memadai, pemerintah menyediakan sejumlah dana yang dapat digunakan oleh pemerintah daerah dalam rangka memenuhi kewajiban mewujdkan hak setiap warga
negara atas derajat kesehatan yang optimal.
H. Penguatan Asas Konsistensi dan Kejelasan Aturan Hukum dan Kebijakan Tarif Pelayanan Kesehatan
Penguatan asas konsistensi dan kejelasan pengaturan hukum dan kebijakan pola tarif pelayanan kesehatan harus terkonseptualisasi dalam Kepmenkes No.
2821993 yang perlu segera direvisi, yang mencakup: 1 “Kemampuan membayar masyarakat setempat”, yang menurut Pasal 2 angka
1 Kepmenkes No. 2821993 harus diperhatikan dalam menetapkan pola tarif pelayanan kesehatan rumah sakit swasta, seharusnya parameternya ditentukan
dengan jelas. 2 “Tingkat kecanggihan teknologi”, yang menurut Pasal 2 angka 1
Kepmenkes No. 2821993 merupakan dasar penetapan tarif pelayanan kesehatan rumah sakit swasta, seharusnya kriterianya juga dijabarkan dengan
jelas. 3 Pemberian keringananpembebasan biaya pelayanan kesehatan bagi pasien
kurangtidak mampu, yang menurut Pasal 2 angka 3 Kepmenkes No. 2821993 harus diatur oleh direktur RSS, seharusnya pedomannya ditetapkan
oleh Dirjen Yanmedik Depkes-RI segera setelah dilakukannya revisi Kepmenkes No. 2821993.
4 “Tarif khusus” bagi masyarakat kurangtidak mampu, yang menurut Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 10 dan Pasal 11 Kepmenkes No. 2821993 harus
ditetapkan oleh direktur rumah sakit swasta, seharusnya tidak hanya terbatas pada tarif tempat tidur pasien rawat inap kelas III, tetapi juga tarif untuk jenis
pelayanan kesehatan lainnya, termasuk jasa dokter, agar konsisten dengan “spirit hukum” Pasal 57 ayat 2 UU No. 231992.
123
I. Penguatan Asas Konsistensi dan Kesegeraan Aturan Hukum dan Kebijakan Pengendalian Mutu dan Biaya Pelayanan Kesehatan
Penguatan asas konsistensi dan kesegeraan pengaturan hukum dan kebijakan pengendalian mutu dan biaya pelayanan kesehatan harus terkonseptualisasi dalam
hal-hal, sebagai berikut: 1 Pembentukan Permenkes yang menjabarkan wewenang IDI dan PDGI dalam
membina dan mengawasi dokter dalam melakukan praktik kedokteran di rumah sakit sebagai tindaklanjut dari Pasal 49 ayat 3 UU No. 292004. Mengingat
audit medis bersifat konfidensial, maka substansi hukumnya seharusnya juga memuat sanksi bagi IDI dan PDGI sebagai pihak eksternal rumah sakit yang
mempubikasikan audit medis tanpa persetujuan dari pihak internal rumah sakit. 2 Hasil audit medis internal yang dilakukan Komite Medis Rumah Sakit menurut
Kepmenkes No. 4962006 seharusnya bersifat mengikat, sehingga tindak lanjutnya tidak hanya tergantung kepada kehendak dan sikap normatif direktur
rumah sakit saja. 3 Pembentukan Permenkes yang menjabarkan wewenang Menkes cq. Dirjen
Yanmedik dan Dinas Kesehatan PropinsiKotaKabupaten untuk mengawasi dan mengaudit medis eksternal rumah sakit, mengikutsertakan IDI dan PDGI
setempat, sebagai tindak lanjut dari Pasal 71 jis. Pasal 49 ayat 1 dan ayat 2 UU No. 292004 jo. Kepmenkes No. 4962006. Permenkes ini seharusnya juga
memuat sanksi administratif yang jelas dan dan tegas kepada rumah sakit, yang terbukti tidak mengendalikan mutu dan biaya pelayanan kesehatan sesuai
kebutuhan medis pasien.
J. Penguatan Asas Kejelasan dan Kesegeraan Aturan Hukum dan Kebijakan Fungsi Sosial Pelayanan Kesehatan
Penguatan asas kejelasan dan kesegeraan pengaturan hukum dan kebijkan fungsi sosial pelayanan kesehatan harus tercermin dalam Permenkes No. 159b1988
dan Permenkes No. 3781993 yang perlu segera direvisi, agar substansi hukumnya jelas, mencakup:
124
1 Pembebasankeringanan biaya pelayanan kesehatan bagi masyarakat kurang dan tidak mampu, yang menurut Pasal 5 angka 5 Permenkes No. 3781993 harus
dilaksanakan oleh rumah sakit swasta dalam rangka fungsi sosialnya, seharusnya juga didukung oleh adanya pedoman yang jelas dalam Permenkes mengenai
pejabatbadan yang berwenang dan mekanisme hukum pemberian dan penggunaan SKTM atau bukti lain yang mendukung sebagai syarat untuk
memperoleh pembebasankeringanan biaya pelayanan kesehatan. 2 Penetapan ketentuan besaran tarif pelayanan kesehatan kelas IIIkelas
terendah bagi masyarakat kurang dan tidak mampu, yang menurut Pasal 4 Permenkes No. 3781993 jo. Permenkes No. 11732004 jis. PP No. 382007 jis.
UU No. 322004 merupakan wewenang Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat setelah berkonsultasi dengan PERSI setempat, harus dilaksanakan
dengan konsisten segera setelah sesuai dengan revisi Permenkes No. 159b1988 dan Permenkes No. 3781993.
K. Penguatan Asas Konsistensi dan Kejelasan Aturan Hukum dan Kebijakan Pengelolaan Perbekalan Kesehatan
Penguatan asas konsistensi pengaturn hukum dan kebijakan pengelolaan perbekalan kesehatan harus terkonseptualisasi dalam hal-hal, sebagai berikut:
1 Permenkes No. 0851989 perlu segera direvisi, agar substansi hukumnya dengan jelas membebankan kewajiban menulis resep danatau menggunakan obat
generik yang harganya terjangkau masyarakat kurang dan tidak mampu tidak hanya kepada fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah, tetapi juga fasilitas
pelayanan kesehatan swasta, sehingga konsisten dengan Pasal 61 UUK No. 231992 dan Pasal 49 ayat 1 UU No. 292004 yang telah mengharuskan ”setiap
rumah sakit dan dokternya” mengendalikan mutu dan biaya pelayanan kesehatan agar dapat terjangkau oleh masyarakat kurang dan tidak mampu.
2 Permenkes No. 3631998 perlu segera direvisi, agar substansi hukumnya tidak hanya mengatur penggunaan alat kesehatan yang harus memenuhi persyaratan
mutu, keamanan dan kemanfaatan, tetapi juga mengatur persyaratan keterjangkauan biayanya untuk mengendalikan overutilisasi alat kesehatan di
125
rumah sakit, yang harus didukung oleh adanya sanksi dan diperkuat oleh struktur kelembagaan hukum kesehatan dengan wewenang pengawasan yang
jelas, sehingga konsisten dengan spirit hukum Pasal 61 UU No. 231992 jo. PP No. 721998.
L. Penguatan Asas Konsistensi, Sinkronisasi, dan Kesegeraan Aturan Hukum dan Kebijakan Perizinan