Penguatan Kapasitas Kelembagaan Kementerian Kesehatan di Pusat dan Dinas Kesehatan di Daerah

Guna mendukung upaya perancangan, pembentukan, pengawasan dan evaluasi Perda dan Kepkada di bidang kesehatan, maka perlu segera pembentukan bagiansubbagian hukum dalam struktur organisasi Dinkes PropinsiKotaKabupaten di daerah, disertai peningkatan jumlah dan kualifikasi SDM. Selain itu, tidak kalah pentingnya adalah peningkatan jumlah dan kualifikasi SDM pada Dinkes PropinsiKotaKabupaten di daerah yang menguasai IPTEK kesehatan, termasuk segi-segi teknis perumahsakitan, guna mendukung upaya perumusan persyaratan teknis dalam Perda dan Kepkada tentang perizinan, standarisasi, akreditasi dan sertifikasi di bidang kesehatan.

3. Penguatan Kapasitas Kelembagaan Kementerian Kesehatan di Pusat dan Dinas Kesehatan di Daerah

Penguatan kapasitas kelembagaan Kementerian Kesehatan di pusat dan Dinkes PropinsiKotaKabupaten di daerah harus dilakukan dalam rangka pembenahan birokrasi sebagai langkah strategis dalam pengembangan GG, dengan merujuk kepada pandangan Agus Dwiyanto, bahwa keberhasilan menyelesaikan masalah mendasar dalam birokrasi pemerintah seperti inefisiensi, rigiditas dan daya tanggap yang buruk, kuatnya budaya KKN serta akuntabilitas birokrasi yang rendah dapat menuntaskan sebagian besar masalah dalam pengembangan GG. Karena itu, keberhasilan dalam mereformasi birokrasi dapat mempercepat terwujudnya GG. 150 Penguatan kapasitas kelembagaan Depkes dan Dinkes PropinsiKota Kabupaten perlu dilakukan dalam bentuk peningkatan jumlah dan kualifikasi SDM disertai pembinaan sistematis, pemberdayaan dan pelatihan dalam konteks desentralisasi dalam semangat otoda, guna menghilangkan situasi saling curiga, meningkatkan komunikasi yang intens dan transparan, bahkan mencegah dan menyelesaikan konflik, misalnya kasus perizinan. Pembinaan sistematis, pemberdayaan dan pelatihan staf Depkes di pusat dan staf Dinkes PropinsiKotaKabupaten di daerah harus bertujuan menyeimbangkan 150 Agus Dwiyanto. “Mewujudkan Good Governance Melalui Reformasi Pelayanan Publik”, dalam Suparto Wijoyo. 2006. Pelayanan Publik dari Dominasi ke Partisipasi. Airlangga University Press, Surabaya, hlm. 52. 132 kebutuhan SDM secara materil dan spiritual, dengan dua orientasi dasar dan dua dimensi kemampuan, yaitu: 1. Kualitas kinerja staf atau aparatur pemerintah atau pegawai yang erat kaitannya dengan upaya pencapaian produktivitas dan kinerja birokrasi; 2. Kesiapan kondisi mental dan fisik staf atau aparatur pemerintah atau pegawai yang erat kaitannya dengan tingkat penghargaan secara utuh terhadap harkat dan martabat kemanusiaannya. Selain itu, pembinaan sistematis, pemberdayaan dan pelatihan aparatur pemerintah Depkes di pusat dan staf Dinkes PropinsiKotaKabupaten di daerah, juga harus dapat mengembangkan dua dimensi kemampuan, yaitu: 1. Dimensi teknis, yakni keahlian yang harus dimiliki aparatur pemerintah untuk menjalankan wewenang dan tugas mereka dengan baik; 2. Dimensi budaya, yakni seperangkat nilai yang harus menjadi pegangan setiap aparatur pemerintah dalam menjalankan wewenang dan tugasnya, sehingga kemampuan teknisnya dapat dimanfaatkan secara maksimal. R. Pengembangan Potensi Sumber Pembiayaan dari Pemerintah Daerah dan Alokasi Subsidi dari Pemerintah Pusat di Bidang Kesehatan Pemerintah daerah pascadesentralisasi mempunyai sumber-sumber pembiayaan yang juga telah diatur dalam UU No. 332004, antara lain: 1 Pendapatan Asli Daerah yang mencakup pajak setempat, retribusi lokal, perusahaan pemerintah daerah dan aset manajemen lainnya, giral dan aset penjualan; 2 Dana perimbangan yang merupakan dana desentralisasi, terdiri dari Dana Bagi Hasil beberapa sektor seperti Pajak Bumi dan Bangunan, minyak dan gas, hutan, tambang dan periknan, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus; 3 Pinjaman; dan 4 Penerimaan lain sumbangan Dana Darurat. Memperhatikan hal ini, terdapat kemungkinan beberapa pemerintah daerah di Indonesia menjadi kaya, seperti di Kabupaten Kutai di Kalimantan Timur, Kabupaten Aceh Utara di Nangroe Aceh Darussalam, dan Kabupaten Bengkalis di Riau. Akan tetapi, sebagian besar kabupaten di Indonesia tidak mendapat manfaat berarti dari desentralisasi. Desentralisasi memicu perkembangan daerah menjadi beberapa lingkungan ekonomi yang mempengaruhi potensi pembiayaan daerah di bidang kesehatan. Ada 133 dua faktor penting yang mempengaruhi bidang kesehatan, yaitu kekuatan ekonomi pemerintah daerah dan kekuatan ekonomi masyarakat. Dengan menggunakan dua variabel ini, menurut Laksono Trisnantoro, ada 4 tipe daerah yang mungkin terjadi dengan prospek sumber pembiayaannya sebagai berikut: 1 Daerah mempunyai kekuatan ekonomi pemerintah daerah yang besar dan kekuatan ekonomi masyarakat yang besar pula. Daerah ini merupakan daerah di mana sebagian pembiayaan kesehatan dapat diserahkan ke mekanisme pasar. Sumber pembiayaan dari masyarakat perlu ditingkatkan. Peran pemerintah daerah yang kuat dapat difokuskan kepada penyediaan pelayanan kesehatan dan pembiayaan kesehatan keluarga miskin serta pelayanan yang bersifat public good khususnya promotif dan preventif kesehatan. Bagi masyarakat yang berada dalam garis kemiskinan, pemerintah daerah dapat memberikan jaminan pelayanan kesehatan melalui asuransi kesehatan misalnya kontrak ke PT. Asuransi Kesehatan. 