya.
http:www.tnial.mil.idtabid61articleTypeArticleViewarticleId1258Default.aspx . Diakses tanggal
22 Agustus 2009.
155
UNCED dikenal juga dengan nama Earth Summit, menghasilkan: a Convention on Biological Diversity; b Convention on Climate Change; c Agenda 21; d The Forrest principles; dan
e Rio Declaration on Environment and Development.
137
wilayah laut secara keseluruhan, mulai dari perairan pedalaman, laut teritorial, zona tambahan, zona ekonomi eksklusif, landas kontinen, kawasan dan laut bebas.
Dalam pengelolaan wilayah pesisir dan laut secara terpadu integrated coastal management, lingkungan laut The Marine Environment merupakan
komponen penting sistem penyangga kehidupan global
156
. Perlunya pengaturan mengenai wilayah pesisir dan laut secara terpadu oleh
Indonesia, muncul setelah ditungkannya Agenda 21 dalam Agenda 21 Indonesia Tahun 1996. Diakui bahwa, di satu sisi wilayah pesisir dan laut Indonesia, memiliki
makna yang penting bagi pembangunan ekonomi, namun di sisi lain wilayah pesisir dan laut juga memiliki sejumlah persoalan yang terkait dengan ekologi, sosial-
ekonomi, dan kelembagaan. Pembangunan sumberdaya pesisir dan laut selama ini tidak optimal dan berkelanjutan, salah satu penyebabnya adalah perencanaan dan
pelaksanaannya dijalankan secara sektoral dan tidak tertata sesuai dengan penataan ruang yang baik. Sesuai dengan karakteristik dan dinamika alamiah ekosistem pesisir
dan laut, secara ekologis terkait satu sama lain, maka pengelolaan secara optimal hanya dapat diwujudkan dengan pendekatan holistik dan teritegrasi.
Integrated coastal management, berhubungan dengan integrasi undang- undang terkait dan integrasi antar sektor. Tata kelola kelautan dibangun secara
sistemik melalui pembangunan dan pemahaman keterpaduan antar pengelola di wilayah pesisir dan laut dengan pihak-pihak terkait, adanya tujuan dan sasaran, nilai
dan etika dalam pembangunan, serta upaya penyelesaian sengketa dan kerjasama di antara masyarakat pesisir, pemerintah, dan stakehlders.
157
Tata kelola wilayah pesisir dan laut bertumpu pada prinsip integrated coastal management, dirumuskan dalam
bentuk aturan hukum. Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau-pulau Kecil, harus menjadi acuan bagi pembentukan aturan hukum pelaksanaan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut yang terintegrasi. Pengelolaan
wilayah pesisir dan laut membutuhkan perangkat aturan hukum, sehingga memiliki dan menjamin terbangunnya suatu kondisi bermuatan ketertiban, kepastian, dan
156
J.C. Sorensen and McCreary. “Coast, Institutional Arrangement for Managing Coastal Resources”, Rokhmin Dahuri, et. al. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Laut
Secara Terpadu. Jakarta, Pradnya Paramita, hlm. 5.
157
Jacub Rai, et al. 1997. Integrated Coastal and Marine Resources Management. Proceeding of International Symposium. Malang, hlm. 17.
138
keadilan. Untuk itu, prinsip-prinsip integrated coastal management perlu dituangkan ke dalam produk aturan hukum nasional dan daerah secara sinkron yang mengatur
mengenai pengelolaan wilayah pesisir dan laut. Menuju tata kelola kelautan yang baik good ocean governance, maka
kebijakan kelautan Indonesia hendaklah mengakomodasi kepentingan nasional terhadap wilayah kedaulatan dan yurisdiksi, serta kepentingan dan keterkaitan
Indonesia terhadap aturan global di perairan laut internasional. Untuk itu diperlukan pula suatu instrumen kebijakan kelautan berupa tata ruang laut beserta sumberdaya
yang terdapat di dalamnya. Salah satu elemen penting dalam program integrated coastal management
adalah penyusunan suatu rencana zonasi yang merujuk pada penetapan wilayah administratif. Penetapan zonasi wilayah administratif tersebut dapat merujuk kepada
Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau- pulau Kecil, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
Undang-Undang No. 26 Tahun 2004 tentang Penataan Ruang, Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dan
Undang-Undang No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia. Penetapan zonasi laut lebih sulit untuk dilakukan karena kurangnya data
ruang yang konsisten, sifat multi dimensional lingkungan laut, dan kurangnya data sumberdaya laut yang akurat, lengkap dan terkini. Jacub Rais, mengemukakan tiga
konsep penataan ruang laut:
158
1. keterpaduan menata ruang laut dan daratan melalui pendekatan Daerah
Aliran Sungai DAS; 2.
keterpaduan menata ruang pulau-pulau kecil dan laut dengan pendekatan bioregionism yang mengkaitkan karakter fisik oseanografi, atmosfer,
perubahan iklim dengan karakter demografi, sosial, ekonomi, budaya yang hidup di pulau-pulau kecil; dan
3. Zona Ekonomi Eksklusif.
Pada hakikatnya penataan ruang laut adalah suatu kebijakan publik yang bermaksud untuk mengoptimalkan pemanfaatan ruang laut bagi semua kepentingan
158
Jacub Rais. “Harmonisasi Pengelolaan Wilayah Pesisir Melalui Penatan Ruang Laut- Darat Terpadu”, Inisiatif Harmonisasi Sistem Hukum Pengelolaan Wilayah Pesisir Indonesia. 2005.
Kerjasama Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional. Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Coastal Resources Management Project. Jakarta, hlm. 113.
139
para pelaku pembangunan secara terpadu, berdaya guna, berhasil guna, selaras, seimbang, dan berkelanjutan. Undang-undang penataan ruang UU No. 26 Tahun
2007, baru terfokus pada tata ruang daratan, oleh karena itu penataan dan pengelolaan ruang laut dan udara diatur dengan undang-undang tersendiri Pasal 6
ayat 5. Secara aktual penataan ruang laut dan ruang udara hampir tidak pernah dilakukan.
C. Tata Kelola Wilayah Pesisir dan Laut oleh Daerah