2 Daerah yang mempunyai kekuatan ekonomi pemerintah kecil, namun kekuatan ekonomi masyarakat besar. Ada kemungkinan di daerah ini peran pemerintah daerah lebih banyak pada regulator. Dalam hal pembiayaan, peran pemerintah daerah tidak begitu kuat. Peran pemerintah diharapkan pemerintah pusat pada pembiayaan diharapkan untuk menjamin akses pelayanan kesehatan, khususnya bagi masyarakat tidak mampu. Bagi masyarakat miskin, peran pemerintah pusat untuk membiayai pelayanan kesehatan menjadi penting. 3 Daerah mempunyai kekuatan ekonomi pemerintah daerah yang kuat, namun kekuatan ekonomi masyarakat kecil. Di daerah ini peran pemerintah daerah sangat kuat dalam pembiayaan kesehatan, mengigat kemampuan masyarakat di daerah ini rendah. Dalam kondisi ini, peran pemerintah pusat dalam pembiayaan kesehatan tetap diperlukan, walaupun dari sisi ”jumlah dana” yang dialokasikan dapat diminimalkan. Sebaliknya, pemerintah daerah dituntut lebih kuat peranannya. Pemerintah daerah dapat mengkontrak lembaga penyelenggaraan pelayanan kesehatan swasta dan asuransi kesehatan untuk menjamin pelayanan bagi masyarakat miskin, atau seluruh masyarakat di wilayahnya. 4 Daerah mempunyai kekuatan ekonomi pemerintah daerah yang kecil dan kekuatan ekonomi masyarakat yang kecil pula. Daerah ini sangat membutuhkan dana dan subsidi dari pemerintah pusat. Daerah ini membutuhkan perhatian besar dari pemerintah pusat dan bantuan asing block grant, hibah, dll dan dana kemanusiaan lain untuk pembiayaan kesehatan di daerah tersebut. 151 151 Laksono Trisnantoro. Op. cit., hlm. 257-268. 134 Dalam konsep desentralisasi, pemerintah pusat masih mempunyai peran sebagai pemberi anggaran malalui anggaran dekonsentrasi yang akan diterima propinsi vide Pasal 1 angka 26 UU No. 332004. Akan tetapi, dana dekonsentrasi ini akan semakin menurun seiring semakin meningkatnya dana desentralisasi. Berkaitan dengan anggaran kesehatan pemerintah pusat yang masih tinggi, timbul pertanyaan penting, bagaimanakah teknik alokasi anggarannya? Apakah aspek keadilan perlu diperhatikan untuk daerah-daerah yang relatif miskin? Teknik alokasi anggaran menjadi hal penting karena pengaliran dana dari pusat ke daerah untuk masyarakat atau daerah yang tidak berhak mendapatkannya jangan sampai terjadi kesalahan. Sebagai catatan, bidang kesehatan, konsep alokasi dann perimbangan melalui Dana Alokasi Umum adalah cara baru untuk membiayai pelayanan kesehatan di daerah. Karena merupakan hal baru, dikhawatirkan kriteria transfer keuangan dari pusat ke daerah belum baik. Sehubungan dengan transfer keuangan dari pusat ke daerah, terdapat berbagai kriteria yang dapat digunakan mengacu kepada pendapat Shah A., yaitu: 1 Otonomi Authonomy, artinya pemerintah daerah dapat fleksibel dan otonom menetapkan prioritas kegiatan yang diberi dana. Kriteria ini menunjukkan bahwa dana ditransfer ke daerah dalam bentuk block grant yang dan tidak dibatasi dengan kategori-kategori setta ketidakpastian dari pemerintah pusat. Agar pemerintah daerah mempunyai sumber biaya cukup, sehingga mampu mengerjakan tugas yang diberikan, pemerintah daerah perlu diberi kriteria yang disebut revenue adequacy. Dengn demikian, semakin banyak junmlah penduduk, maka akan semakin besar pula transfer dana yang diberikan. 2 Adil dan Merata Equity, artinya dana yang dialokasikan pemerintah pusat harus adil bagi mereka yang membutuhkan dan berhubungan terbalik dengan kemampuan ekonomi propinsi. Dengan demikian, semakin besar pendapatan asli daerah, kemungkinan transfer dana dari pusat akan lebih kecil. 3 Dapat Diprediksi Predictablitiy, artinya bantuan yang diterima oleh daerah diharapkan dapat dijamin kelanggengannya, misalnya dalam kurun waktu lima tahun. 4 Efisiensi Efficiency, artinya berusaha menjamin agar alokasi dana bersifat netral terhadap pilihan berbagai sektor. 5 Kesederhanaan Simplicity, artinya perlu kesederhanaan untuk menyusun formula. 6 Insentif Incentive, artinya upaya mendorong mengurangi praktik-praktik inefisiensi dalam penganggaran daerah. 152 152 Shah A. 1994. The Reform of Intergovenrmental Fiscal Relations in Developing and Emerging Market Economies, Policy and Research Series 2. World Bank, Washington DC. 135

BAB V ANALISIS ATURAN HUKUM

PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM SEKTOR KELAUTAN

A. Sektor Kelautan Aset yang Melimpah

Sumber daya alam di darat makin terbatas sedangkan tuntutan kebutuhan pembangunan nasional sudah mendesak, maka pemanfaatan sumber daya alam di laut menjadi alternatif yang harus dipilih. Sudah saatnya pembangunan nasional di sektor kelautan mendapat perhatian besar pula, sebagaimana di wilayah darat. Di laut tersedia berbagai potensi untuk membawa bangsa dan negara ini menjadi makmur, adil dan sejahtera, termasuk pesisirnya yang melimpah sumber daya. Semuanya memiliki arti penting bagi pembangunan nasional, baik dari aspek ekonomi, ekologi, pertahanan dan keamanan, sosiologis maupun pendidikan dengan segala hasil yang dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Sebagai negara bahari, Indonesia memiliki potensi sumber daya kelautan yang jauh lebih besar daripada sumber daya alam yang ada di darat. Namun, potensi tersebut belum mampu dimanfaatkan secara optimal. Hal ini terjadi antara lain karena masih kuatnya paradigma pembangunan Indonesia yang masih berorientasi di darat. Akibatnya produktivitas nelayan Indonesia hingga saat ini masih tergolong rendah. 153 Sumber daya kelautan meliputi juga berbagai macam jasa lingkungan lautan yang dapat dikembangkan untuk pembangunan kelautan dan perikanan, seperti pariwisata bahari, industri maritim, dan jasa angkutan, serta penelitian kelautan. Wilayah pesisir Indonesia memiliki berbagai fungsi, seperti transportasi dan pelabuhan, kawasan industri, agribisnis dan agroindustri, jasa lingkungan, rekreasi dan pariwisata, serta kawasan permukiman dan tempat pembuangan limbah. Dalam hal ini termasuk pula sebagai kekuatan pertahanan dan keamanan nasional untuk 153 Ganjar Kurnia, Rektor Unpad, sambutan tertulis pada Seminar Nasional “Strategi Peningkatan Keunggulan dan Komparatif Komoditas dan Kelautan Dalam Rangka Perkuatan Posisi Sektor Perikanan dan Kelautan Sebagai Pilar Penting Pembangunan Nasional”. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan FPIK Universitas Padjajaran, Jatinangor, 11 Maret 2009. Ratih Anbarini. Sumber Daya Kelautan Indonesia Belum Optimal Dimanfaatkan. http:www.unpad.ac.idberitasumber-daya- kelautan-indonesia-belum-optimal-dimanfaatkan Diakses tanggal 30 Juli 2009. 136